Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Markus Asner Corinsius
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti untuk mengangkat kasus kepailitan antara PT. PJI dan
PT. Telkomsel. Permasalahan dimulai dari adanya Perjanjian Kerja Sama – PKS antara kedua
pihak mengenai sebuah produk yang bernama Kartu Prima. PT. PJI menganggap bahwa
penolakan atas pengiriman barang oleh PT. Telkomsel atas Purchase Order (PO) yang
diajukan oleh PT. PJI, dapat dikatakan sebagai adanya utang. Adanya utang tersebut
dijadikan oleh PT. PJI sebagai dasar mengajukan permohonan kepailitan yang
mengakibatkan PT. Telkomsel dinyatakan pailit dalam putusan pengadilan tingkat pertama
yaitu Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun putusan tersebut
dibatalkan pada tingkat Mahkamah Agung. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif dengan mengkaji dokumen, hukum yang berlaku dan kamus. Di sisi lain,
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Purchase Order (PO) dapat
dijadikan sebagai dasar adanya utang yang dapat digunakan sebagai dasar pengajuan
permohonan kepailitan kepada Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan
bagaimana Hukum Kepailitan mengatur mengenai pemberlakuan imbalan kurator dengan
diberlakukannya Keputusan Menteri Hukum dan Ham No. 01 tahun 2013.

ABSTRACT
This research is conducted by the researcher to raise the bankruptcy case between
PT. PJI and PT. Telkomsel. The problem starts from the mutual agreement
between both parties regarding a product namely Kartu Prima. PT. PJI considers
that the refusal of product delivery by PT. Telkomsel over the establishment of
Purchase Order (PO) by PT. PJI, can be considered as the existence of debt. The
existence of debt is used as the ground of submiting the bankruptcy petition by
PT. PJI which cause PT. Telkomsel declared bankrupt by Commercial Court of
Central Jakarta District Court. However, that decision was withdrawn by Supreme
Court. The method of this research using normative legal research by examining
document, laws and dictionary. In the other side, the purpose of this research is to
determine whether a Purchase Order (PO) can be considered as a debt to be
brought as the basis of submiting bankruptcy petition to the Commercial Court of
Central Jakarta District Court and how Bankruptcy Law governs the application
of fee of curator to Telkomsel Case, regarding the establishment of Decree by
Minister of Law and Human Rights No. 01 of 2013."
2014
S53197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aufa Salsabila Imtisatami
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) sangat berperan penting dalam proses pengadaan karena jika di dalam proses pengadaan di PBF tidak berjalan dengan baik maka akan berpengaruh kepada proses distribusi ke tempat pelayanan kefarmasian lainnya sehingga dapat menyebabkan ketersediaan obat di tempat pelayanan kefarmasian sedikit. Pedagang Besar Farmasi merupakan perusahaan yang berbentuk badan hukum yang mimiliki izin pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi atau sesama PBF. Namun, tidak semua PBF yang dapat melakukan pengadaan obat secara langsung di industri farmasi. PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat dari PBF Pusat saja. Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker di KFTD cabang Bogor yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa KFTD cabang Bogor dalam melakukan perencanaan pengadaan didasarkan pada tiga metode antara lain purchase order (PO) atau stock transfer order (STO) kalkulator, forecast (marketing), dan PO outlet atau ID paket. KFTD cabang Bogor membuat surat pesanan berupa purchase order (PO) untuk produk kimia farma dan semua narkotika serta stock transfer order (STO) diperuntukkan produk non-Kimia farma serta pesanan relokasi antar cabang. KFTD cabang Bogor melakukan pengadaan kepada Unit Logistik Sentral (ULS) dan Unit Kerja Logistik (UKL) harus melalui KFTD pusat.

Pharmaceutical Wholesalers (PBF) play an important role in the procurement process because if the procurement process at PBF does not go well, it will affect the distribution process to other pharmaceutical service locations so that the availability of drugs in pharmaceutical service locations is low. Pharmaceutical Wholesalers are companies in the form of legal entities that have permits to procure, store, distribute drugs or medicinal substances in large quantities in accordance with statutory provisions. PBF can only procure drugs from the pharmaceutical industry or fellow PBFs. However, not all PBFs can procure drugs directly in the pharmaceutical industry. PBF branches can only procure drugs or medicinal ingredients from the central PBF. Based on the results of the Pharmacist Professional Work Practice at the KFTD Bogor branch which has been carried out by researchers, it can be concluded that the KFTD Bogor branch in carrying out procurement planning is based on three methods including purchase orders (PO) or stock transfer orders (STO) calculators, forecasts (marketing), and outlet PO or package ID. KFTD Bogor branch issues orders in the form of purchase orders (PO) for pharmaceutical chemical products and all narcotics as well as stock transfer orders (STO) for non-chemical pharmaceutical products as well as orders for relocation between branches. The KFTD Bogor branch procures to the Central Logistics Unit (ULS) and the Logistics Work Unit (UKL) must go through the central KFTD."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library