Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Thariq Hawari
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus untuk membuktikan bahwa keterbatasan akses dalam fasilitas balap
otomotif menjadi salah satu penyebab balapan liar. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai
disukusi akses terhadap infrastruktur publik, menunjukkan bahwa salah satu kunci utama dari
infrastruktur publik adalah umum di masyarakat, mudah diakses, terbuka, dan terjangkau, dengan kata
lain dapat dikatakan inklusif. Riset ini berusaha melebarkan ruang literatur dari permasalahan sosial
ekonomi ke keseluruhan aksesibilitas dalam dunia balap otomotif. Hal ini disebabkan hanya terdapat
satu fasilitas balap permanen di area Jabodetabek yang berbiaya mahal bagi penggunaan pribadi dan
tidak ada pilihan lain untuk balapan secara resmi sampai sekarang, terkecuali terdapat acara-acara
tertentu. Penggunaan jalanan umum dapat juga dapat digunakan secara illegal sebagai lintasan drag
ataupun arena drifting oleh aktor balap mobil karena lebih mudah di akses yang mana kegiatan ini
dianggap sebagai balap liar. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kunatitatif dengan
pengisian kuesioner kepada responden sebagai pelaku dari balap liar di Jakarta, ditambah dengan
observasi pada kegiatan balap liar dan infrastruktur publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perilaku balap mobil benar adanya berhubungan dengan kemampuan aksesibilitas seseorang, di mana
balap mobil resmi lebih mudah di akses oleh kelompok yang memiliki kemampuan aksesibilitas yang
tinggi dari segi finansial, fisik, organisasional, dan ketersediaan waktu, sehingga kelompok yang
memiliki kemampuan aksesibilitas yang lebih rendah cenderung lebih memilih balap liar.

ABSTRACT
This research is focused on proofing that the limited access factors on automotive racing facilities are
causing illegal street racing. Based on previous researches about leisure activities in the city, stated that
the one of main role for public infrastructure things being popular to society is the accessible, open, and
affordable, or in other words for being inclusive. This research tried to widen literature space of access
issues and socioeconomic issues into automotive racing scene. Since there is only one permanent
racing facilities in Greater Jakarta area that cost a fortune for privateer and no other accessible racing
facilities which exist recently, in spite of well-prepared official racing events. Thus implies to main
argument that, lack of accessible legal places to race as a privater explains illegal street racing scene
happened in Jakarta. As the public road usage may also be used illegally as dragstrip or drift park by
street racers, as two-function of space. The method used in this research is quantitative approach that
using questionnaire to the respondents as the participants of street racing in Jakarta, plus using
observation to the street racing scene and public infrastructure. The research shows that automotive
racing activities are related to actors access ability. It shows that sanctioned automotive racing requires
highier accesibility abilities rather than illegal street racing."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Pandita
"Kebijakan SIPPT diterapkan oleh Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1971 awalnya sebagai suatu kebijakan pengendalian pembebasan tanah dan pengadaan infrastruktur FASOS FASUM di DKI Jakarta. Seiring dengan makin tertibnya bukti kepemilikan tanah, maka saat ini SIPPT lebih berperan sebagai kebijakan pengadaan infrastruktur FASOS FASUM.
Setelah kebijakan berjalan selama lebih dari 35 tahun dan telah menetapkan 2247 Pemegang SIPPT diseluruh Jakarta baru 11,9 % yang menyerahkan kewajiban sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam SIPPT. Ketidakberhasilan ini disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu ; landasan filosofis, peraturan perundangan dan jenis, besaran dan standar FASOS FASUM. Pada bagian saran penyempurnaan, ketiga faktor utama diatas dirangkai dengan beberapa sub faktor turunannya, kemudian dilakukan wawancara kepada pakar yang menguasai permasalahan SIPPT, hasil dianalisis dengan metode Analythic Hierarchy Program.
Hasil akhir solusi didapat bahwa kebijakan SIPPT harus dirubah menjadi Keputusan Gubernur sehingga lebih kuat dalam menerapkan sanksi. Substansi jenis, besaran dan standar FASOS FASUM juga harus direview sehingga tidak menyebabkan multitafsir seperti selama ini terjadi. Pada masa yang akan datang, kebijakan SIPPT sebagai salah satu sarana pengadaan aset infrastruktur FASOS FASUM memegang peranan pentingtidak hanya bagi penghuni kawasan namun juga harus memberi dampak positif bagi semua stake holders. Berdasar hal ini, maka filosofi, peraturan perundangan dan jenis, besaran serta standar harus direview ulang guna mewujudkan kota Jakarta yang adil bagi segenap warganya.

Land Use Appointment Permit (SIPPT) policy was imposed in 1971 by Governor of Ali Sadikin, initially as land acquisition control policy and provision for Public Utility and Public Infrastructure (FASOS/FASUM) in DKI Jakarta. As land ownership documentation improving, SIPPT was used more on infrastructure provision for FASOS/FASUM.
After more than 35 years implementing SIPPT policy and issued 2247 SIPPT holder, only 11,9 % SIPPT holder handed over their obligation as stated in SIPPT. This underachievement was triggered by three main factors; philosophical, law and regulation, unit and standard of FASOM/FASUM. In ?Suggestion for Improvement? chapter, those three main factors were combined with sub factors, followed with interview with experts in SIPPT subject.
Result of interview then analyzed using ?Analytic Hierarchy Program?. Final conclusions suggested that SIPPT policy should be reinforced into Governor Decree to enable stringent law enforcement. Substance of type, units, and standard must be reviewed to avoid ambiguity. In future, SIPPT policy as means for provision of infrastructure asset for FASUM/FASOS will play important role not only for the residence in an area but also to bring positive impact for all stakeholders. Base on those facts, then philosophy, law and regulation, type, units, and standards of FASUM/FASOS must be reviewed to create Jakarta as egalitarian city for all residence."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library