Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Idrus Salim
Abstrak :
Proporsi ketidakpatuhan penderita Tb paru berobat di beberapa daerah di Indonesia, angkanya bervariasi dan umumnya masih tinggi mulai dari 30 % sampai dengan 65 %. Kepatuhan berobat sangat penting karena berhubungan dengan resistensi. Di Kota Padang Propinsi Sumatera Barat penderita Tb paru dengan pengobatan kategori 1, tidak patuh berobat sebesar 38,88 %, sehingga kemungkinan terjadinya resistensi masih cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi penderita terhadap peran pengawas menelan obat dengan kepatuhan penderita Tb paru berobat di kota Padang tahun 2001. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu satu setengah bulan dengan menggunakan data primer. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol. Sampelnya adalah sebagian atau seluruh penderita tuberkulosis paru berumur 15 tahun atau lebih yang berobat ke Puskesmas di Kota Padang dari 1 Januari 2001 s/d 31 Desember 2001 yang memdapat obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I. Jumlah sampel sebesar 260 responden, yang terdiri dari 130 responden sebagai kasus dan 130 responden sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas penderita Tb paru BTA positif yang tidak patuh berobat terpapar oleh aktivitas PMO kurang baik 18,95 kali lebih besar, dibandingkan dengan probabilitas penderita Tb paru BTA positif yang terpapar dengan aktivitas PMO baik, setelah dikontrol oleh penghasilan keluarga dan pengetahuan penderita. Pengukuran dampak potensial memberikan informasi adanya kantribusi aktivitas PMO kurang baik terhadap terjadinya ketidakpatuhan penderita Tb paru BTA positif berobat di Kota Padang sebesar 81,46 %. Penelitian ini menyarankan kepada pengelola program perlu meningkatkan pengetahuan dan motivasi pengawas menelan obat, agar dalam melaksanakan tugas pengawasannya berjalan secara aktif. Meningkatkan pengetahuan penderita mengenai penyakit Tb paru serta akibat bila tidak patuh berobat. Dan perlu di teliti lebih lanjut terhadap variabel jenis PMO dan pekerjaan serta penghasilan keluarga dengan sampel yang lebih besar.
The Relationship of the Perception of Tb Patients on the Role of Treatment Observer and Compliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Padang, 2001The proportion of tuberculosis patients who does not take treatment regularly in Indonesia varies with areas, with the number ranging from 30 to 65%. Regularity in taking treatment is very crucial because it relates to drug resistance. In Padang, West Sumatra, category I tuberculosis sufferers who do not take treatment regularly is 38, 88%. Hence, the possibility of resistance is still high. The objective of the research is to study the perception relationship between the role of drug intake supervisors (DIS) or treatment observer and compliance of pulmonary tuberculosis patient attending the treatment in Padang in 2001. This study was conducted during a month and a half period using primary data. The design used is case-control study. Its sample consists of all pulmonary TB patient age 15 or above who take treatment at public health centers in Padang from January 1 to December 31, 2001. All of TB patient received-category I anti-tuberculosis drugs. The size of the sample is 260; the respondents consist of 130 as cases and another 130 as controls. The study found that the probability of positive sputum acid fast bacilli (category I) pulmonary TB patient who do not take treatment regularly under insufficient supervision of drug intake supervisors (DIS) is 18.95 times higher than the probability of category I pulmonary TB patients who do not take treatment regularly under sufficient supervision of drug intake supervisors (DIS), after improvement of family income and knowledge level of TB patients. As a conclusion, potential impact measurement provide information that insufficient activities of drug intake supervisors contribute to the irregularity of category I pulmonary TB patients in taking treatment in Padang of 81.46%. It is recommended to all program directors to improve knowledge and motivation of treatment observer and compliant in order to increase effectiveness of their supervisory duties. In addition, they should also improve knowledge of pulmonary TB patients and communicate negative impacts of not taking treatment regularly. And research of this kind should be expanded in the future, especially that relates to drug intake supervisors types, jobs, and family income, with bigger samples.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Suherman
Abstrak :
Salah satu aspek yang paling penting dalam menunjang keteraturan pengobatan adalah kepatuhan mengambil obat oleh penderita Tb Paru di puskesmas. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, diketahui bahwa proporsi ketidakpatuhan mengambil obat adalah 49,73%. Hal ini merupakan ancaman serius bagi terjadinya resistensi obat dan kegagalan pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengambil obat dikalangan penderita TB Paru di puskesmas Kota Tasikmalaya, yang dilaksanakan pada periode Januari s/d April 2001. Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional dengan populasi aktual seluruh penderita TB Paru BTA (+) yang berobat di puskesmas wilayah Kota Tasikmalaya. Jumlah sampel yang diteliti adalah 360, jumlah ini melewati jumlah sampel minimum yang diperoleh dengan perhitungan. Anaiisis yang dilakukan adalah analisis univariat,bivariat dan multivariat logistik regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita yang tidak patuh mengambil obat cukup tinggi sebesar 48,90%. Dari ke tujuh variabel independen, yang terbukti secara statistik bermakna adalah faktor umur (p=0,046; OR=1,707; 95%CI=1,039-2,804), Faktor jarak (p=-0,002; OR=2,141; 95%CI=1,337-3,433) dan jenis PMO (p=0,001; OR=2,164; 95%CI=1,397-3,351). Berdasarkan perhitungan dampak potensial, variabel yang paling dominan adalah jenis PMO yang memberikan kontribusi paling besar terhadap ketidakpatuhan mengambil obat yaitu 56,12%. Berdasarkan temuan peneliti, disarankan pertama mengembangkan sistem pemantauan yang berkesinambungan melalui program perawatan kesehatan masyarakat (PI-IN). Kedua, bagi penderita umur produktif perlu diamati secara lebih ketat dengan pendekatan KIE. Ketiga, dalam mengatasi jarak fasilitas pelayanan yang jauh dari rumah penderita perlu adanya keterlibatan BP, KIA dan Bidan Desa setempat. Keempat, untuk lebih mengefek-tifkan PMO perlu dikembangkan sistem rekruitmen, bimbingan dan pemantauan lebih lanjut.
Some Factors Related to Drug Taking Uncompliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Health Center in Tasikmalaya Municipality in Year 1999-2000One of the most significant aspect in supporting treatment regularity is drug taking compliance of pulmonary tuberculosis patients in health center_ Based on the previous research conducted in Tasikmalaya Municipality, it is proved that proportion of medicine taking compliance is 49,73%. This becomes drug resistance and treatment failure. The research objective is to find some factors related to drug taking uncompliance in health center in Tasikmalaya Municipality conducted from January to April 2001. The design used in this research is cross sectional design with actual population of entire patients of pulmonary tuberculaosis AFB (+) cured in health center in Tasikmalaya Municipality. The number of observed sample is 360 exceeding the minimum sample number obtained from the calculation. The analysis in this research is univariate, buvariate and regression logistic multivariate. The research result shows that patients who not taking drug is much higher i.e. 48,90%. Among independent variables which are statisticly significant related to are age (p--0,046; OR=1.707; 95%CI= 1.039-2.804), distance (p=0,002; OR=2.142; 95%CI=1,337-3.433) and treatment observer (p=O.O01; OR=2.I64; 95%CI=1.397-3.351). Based on the researcher findings, there are some suggested recomendation. First, most develop surveillance system through public health nursing program (PHN). Second, the patients of productive age should be observed closely using KIE approach. Third, to solve the distance of health facility, the BP, KIA and midwives should be involved in the recruitment system, cuonseling and surveilance of follow up activities be developed.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maina Setiani
Abstrak :
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Lesi tuberkulosis menggambarkan proses yang terjadi di paru dan dapat dideteksi oleh pemeriksaan radiologi toraks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dan faktor-faktor yang berhubungan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan desain cross sectional. Data didapatkan dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner dan pemeriksaan radiologi toraks pada 61 subjek di Nusa Tenggara Timur. Subjek sebagian besar berusia dibawah 50 tahun (65,5%), berjenis kelamin laki-laki (50,8%), memiliki keluhan batuk (63,9%), sesak napas (59%) dan nyeri dada (8,2%). Gambaran radiologi toraks yang ditemukan adalah lesi aktif TB (45,9%), lesi bekas TB (42,6%) dan normal (11,5%). Lesi tuberkulosis yang ditemukan adalah fibrosis (72,1%), infiltrat (45,9%), ektasis (45,9%), kavitas (3,3%), kalsifikasi (24,6%), penebalan pleura (13,1%) dan luluh paru (3,3%). Pengolahan data menggunakan SPSS 16 yang kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square dan kolmogorov-smirnov. Hasil yang diperoleh adalah tidak terdapat hubungan bermakna antara gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dengan usia (p = 0,985), jenis kelamin (p = 0,309), keluhan batuk (p = 0,357), sesak napas (p = 0,918) dan nyeri dada (p = 1,000). ...... Tuberculosis remains major health problem worldwide, including Indonesia. Tuberculosis lesions describe the process that occurs in the lung and can be detected by chest radiologic examination. This study aims to describe chest radiologic findings of post-pulmonary tuberculosis patients and associated factors in East Nusa Tenggara Province by using cross-sectional design. Data obtained by conducting interviews based on questionnaires and radiological examination in 61 subjects in East Nusa Tenggara. Most subjects are less than 50 years old (65.5%), male (50.8%), have cough (63.9%), dipsneu (59%) and chest pain symptom (8.2 %). Chest radiologic findings showed active lesion of TB (45,9%), former lesion of TB (42.6%) and normal (11.5%). Tuberculosis lesions found are fibrosis (72.1%), infiltrates (45.9%), ectasis (45.9%), cavities (3.3%), calcification (24.6 %), pleural thickening (13.1%) and destroyed lung (3.3%). Data processed using SPSS 16 and analyzed using the chi-square and kolmogorov-smirnov test. Results shows there is no relationship between chest radiologic findings of post pulmonary tuberculosis patients by age (p = 0.985), gender (p = 0.309), cough (p = 0.357), dipsneu (p = 0.918) and chest pain (p = 1.000).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rozali Namursa
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Para) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kunci utama dalam pemberantasan penyakit ini adalah keteraturan berobat penderita. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat penderita TB Paru.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli tahun 2000. Disain penelitian adalah cross sectional. Populasi penelitian adalah penderita yang mulai berobat di BP4 kota Palembang selama bulan Januari - Desember 2000 dan di diagnose sebagai penderita TB Paru. Sample diambil secara purposif berjumlah 221 orang, merupakan seluruh penderita yang berobat di BP4 kola Palembang pada bulan Januari - Desember 1999 dan di diagnose sebagai penderita TB Paru.

Dari 221 responden dalam penelitian, 35% diantarannya tidak teratur minum obat. Hasil analisis bivariat terhadap 14 variabel bebas dengan variabel terikat, menghasilkan 5 variabel yang mempunyai hubungan bermakna (p<0,05) dengan keteraturan berobat, yaitu : sikap pengobat Odds Rasio = 1,987 (95% CI 1.112 - 3.549), jarak ke tempat pengobatan Odds Rasio = 2,171 (95% CI 1.173 - 4.017), persepsi tentang TB Paru Odds Rasio = 3,125 (95% CI 1.138 -- 8.581), manfaat berobat teratur Odds Rasio = 3,648 (95% CI 1.870 - 7.115) dan biaya pengobatan Odds Rasio = 2,754 (95% CI 1.542 - 4.919).

Hasil analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik metode Backward Stepwise dari 5 variabel bebas yang berhubungan bermakna pada analisis bivariat, ternyata hanya 2 variabel yang mempunyai hubungan bermakna (p<0,05) dengan keteraturan berobat,yaitu" biaya pengobatan Odds Rasio 2,2605 (95% CI 1.2370 - 4.1310) dan manfaat berobat teratur Odds Rasio = 2,9716 (95% CI 1.4900 - 5.9267).

Disarankan perlu penyuluhan tentang manfaat berobat teratur bagi penderita TB Paru dan penelitian lebih lanjut mengenai pembiayaan pengobatan TB Paru. Daftar Pustaka 44 : (1974 - 2000).

abstract
Pulmonary Tuberculosis has been a serious public health problem among people in the developing countries as well as Indonesia. The primary key to eliminating this disease is the regularity of taking medicine (compliance).

This research aimed to discover the factors related to the regularity of taking medicine among Pulmonary Tuberculosis patients who were undergoing treatment at Lung Clinic or BP4 Palembang from January through December 1999. The research was done in June and July 2000 with cross sectional method. The population was all patients under treatment of Pulmonary Tuberculosis in January through December 2000. The sample was taken purposively as many as 221 people.

Multivariate analysis shows that patients (33.5%) are irregularity taking medicine. Bivariate analysis towards 14 independent variables with dependent variables indicates 5 variables which have significantly relationship (p<0.05) with the regularity of taking medicine, that is : the attitude of provider Odds ratio = 1.987 (95% CI 1.112 - 3.549), the distance to the medical facility Odds ratio = 2.171 (95% CI 1.173 - 4.017), the perception about Pulmonary Tuberculosis Odds ratio = 3.125 (95% CI 1.138 - 8.581), the effectiveness of the regularity of taking medicine Odds ratio = 3.648 (95% CI 1.870 - 7.115) and medical cost Odds ratio = 2.754 (95% CI 1.542 - 4.919).

The multivariate analysis, using logistic regression of Backward Stepwise method, towards 5 independent variables having significant relationship (p<0.05) with the regularity of taking medicine, both are the medical treatment cost Odds ratio = 2.2605 (95% CI 1.2370 - 4.1310) and the effectiveness of the regularity of taking medicine Odds ratio .- 2.9716 (95% CI 1.4900 -5.9267).

The conclusion is that the factor of the regularity of taking medicine among patients of Pulmonary Tuberculosis is strongly influenced by the factor of the effectiveness of the regularity of taking medicine.

It is necessary to recommend more information about the effectiveness of the regularity of taking medicine to the patients of Pulmonary Tuberculosis as well as further research action, to get more knowledge about how strong the influence of medical cost is.

1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library