Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Indrati
"Penanggulangan TB di Propinsi Lampung dan juga Kabupaten Tanggamus mencakup upaya pengobatan dengan target angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru TB BTA positif setiap tahunnya, serta cakupan penemuan penderita secara bertahap setiap tahunnya diupayakan agar mencapai 70% pada tahun 2005, yang dilakukan melalui unit pelayanan Puskesmas yang ada dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Di Propinsi Lampung penanggulangan TB sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal itu terlihat dari cakupan penemuan penderita TB BTA positif pada tahun 2002 baru mencapai 26%, dengan angka kesembuhan 68%. Demikian juga di Kabupaten Tanggamus, walaupun penanggulangan TB sudah menggunakan strategi DOTS dengan panduan obat jangka pendek yang diberikan secara cuma-cuma, tetapi penemuan penderita TB BTA Positif hanya mencapai 22% dengan angka kesembuhan sebesar 66%.
Tenaga perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) dalam menangani penderita tuberkulosis menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan tahapan mulai dari pengkajian terhadap penderita untuk mengumpulkan data, menganaiisa dan mengindetifikasi masalah yang berhubungan dengan penderita, kemudian melaksanakan penanganan dan bertindak sebagai PMO serta melakukan penilaian untuk memantau perkembangan penderita.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kinerja petugas perawat kesehatan masyarakat, mengetahui hubungan karakteristik responden dan karakteristik penelitian dengan kinerja petugas perawat kesehatan dan mengetahui variabel yang paling berhubungan terhadap kinerja petugas perawat kesehatan masyarakat dalam penanganan penderita TB di Kabupaten Tanggamus.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional/potong lintang, dimana pengukuran variabel bebas yaitu variable individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis, dan variabel terikat yaitu kinerja petugas perawatan masyarakat dilakukan secara bersamaan. Pengukuran variabel bebas dan terikat menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang mempunyai kinerja baik dan kinerja tidak baik sama besar, yaitu masing-masing 50%, terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik responden (umur, jenis kelamin) dengan tingkat kinerja petugas perawat kesehatan, terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik penelitian (lama kerja, pengalaman, imbalan, kepemimpinan, motivasi) dengan tingkat kinerja petugas perawat kesehatan dan varibel yang paling berpengaruh terhadap tingkat kinerja petugas perawat kesehatan adalah lama kerja dan motivasi.

Factors Related to the Performance of Public Health Nurse on Handling Tuberculosis Patients at the District of Tanggamus, Province of Lampung, 2004To overcome tuberculosis (TB) in the Province of Lampung and the District of Tanggamus has been conducted the therapeutic efforts by achieving minimal cure rate target that is 85% out of new cases of TB with BTA positive in every year and also the coverage of patient found gradually reaches 70% in 2005 which is conducted at available Puskesmas and another community health centers.
At the present, the handling of TB has not been showing a satisfactory result. It was shown from the coverage of TB patients with BTA positive in 2002 just reached 26% with cure rate 68%. Although the handling of TB in the District of Tanggamus has used DOTS Strategy in which using integrated short-term medicines for free but the patients of TB with BTA positive revealed 22% with cure rate 66%.
Public health nursing staffs (Perkemas) in handling TB patients used nursing process approach initiated from patient review to collect data, to analyze, and to identify the problems related to the patient, to conduct the treatment and acted as'PMO and also to evaluate in monitoring the patient progress.
The study was aimed to assess the performance of public health nurse, to assess relationship between the characteristics of respondent and research arid the performance of public health nurse on handling TB patients in the District of Tanggamus.
The study used cross sectional design in which the measurement of independent variables including individual, organization, and psychological variables were assessed at the same time with dependent variables of the performance of public health nurse. The measurement used questionnaire.
The study resulted that proportion of respondent who had good performance and inadequate performance was equal, 50% in each. There was significant relation between the characteristics of respondent (age and sex) and the performance level of public health nurse. Also there was significant relation between the characteristic of research (work span, experience, incentive, leadership, motivation) and the performance level of public health nurse. The most dominant variables towards the performance level of public health nurse were work span and motivation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indrati
"Penanggulangan TB di Propinsi Lampung dan juga Kabupaten Tanggamus mencakup upaya pengobatan dengan target angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru TB BTA positif setiap tahunnya, serta cakupan penemuan penderita secara bertahap setiap tahunnya diupayakan agar mencapai 70% pada tahun 2005, yang dilakukan melalui unit pelayanan Puskesmas yang ada dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Di Propinsi Lampung penanggulangan TB sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal itu terlihat dari cakupan penemuan penderita TB BTA positif pada tahun 2002 baru mencapai 26%, dengan angka kesembuhan 68%. Demikian juga di Kabupaten Tanggamus. walaupun penanggulangan TB sudah menggunakan strategi DOTS dengan panduan obat jangka pendek yang diberikan secara cuma-cuma, tetapi penemuan penderita TB BTA Positif hanya mencapai 22% dengan angka kesembuhan sebesar 66%.
Tenaga perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) dalam menangani penderita tuberkulosis menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan tahapan mulai dari pengkajian terhadap penderita untuk mengumpulkan data, menganalisa dan mengindetifikasi masalah yang berhubungan dengan penderita, kemudian melaksanakan penanganan dan bertindak sebagai PMO serta melakukan penilaian untuk memantau perkembangan penderita.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kinerja petugas perawat kesehatan masyarakat, mengetahui hubungan karakteristik responden dan karakteristik penelitian dengan kinerja petugas perawat kesehatan dan mengetahui variabel yang paling berhubungan terhadap kinerja petugas perawat kesehatan masyarakat dalam penanganan penderita TB di Kabupaten Tanggamus.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional/potong lintang, dimana pengukuran variabel bebas yaitu variable individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis, dan variabel terikat yaitu kinerja petugas perawatan masyarakat dilakukan secara bersamaan. Pengukuran variabel bebas dan terikat menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang mempunyai kinerja baik dan kinerja tidak baik sama besar, yaitu masing-masing 50%, terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik responden (umur, jenis kelamin) dengan tingkat kinerja petugas perawat kesehatan, terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik penelitian (lama kerja, pengalaman, imbalan, kepemimpinan, motivasi) dengan tingkat kinerja petugas perawat kesehatan dan varibel yang paling berpengaruh terhadap tingkat kinerja petugas perawat kesehatan adalah lama kerja dan motivasi.

To overcome tuberculosis (TB) in the Province of Lampung and the District of Tanggamus has been conducted the therapeutic efforts by achieving minimal cure rate target that is 85% out of new cases of TB with BTA positive in every year and also the coverage of patient found gradually reaches 70% in 2005 which is conducted at available Puskesmas and another community health centers.
At the present, the handling of TB has not been showing a satisfactory result. It was shown from the coverage of TB patients with BTA positive in 2002 just reached 26% with cure rate 68%. Although the handling of TB in the District of Tanggamus has used DOTS Strategy in which using integrated short-term medicines for free but the patients of TB with BTA positive revealed 22% with cure rate 66%.
Public health nursing staffs (Perkemas) in handling TB patients used nursing process approach initiated from patient review to collect data, to analyze, and to identify the problems related to the patient, to conduct the treatment and acted as PMO and also to evaluate in monitoring the patient progress.
The study was aimed to assess the performance of public health nurse, to assess relationship between the characteristics of respondent and research and the performance of public health nurse on handling TB patients in the District of Tanggamus.
The study used cross sectional design in which the measurement of independent variables including individual, organization, and psychological variables were assessed at the same time with dependent variables of the performance of public health nurse. The measurement used questionnaire.
The study resulted that proportion of respondent who had good performance and inadequate performance was equal, 50% in each There was significant relation between the characteristics of respondent (age and sex) and the performance level of public health nurse. Also there was significant relation between the characteristic of research (work span, experience, incentive, leadership, motivation) and the performance level of public health nurse. The most dominant variables towards the performance level of public health nurse were work span and motivation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarsintorini
"ABSTRAK
Ditinjau dari perjalanan sejarah, perawat sebagai profesi, telah turut aktif dalam upaya menyejahterakan umat manusia, dan akan terus berkembang di masa yang akan datang.
Tujuan Pembangunan Kesehatan secara jelas telah dikemukakan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Mengingat pentingnya kesehatan dalam segala segi kehidupan individu, keluarga dan masyarakat, maka upaya kesehatan diarahkan untuk seluruh masyarakat, dengan peran serta masyarakat, mencakup upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Upaya ini bersifat menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan.
Perawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan dan salah satu faktor yang ikut menentukan tercapainya Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional. Perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, karena perawat harus siap 24 jam mendampingi pasien.
Maka peran, fungsi dan tanggung jawab perawat sangat panting, baik tanggung jawab hukumnya yaitu tanggung jawab hukum pidana, perdata, dan administrasi maupun tanggung jawab non hukumnya yaitu tanggung jawab terhadap sumpah, kode etik keperawatan, dan organisasi profesinya yaitu PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
Tanggung jawab perawat terhadap Sumpah dan Kode Etik Keperawatan adalah tanggung jawab moralnya, karena Sumpah dan Kode Etik merupakan aturan perilaku dan sikap seorang perawat yang baik. PPNI adalah satu-satunya organisasi yang legal dan eksistensinya diakui pejabat Pusat dan Daerah, yang bertujuan melindungi perawat, membina dan membimbing serta mengusahakan kesejahteraan perawat, tetapi juga memberikan sanksi terhadap pelanggaran Sumpah Perawat dan Kode Etik Keperawatan. Maka perawat mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan AD/ART dan program kerja PPNI dengan baik.
Tanggung jawab terhadap hukum, bahwa perawat tidak terlepas dari kekuatan hukum yang mengikat, artinya perawat seperti juga orang-orang lain terikat pada hukum perdata dan hukum administratif. Sedangkan kepada hukum pidana, perawat maupun orang-orang lain harus tunduk. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum pidana yang disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Perawat dapat melakukan perbuatan pidana, sebagaimana orang-orang lain, tetapi apakah perawat yang melakukan perbuatan pidana kemudian juga dijatuhi pidana, tergantung apakah dalam melakukan perbuatan ini ia mempunyai kesalahan. Untuk adanya kesalahan harus ada unsur:
1. melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum).
2. di atas umur tertentu mampu bertanggung jawab.
3. mempunyai kesalahan yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan.
4. tidak adanya alasan pemaaf.
Dalam KUHP kita, tidak ada ketentuan arti kemampuan bertanggung jawab. Dari pendapat para sarjana, maka untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada :
1. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.
2. kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
Pada umumnya perawat mempunyai batin yang normal, kecuali jika ada tanda-tanda yang menunjukkan jiwa tidak normal. Jiwa yang normal mampu bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban pidana pada perawat terjadi bila perawat berbuat pidana ataupun berbuat malpraktik yaitu kelalaian dalam melaksanakan profesinya, dan tidak ada alasan pemaaf. Tetapi perawat melaksanakan pelayanan kesehatan bersama dokter, rumah sakit, lalu siapa yang bertanggung jawab jika ada perbuatan pidana?
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dengan penelitian ini diusahakan untuk mengungkapkan, pertama sejauh mana pertanggungjawaban pidana pada perawat, kedua sejauh mana perawat dapat berbuat malpraktik, ketiga sejauh mana tata nilai Sumpah dan Kode Etik mencapai tujuannya, dan keempat sejauh mana PPNI dapat memberikan perlindungan kepada anggotanya.
Untuk mengungkapkan data tersebut di atas, dilakukan penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan dengan cara wawancara, studi dokumentasi, observasi, dan analisis keputusan hukum pidana. Metode dan pendekatan yang dilakukan bersifat analitis, yuridis normatif yang bertumpu pada data sekunder, dilengkapi dengan pendekatan yuridis empiris.
Dari bermacam-macam hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1. Adanya kesadaran masyarakat bahwa kesehatan adalah penting dalam segala segi kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Orang yang tidak sehat tidak dapat berbuat apa-apa. Orang sakit berarti butuh biaya yang mahal.
2. Telah tampak peran serta masyarakat dalam upaya-upaya kesehatan, yang mencakup upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya adanya imunisasi, rawat mondok, dan lain-lain.
3. Profesi perawat sangat penting, karena tanpa perawat maka pelayanan keperawatan tidak mungkin terlaksana dan upaya kesehatan akan terganggu. Untuk pengadaan perawat telah didirikan Sekolah Perawat dan Akademi Perawat pada beberapa rumah sakit dan lulusannya menjadi perawat rumah sakit yang bersangkutan, atau dapat juga rumah sakit lain.
4. Adanya kerja sama yang baik antara perawat, dokter, dan rumah sakit sehingga tujuan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dapat tercapai, mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Perawat adalah mitra dokter, bukan pembantu dokter. Perawat mempunyai profesi keperawatan, dokter mempunyai profesi kedokteran.
5. Pengetahuan hukum, khususnya hukum pidana pada perawat terlihat masih belum memadai, masih banyak yang belum mengetahui secara jelas, perlu peningkatan penyuluhan dan ceramah.
6. Demikian juga tentang malpraktik pada perawat, masih belum dipahami oleh perawat. Sedangkan pengetahuan tentang malpraktik sangat penting, karena akibat malpraktik ini, ada kemungkinan pemberatan pidana 1/3 nya.
7. Pada umumnya perawat mempunyai jiwa yang normal, artinya faktor akal (intelektual factor) dan faktor perasaan / kehendak (volitional factor) dapat bekerja dengan baik. Faktor akal yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak. Faktor perasaan/kehendak yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsafan mana yang diperbolehkan, mana yang tidak.
8. Perawat yang melaksanakan perintah dokter tetapi keliru, pertanggung jawabannya dilihat per kasus, yaitu dengan melihat pada kesalahannya.
9. Sumpah perawat telah dilaksanakan dengan baik untuk setiap perawat yang telah lulus pendidikan, dan sumpah jabatan bila diangkat sebagai pegawai.
Sumpah dan Kode Etik Keperawatan pada umumnya para perawat masih mengingat isinya, tetapi masih banyak pula yang lupa isinya. Rumah Sakit sudah menyelenggarakan penyuluhan, ceramah tentang Sumpah dan Kode Etik Keperawatan ini dan memperbanyak dalam bentuk buku saku kecil. Dirasakan Kode Etik kurang berpengaruh pada sikap perawat, karena pelanggaran Kode Etik Keperawatan, sanksinya masih nampak belum jelas, hanya berupa tindakan persuasif, pendekatan nasehat, bimbingan dan pembinaan.
Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Kode Etik Keperawatan yang bertugas mengadili pelanggaran Kode Etik, belum terbentuk karena berbagai kendala, antara lain karena terbatasnya waktu para pakar warga keperawatan yang menguasai masalah tersebut.
PPNI juga belum berhasil menjabarkan Kode Etik Keperawatan yang telah ditetapkan pada Kongres I PPNI karena terbatasnya waktu dan sumber daya, sedangkan hal ini sangat diperlukan untuk dikukuhkan dengan peraturan perundangan tentang berlakunya Kode Etik Keperawatan Indonesia tersebut.
10. Ada sistem kontrol dengan kontinuitas yang cukup baik terhadap tugas perawat, sehingga belum pernah terjadi malpraktik, di samping juga karena pengaruh Sumpah, Kode Etik dan fungsi PPNI serta kesadaran para perawat untuk bersikap hati-hati, bertanggung jawab dan sesuai peraturan yang ada.
11. Tidak ada perbedaan yang pokok perlakuan antara perawat wanita dan perawat pria, perbedaan itu hanya pada giliran kerja malam, perawat pria lebih sering mendapat giliran malam. Ada 3 shift, pada akhir tugas harus dioperkan, tidak bisa pergi kalau yang mengganti belum datang, alat/bahan dioperkan kepada penggantinya dengan Berita Acara.
12. Siaran Berkala Bina Sehat yang diterbitkan oleh PPNI merupakan upaya agar semua perawat mengerti, melaksanakan asuhan keperawatan yang aktual.
13. Menteri Kesehatan RI telah menetapkan "Standar Praktik Perawat Kesehatan" yang merupakan acuan dan alat untuk menilai secara obyektif keberhasilan upaya keperawatan. Sedang dipersiapkan dalam konsep adalah pola pelayanan keperawatan dan legislasi keperawatan.
14. Bidang pendidikan keperawatan yang telah dicapai adalah Para Penjenang atau Perawat Kesehatan yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti pendidikan tambahan untuk memperoleh persamaan ijazah perawat kesehatan.
Perawat Kesehatan dan yang setingkat (Pengatur rawat, Perawat Bidan dll) serta memenuhi persyaratan dapat mengikuti pendidikan ke Akademi Perawatan atau DIII Keperawatan. Di samping itu dapat mengikuti pendidikan khusus untuk kebidanan atau training khusus untuk asuhan keperawatan penyakit jantung, ginjal, gawat darurat, perawat kesehatan masyarakat dll.
Lulusan Akademi Perawat dengan persyaratan tertentu dapat mengikuti pendidikan Sarjana strata 1 (S1) pada fakultas kesehatan masyarakat di UI, UNHAS, UNAIR, UNDIP dan Program Studi Ilmu Keperawatan FKUI yang diharapkan segera menjadi Fakultas Keperawatan mandiri.
Di samping itu kesempatan juga terbuka bagi tenaga keperawatan untuk belajar di luar negeri sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
15. Dalam upaya pengembangan profesi, yang paling lemah adalah penelitian di bidang keperawatan karena keterbatasan kemampuan dan waktu untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
16. Dalam rangka pengembangan karier, upaya agar semua institut/lembaga keperawatan dipimpin oleh tenaga perawat, sudah ada persetujuan prinsipiil dari pimpinan Departemen Kesehatan, namun dalam pelaksanaannya belum berjalan disebabkan berbagai hambatan, termasuk ketidaksiapan PPNI sendiri, terutama dalam memenuhi persyaratan pimpinan suatu unit kerja.
17. PPNI provinsi Jateng telah mendirikan Yayasan dan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) PPNI, serta Koperasi namun masih perlu mawas diri agar tidak menyebabkan turunnya citra perawat.
18. Masalah ketidaklancaran kenaikan pangkat dan terbatasnya kesempatan untuk menjadi anggota Tim Kesehatan Haji Indonesia, disebabkan karena persyaratan-persyaratan yang dirasa berat, kesulitan untuk melaksanakannya.
19. Namun masih perlu diperhatikan anggapan bahwa profesi perawat belum setaraf dengan profesi kesehatan lainnya, baik dari masyarakat luas maupun dari anggota organisasi tertentu dan bahkan mungkin dari warga keperawatan sendiri karena tidak mengikuti perkembangan ilmu, teknologi dan organisasi keperawatan saat ini.
20. Semua provinsi di Indonesia sudah terbentuk pengurus PPNI, namun daerah Tingkat II baru mencapai sekitar 90 % .
21. Kebanyakan tenaga keperawatan adalah tenaga dengan pendidikan menengah ke bawah sehingga sulit untuk dikembangkan. "
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library