Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harun Wijanarko Kusuma Putra
"Latar Belakang: Benign prostate hyperplasia (BPH) dan Chronic Kidney Disease (CKD) adalah dua masalah urologi yang sering ditemukan bersatu pada pria yang lebih tua. Meskipun teori telah menyarankan bahwa BPH mungkin merupakan faktor risiko untuk CKD, luas asosiasi tetap tidak diketahui. Ulasan ini ingin membangun analisis sistematis, menyelidiki hubungan antara BPH dan CKD dari studi observasi yang diterbitkan.
Metode: Pencarian literatur pada studi observasional dilakukan menggunakan kombinasi operator Boolean dalam tiga database medis: MEDLINE, EMBASE, dan SCOPUS; menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang ditentukan sebelumnya. Literatur yang dipilih dinilai untuk kualitasnya menggunakan indeks kualitas Downs dan Black yang dimodifikasi. Data yang diekstrak dikumpulkan untuk analisis menggunakan model efek acak DerSimmonian dan Laird, karena desain studi yang berbeda. Heterogenitas diukur menggunakan statistik I2, analisis subgroup dilakukan untuk pengukuran hasil yang berbeda dan cut-off.
Hasil: Lima studi observasi dipilih, terdiri dari dua kohort dan tiga studi cross-sectional, dan melibatkan total 38460 peserta. Hasil penilaian kualitas pada studi tersebut mencapai skor rata-rata 80,6%. Analisis gabungan menunjukkan hubungan yang signifikan antara dua pengukuran BPH (Qmax <15 mL/s dan IPSS >7) dan CKD, dengan OR 2.05 (95%CI 1.30-3.23, I2=31%) dan OR 2.12 ( 95%CI 1.12-4.02, I2 = 72%) masing-masing. Pengukuran prostat, yaitu volume prostat dan tingkat PSA, tidak terkait secara signifikan dengan CKD. (Nilai P dari 0,89 dan 0,60 masing-masing).
Kesimpulan: BPH bertindak sebagai faktor risiko dan faktor memperburuk perkembangan CKD. Screening dan pengobatan segera untuk koeksistensi BPH dan CKD harus diterapkan dalam praktek klinis sehari-hari dan harus dimasukkan ke dalam pedoman masa depan.

Background: Benign prostate hyperplasia (BPH) and chronic kidney disease (CKD) are two urological problems commonly found coexisting in older men. Though theories have suggested that BPH might be a risk factor for CKD, the extend of the association remains unknown. This review would like to construct a systematic analysis, investigating the association between BPH and CKD from published observational studies.
Methods: Literature search on observational studies was done using combinations of Boolean operators in three medical databases: MEDLINE, EMBASE, and SCOPUS; using predetermined inclusion and exclusion criteria. Selected literatures were assessed for their quality using modified Downs and Black quality index. Extracted data was pooled for analysis using DerSimmonian and Laird random-effect model, due to varying study designs. Heterogeneity were quantified using I2 statistic, subgroup-analysis were conducted for different outcome measures and cut-offs.
Result: Five observational studies were selected, consisting of two cohorts and three cross-sectional studies, and involving a total number of 38460 participants. Results of quality assessment on the studies was in average score of 80.6 %. Pooled analysis showed significant association between two BPH measures (Qmax <15 mL/s and IPSS >7) and CKD, with OR 2.05 (95%CI 1.30-3.23, I2=31%) and OR 2.12 (95%CI 1.12-4.02, I2=72%) respectively. Prostatic measures, namely prostate volume and PSA level, were not significantly associated with CKD (P value of 0.89 and 0.60 respectively).
Conclusion: BPH act as both risk factor and aggravating factor for progression of CKD. Screening and prompt treatment for coexistence of BPH and CKD should be applied in daily clinical practice and should be included in future guidelines.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Edith Anggina
"Detrusor underactivity DU adalah berkurangnya kekuatan dan/atau durasi kontraksi yang mengakibatkan pengosongan kandung kemih yang memanjang atau inkomplit. Sebanyak enam pasien dengan diagnosis DU diinklusikan dalam penelitian ini. Akupunktur tanam benang dilakukan dengan menggunakan polydioxanone PDO yang ditusukkan di titik akupunktur BL33 dan CV3 dengan teknik penetrating needling. Akupunktur tanam benang dilakukan sebanyak satu kali. Transcutaneous tibial nerve stimulation TTNS dilakukan sebanyak 3 kali seminggu selama 4 minggu.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata volume berkemih sebelum 72,00 70,48 dan setelah 158,17 139,58 akupunktur tanam benang dan TTNS, p = 0,115, namun didapatkan peningkatan dengan rerata 86,17 110,80. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai PVR sebelum 164,00 173,69 dan setelah 74,83 126,28 terapi, p = 0,151, namun didapatkan penurunan sebesar 89,17 129,07. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata Qmax sebelum 4,12 3,28 dan setelah 12,35 9,20 , p = 0,085, namun didapatkan peningkatan sebesar 8,23 9,41. Terdapat perbedaan bermakna antara skor kualitas hidup sebelum dan setelah terapi dengan p = 0,017.
Kesimpulan : akupunktur tanam benang dan TTNS dapat meningkatkan volume berkemih, menurunkan PVR, dan meningkatkan Qmax penderita DU, dan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita DU secara signifikan.

Detrusor underactivity DU is a contraction of reduced strength and/or duration resulting in prolonged and/or incomplete bladder emptying. A total of six DU patients were included in this research. We did thread-embedding acupuncture by inserting polydioxanone PDO into BL33 and CV3 acupuncture points with penetrating needling techniques. Thread-embedding acupuncture was given once. Transcutaneous tibial nerve stimulation TTNS was given 3 times in a week during 4 weeks.
The results showed no significant differences between before and after treatment on voided volume 72,00 70,48 and 158,17 139,58, p = 0,115, but there was improvement with mean 86,17 110,80. There was no significant difference between before and after treatment on PVR 164,00 173,69 and 74,83 126,28, p = 0,151, but there was improvement with mean 89,17 129,07. There was no significant difference between before and after treatment on Qmax 4,12 3,28 and 12,35 9,20 , p = 0,085, but there was improvement with mean 8,23 9,41. There was significant difference between before and after treatment on quality of life scoring with p = 0,017.
Conclusion : thread embedding acupuncture and TTNS increase voided volume, and Qmax, decrease PVR, improve quality of life in in detrusor underactivity patients significantly
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library