Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Demy Faheem Dasril
"Pendahuluan: Cedera ACL merupakan penyakit dengan impact besar pada pasien usia produktif. Pada penelitian ini, fokus utama adalah pilihan graft. Autograft quadriceps merupakan pilihan yang rasional untuk masyarakat Asia dimana diameter serta panjang tendon hamstring lebih kecil. Kami bermaksud melakukan perbandingan luaran klinis antara autograft quadriceps dan hamstring pada kasus rekonstruksi ACL per artroskopik.
Metode: Desain penelitian adalah kohort prospektif. Tiga puluh pasien diikutsertakan dalam studi ini yang dibagi menjadi dua grup (quadriceps dan hamstring). Pengambilan data berlangsung selama 1 tahun (Februari 2016-2017) di RSPAD Gatot Subroto dan RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Instrumen yang digunakan adalah rolimeter dan 3 buah kuesioner (IKDC, Tegner-Lysholm, dan KOOS). Evaluasi dilakukan secara repeated time measurements.
Hasil: Rerata rolimeter kelompok quadriceps 3,12 ± 0,94 dan kelompok hamstring 3,87 ± 0,61 (p=0,015). Parameter side to side difference didapatkan lebih baik pada kelompok quadriceps (0,34 ± 0,70) dibandingkan hamstring (0,84 ± 0,60) dengan p=0,04. Pada skor IKDC, didapatkan data 1 bulan (p=0,002; rentang 95%IK [8,81-31,79]) dan 3 bulan (p=0,004; 95%IK [4,85-20,39]) paska operasi yang baik. Skoring Tegner-Lysholm bermakna pada kedua data (numerik dan kategorik). Pada data numerik (1 bulan paska operasi), didapatkan nilai p=0,004 yang sinkron dengan data kategorik (p=0,050). Untuk skoring KOOS, didapatkan hasil bermakna pada 3 dan 6 bulan paska operasi pada sub-item nyeri (p=0,034) serta symptoms (p=0,001).
Diskusi: Luaran klinis pada kelompok quadriceps lebih baik dibandingkan hamstring, baik secara parameter obyektif maupun subyektif.

Introduction: ACL rupture has a high impact in productive-age population. In this research, the main focus is the graft choice. Quadriceps is a rational choice for Asian population in which the diameter and length of the hamstring tendon is small. In this research, we evaluate the clinical outcome between quadriceps and hamstring autografts in arthroscopic-assisted ACL reconstruction.
Methods: Research design was prospective cohort. Total sample was 30 patients divided into 2 groups (quadriceps and hamstring). Sampling was taken between February 2016-2017 (1 year) in Army Hospital Gatot Subroto and Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Instruments used in this study are the rolimeter and questionnaires (IKDC, Tegner-Lysholm, dan KOOS). Data assessment was carried out in repeated time measurements.
Results: Mean difference of quadriceps (3,12 ± 0,94) and hamstring (3,87 ± 0,61) is statistically different (p=0,015). Side to side difference shows better result in quadriceps (0,34 ± 0,70) compared to hamstring (0,84 ± 0,60) with p=0,04. IKDC scores in 1 month (p=0,002; CI95% [8,81-31,79]) and 3 months (p=0,004; CI95% [4,85-20,39]) post operative is better in quadriceps group. In Tegner-Lysholm assessment (1 month post operative), the numbers were consistent between numeric data (p=0,004) and categoric data (p=0,050) in quadriceps group. There was an improvement during 3 and 6 months post operative KOOS sub-item scales; pain (p=0,034) and symptoms (p=0,001).
Discussion: The functional outcome of quadriceps group was better than hamstring group, based on objective and subjective parameters."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Rinaldi
"Latar Belakang : Peningkatan persentase usia lanjut Indonesia disertai proporsi perempuan melebihi laki-laki meningkatan masalah kesehatan perempuan usia lanjut khususnya jatuh. Kelemahan otot kuadriseps femoris adalah faktor risiko jatuh yang dan dapat diintervensi serta seringkali muneul bersamaan dengan defisiensi vitamin D pada usia lanjut. Penelitian di dunia tentang hubungan keduanya belum signifikan bahkan ada yang tidak signifikan sehingga masih kontroversi. Penelitian ini dilakukan di Indonesia yang mengalami dua musim dengan alat ukur dinamometer Cybex yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya guna melengkapi hasil-hasil yang sudah ada. .
MetodoIogi : Penelitian dilakukan di tiga panti werdha di Jakarta dan satu di Bekasi dengan desain korelatif potong lintang pada bulan Januari 2005 terhadap perempuan mandiri berusia 60 tahun atau lebih. Subyek diperiksa kekuatan otot kuadriseps femoris dengan alat dinamometer Cybex pada kecepatan 150°Idetik sebanyak 2 set (3 repetisi dengan waktu istirahat 30 detik). Konsentrasi 25 (OH) D diperiksa dengan cara ELISA.
Basil : Dari 67 perempuan usila yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, lima orang diantaranya mengundurkan diri saat pemeriksaan kekuatan otot kuadriseps femoris. Rerata (SB) usia adalah 71,1 (7,2) tahun, konsentrasi vitamin D serum adalah 68,2 (21,6) nmoill, dengan konsentrasi < 50 nmoIll sebesar 22,6%, median (minimum-maksimum ) kekuatan otot kuadriseps femoris adalah 40,00 (11-116) N.m., dengan persentase subyek yang mengalami kelemahan otot sebesar 82,3%. Terdapat korelasi konsentrasi 25 (OH)D serum dengan kekuatan otot kuadriseps femoris (r = 0,327 ; P = 0,009).
Simpulan : Pada perempuan usia lanjut Indonesia konsentrasi 25(OH)D serum berkorelasi dengan kekuatan otot kuadriseps femoris. Proporsi perempuan usia lanjut dengan kekuatan otot yang lemah lebih besar dibandingkan dengan dengan perempuan usia lanjut dengan kekuatan otot yang normal. Besamya proporsi kelompok kekuatan otot yang lemah lebih besar pada kelompok usia yang lebih tua. Proporsi status vitamin D berturut-turut dari yang paling besar sampai yang paling kecil adalah normal dan defisiensi vitamin D.

Background
The increase of elderly people in Indonesia with a higher proportion of women impact on the increase of the health problem , especially the falls. One of the falls risk factor that could be intervented is the femoral quadriceps weakness. More commonly vitamin D deficiency may also occur some previous studies on the correlation between falls and vitamin D deficiency showed no significant results and it remains controversial. This study was performed in Indonesia and using a cybex dynamometer. It is a reliable tool to measure the muscle strength and has been validated.
Objective
To investigate correlation between serum vitamin D (25(OH)D) concentration and the femoral quadriceps femoral muscle strength in Indonesia elderly women in nursing homes
Methods
This study was a cross sectional. correlative study and conducted at three nursing. homes in Jakarta and one nursing homes in Bekasi. On January 2005. The subjects were women aged 60 years or above. Those selected study subjects underwent the femoral quadriceps muscle strength examination with cybex dynamometer on speed of 15001second, twice (three repetition with a rest time of 30 second). 25 (OH)D concentration was measured by ELISA.
Results
Out of 67 subjects met the required criteria for this study. Five subjects were discharged when femoral quadriceps muscle strength examinations were performed. The mean age was 71.1 (SD 7.2) years old while the mean serum vitamin D concentration was 6&2 (SD 21.6) nmolIl. Vitamin D deficiency 50 nmolll) was found in 22.6% of subjects. It was also found that the median (minimum-maximum) femoral quadriceps muscle strength was 40.00 (11-116) N.m. Approximately, 82.3% of subjects had muscle weakness overall, there was a correlation between serum 25 (OH)D concentration and femoral quadriceps muscle strength ( r = 0.327; P = 0.009).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikram Picaso
"Obesitas merupakan suatu trend yang semakin banyak di dunia. Hal ini terjadi karena banyak faktor seperti junk food, globalisasi, dan penurunan aktivitas fisik. Obesitas sendiri merupakan faktor terbesar terjadinya Osteoartritis (OA) lutut. Otot quadriceps adalah salah satu otot yang melindungi sendi lutut. Pasien OA lutut ditemukan memiliki kelemahan otot quadriceps. Hubungan antara obesitas dan OA lutut serta hubungan antara OA lutut dengan kekuatan otot quadriceps sudah banyak diteliti, namun hubungan antara IMT dan kekuatan otot quadriceps masih belum jelas. Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kekuatan otot quadriceps pada pasien obesitas dengan OA lutut. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional secara analitik. Populasi subjek penelitian merupakan pasien obesitas dengan OA lutut di poli Rehabilitasi Medik RSCM. Data subjek penelitian diambil dari rekam medis elektronik lalu diskrining menggunakan kriteria eligibilitas sehingga didapatkan 18 subjek penelitian berdasarkan jumlah minimum sampel. Analisis data digunakan korelasi spearman di software SPSS. Hubungan dinyatakan bermakna secara statistik apabila p<0.05. Proses analisis data dengan korelasi spearman pada variabel Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kekuatan otot quadriceps menghasilkan nilai p<0.05 dengan nilai rho -0,498. Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa terdapat inverse correlation antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kekuatan otot quadriceps yang bermakna secara statistic, maka semakin besar IMT seseorang, semakin lemah kekuatan otot quadriceps subjek pada populasi pasien obesitas dengan OA lutut.
......Obesity is an increasing trend in today’s world. This happens because various factors such as increase in availability of junk food, globalization, and decrease in physical activity. Obesity is one of the biggest risk factor for knee OA. Quadriceps muscle is one of the muscle that protects the knee joint. There is a lot of findings of weakening in quadriceps muscle strength in knee OA patients. There is a lot of evidence for the correlation of obesity and knee OA, there is also a lot of evidence for the correlation of knee OA and quadriceps muscle strength, but there is very little evidence for the correlation between BMI and quadriceps muscle strength. This study is made to find the correlation between BMI and quadriceps muscle strength in obese patients with knee OA. This study has an analytic cross-sectional design. The population of this study’s subject is obese patients with knee OA in the Department of Medical Rehabilitation of dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Subject’s data is acquired through electronic medical records and then screened using a particular eligibility criteria. This study acquired 18 subjects according to the minimum study sample. Data was analysed using spearman correlation in SPSS software. The correlation is stated statistically significant if p<0,05. Data analysis using spearman correlation to search for the correlation between BMI variable and quadriceps muscle strength variable shows a result with p<0.05 and a rho of -0,498. Based on the results of data analysis, it can be concluded that there is an inverse correlation between BMI and quadriceps muscle strength that’s statistically significant. Therefore, in obese patients with knee OA, the higher the BMI means the lower the strength of quadriceps muscle is."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimatus Zahroh
"Tesis ini disusun untuk mengetahui efektivitas penggunaan elastic taping terhadap intensitas nyeri, kekuatan otot quadriceps dan status fungsi lutut pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut. Penelitian menggunakan desain uji eksperimental Randomized Control Trial. Subjek penelitian merupakan pasien overweight dan obesitas dengan osteoarthritis lutut, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Semua subjek dari kedua kelompok mendapatkan latihan standar berupa latihan aerobik dengan ergocycle, latihan penguatan otot quadriceps dan hamstring dengan NK table dan latihan keseimbangan dengan balance board sesuai dengan prosedur di Poliklinik Obesitas Departemen Rehabilitasi Medik RSCM Jakarta yang dilakukan 2x/minggu selama 2 minggu. Kelompok perlakuan mendapatkan pemasangan 3 elastic taping dengan tarikan 40- 50%, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pemasangan elastic taping dengan arah pemasangan yang sama namun tanpa penarikan. Pemasangan elastic taping dilakukan sebanyak 3 kali dalam waktu 2 minggu. Hasil keluaran penelitian ini berupa intensitas nyeri berdasarkan nilai VAS, kekuatan otot quadriceps yang diukur menggunakan handheld dynamometer serta penilaian kuesioner KOOS pada sebelum, setelah 1 minggu dan setelah 2 minggu pemasangan elastic taping. Analisis statistik dilakukan untuk membandingkan perubahan nilai VAS, kekuatan otot quadriceps dan nilai keusioner KOOS sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemasangan elastic taping sebagai terapi tambahan efektif dalam menurunkan nilai VAS, meningkatkan kekuatan otot quadriceps, dan nilai kuesioner KOOS pada pasien overweight dan obesitas dengan osteoartritis lutut setelah diberikan intervensi selama 2 minggu. Perbaikan nilai median VAS pada kelompok kontrol dan perlakuan masing-masing sebesar
3 (1-4) dan 2 (1-3) dan didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,008. Peningkatan rerata kekuatan otot quadriceps pada kelompok kontrol dan perlakuan masing- masing sebesar 3,44±0,71 kg dan 5,66±1,71 kg, dan didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p< 0,001. Peningkatan rerata nilai kuesioner KOOS pada kelompok kontrol dan perlakuan masing-masing sebesar 12,92±3,51 dan 17,02±5,59, dan didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p=0,023. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai efektivitas elastic taping dalam jangka waktu yang lebih lama serta untuk membandingkan efektivitas aplikasi elastic taping pada otot quadriceps antara metode dua taping dengan tiga taping untuk melihat perbandingan penurunan intensitas nyeri.

This thesis was aimed to determine the effectiveness of elastic taping on pain intensity, quadriceps muscle strength and knee function status in obese patients with knee osteoarthritis. The study used an experimental randomized control trial design. The subjects were overweight and obese patients with knee osteoarthritis, which was divided into 2 groups: control and intervention groups. All subjects from both groups received standard exercises: aerobic exercise with ergocycle, quadriceps and hamstring muscle strengthening exercises with NK tables and balance exercises with balance board in accordance with procedures at the Obesity Polyclinic, Department of Medical Rehabilitation of RSCM Jakarta, which was conducted 2x/week for 2 weeks. The intervention group received an application of 3 elastic taping with 40-50% stretched, while the control group received an application of elastic taping with the same mounting direction but without stretching. Installation of elastic taping is done 3 times in 2 weeks. The results of this study include pain intensity based on VAS values, quadriceps muscle strength measured using a handheld dynamometer and KOOS questionnaire assessment before, after 1 week and after 2 weeks of elastic taping application. Statistical analysis was performed to compare changes in VAS values, quadriceps muscle strength and KOOS questionnaire values after the intervention in the control and intervention groups. The results stated that the application of elastic taping as an adjunct therapy was effective in reducing the value of VAS, increasing quadriceps muscle strength, and the value of the KOOS questionnaire in overweight and obese patients with knee osteoarthritis after 2 weeks of intervention. Improvements to the median VAS values in the control and intervention groups were 3 (1-4) and 2 (1-3), respectively, and a significant difference was obtained with p value 0.008. The mean increase in quadriceps muscle strength in the control and intervention groups was 3.44
± 0.71 kg and 5.66 ± 1.71 kg, respectively, and a significant difference was obtained with p value <0.001. The increase in the average value of the KOOS questionnaire in the control and intervention groups was 12.92 ± 3.51 and 17.02 ± 5.59, respectively, and a significant difference was obtained with p value 0.023. Further research is needed to assess the effectiveness of elastic taping over a longer period of time and to compare the effectiveness of the application of elastic taping in the quadriceps muscle between the two taping and three taping methods to see a comparison of the decrease in pain intensity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Matrahman
"Nyeri merupakan gejala utama pada pasien dengan Osteoartritis OA , dan berdampak terhadap gangguan fungsional serta penurunan kualitas hidup. Latihan isometrik kuadrisep dan Jalan kaki dapat menjadi alternatif latihan pada pasien OA lutut untuk mengurangi keluhan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbandingan efektifitas jalan kaki dan latihan isometrik kuadrisep terhadap nyeri dan rentang gerak sendi pada pasien dengan osteoartritis lutut. Desain penelitian menggunakan quasi-experimental design dengan pendekatan non equivalent control group before - after. Jumlah sampel terdiri dari 17 responden pada masing-masing kelompok dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan jalan kaki efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi pasien OA lutut p 0.000. Latihan isometrik kuadrisep efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi fleksi lutut pasien OA lutut p 0.000. Namun setelah dibandingkan kedua latihan tersebut menunjukkan bahwa latihan jalan kaki tidak lebih efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi fleksi lutut daripada latihan isometrik kuadrisep pada pasien OA lutut p 0.000. Perlu dibuat protap latihan jalan kaki dan latihan isometrik kuadrisep yang terprogram. Pasien dengan obesitas dan derajat OA sedang bisa diarahkan dengan pilihan latihan isometrik kuadrisep. Sedangkan pasien dengan berat badan normal atau indeks masa tubuh kurang dan OA derajat ringan, bisa diarahkan pada latihan jalan kaki, serta pemberian edukasi gaya hidup agar kualitas hidup menjadi lebih baik.
......
Pain is known as the main symptom of Osteoarthritis OA which affect on the functional impairment and patient rsquo s quality of life. Alternatively, isometric quadriceps exercise and walking exercise could be employed to reduce the pain among knee OA patients. This study aimed to identify the comparison between walking exercise and isometric quadriceps exercise on pain and joint range of motion in knee osteoarthritis patients. This research was used quasi experimental with non equivalent control group before - after design. The experimental and control group, involved 17 respondents respectively with consecutive sampling technique.
The results showed the walking exercise is significantly reduce pain and increase knee flexion range of motion p 0.000. Similarly, the isometric quadriceps exercise is significantly decrease pain and increase knee flexion range of motion p 0.000. Nevertheless, after being compared showed that walking exercise is no more effective reduce pain and increase knee flexion range of motion rather than isometric quadriceps exercise in knee osteoarthritis patients. A standard operational procedure for walking exercise and isometric quadriceps exercise is programmed. Patients with obesity and moderat OA can be directed by choice of isometric quadriceps exercises. While patients with normal weight or less body mass index and mild OA, can be directed to walking exercise, as well as providing lifestyle education for better quality of life."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T50974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library