Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Nursyamsi Handayani
"Pengukuran dosis serap dalam bidang industri sterilisasi bahan pangan dengan menggunakan radiasi sinar gama merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan proses iradiasi. Dosimeter radiokromik merupakan salah satu dosimeter rutin yang dapat digunakan untuk memonitor proses iradiasi secara sederhana dan mampu memberikan informasi secara langsung yang berbasis pada perubahan warna yang dapat diamati secara visual setelah terpapar dosis radiasi pada tingkat tertentu. Penelitian ini melaporkan pembuatan dosimeter radiokromik dalam wujud cair dengan menggunakan zat pewarna alami yang berasal dari ekstrak bunga Hibiscus sabdariffa L. (rosela). Cairan radiokromik yang dipersiapkan sebanyak lima macam yaitu larutan ekstrak rosela dengan pelarut air destilasi ganda, larutan ekstrak rosela dengan pelarut etanol 70% dan larutan ekstrak rosela yang dicampurkan dengan larutan PVA dan larutan NaCl. Seluruh larutan yang telah dipersiapkan, diiradiasi gama menggunakan sumber radiasi Cobalt-60 dengan laju dosis 4,84 kGy/jam, dan di uji stabilitas dengan berbagai kondisi lingkungan. Karakterisasi sifat optik dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis dan spektrofotometer FT-IR, selain itu perubahan warna larutan di dokumentasikan dengan kamera. Hasilnya menunjukkan larutan ekstrak rosela sensitif terhadap radiasi gama, dengan degradasi warna dari merah pekat menjadi merah tranparan setelah dipaparkan sinar gama dengan dosis 0-10 kGy untuk larutan ekstrak rosela dengan pelarut air destilasi ganda, sedangkan larutan ekstrak rosela dengan pelarut etanol 70% mengalami perubahan warna yang lebih tajam dari merah pekat menjadi kuning transparan dengan dosis 0-7 kGy. Larutan ekstrak rosela yang dicampurkan dengan larutan PVA dan larutan NaCl mengalami pola perubahan warna yang serupa dari dosis 0-1,5 kGy.

Measurements of absorbed dose in the industry of food sterilization using gamma ray radiation are one of the important factors that determine the success of the irradiation process. Radiochromic dosimeters are one of the routine dosimeters to monitor the irradiation process by simply and able to provide information directly based on color changes that can be observed visually after radiation exposure at a certain dose level. This study reports the fabrication of liquid radiochromic dosimeters using natural dye from Hibiscus sabdariffa L. (roselle) flower extract. The liquid radiocromic has prepared as many as five types,  roselle extract solution with aquabidest as a solvent, roselle extract solution with 70% ethanol as a solvent and roselle extract solution mixed with PVA solution and NaCl solution. All the solutions has prepared, irradiated using gamma ray from a Cobalt-60 source with a dose rate of 4.84 kGy/h, and tested stability in various environmental conditions. Characterization of optical properties was carried out using a UV/Vis spectrophotometer and FT-IR spectrophotometer, in addition, the changes of the color of the solution documented using the camera. The results showed roselle extract solution was sensitive with gamma radiation, with color degradation from strong red to transparent red after being gamma ray irradiation at the dose 0-10 kGy for roselle extract solution with double distilled water, while roselle extract solution with ethanol 70% the degradation of the color more intense from red to faint yellow with doses of 0-7 kGy. The Roselle extract solution mixed with PVA solution and NaCl solution undergoes a similar degradation the color of the solution from a dose of 0-1.5 kGy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Sulistyani
"Perhitungan dosis radiasi melalui keluaran metrik 3DRA hanya tersedia pada protokol kontrol kualitas pada CBCT untuk radiologi intervensional. Hal ini dianggap belum andal karena perputaran gantry pada prosedur 3DRA tidak satu lingkaran penuh seperti pada Computed Tomography (CT). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi distribusi dosis aksial untuk prosedur 3DRA menggunakan tiga dosimeter relatif: thermoluminescence dosimeter (TLD), Film Gafchromic® XR-QA2, dan Film Gafchromic® XR-RV3. Dosimeter yang terkalibrasi diletakan di dalam fantom in house berbentuk silinder dan dilakukan pengukuran pada pesawat angiografi Philips Allura Xper FD20 menggunakan tiga mode preset yang tersedia.
Hasil pengukuran menggunakan dosimeter relatif dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan dosimeter absolut untuk mengetahui akurasinya. Dari pengukuran didapatkan bahwa distribusi dosis 3DRA tidak homogen pada seluruh penampang fantom in house. Nilai dosis paling besar berada posisi jam 3 dan jam 9 sedangkan nilai dosis paling rendah berada pada posisi jam 12. Di antara dosimeter yang digunakan, distribusi dosis aksial yang paling akurat diperoleh melalui pengukuran menggunakan Gafchromic® XR-RV3, yang ditunjukkan dengan nilai diskrepansi rata-rata sebesar 33,82%. Selain itu, pengukuran mode Cranial Stent pada posisi jam 12 menunjukkan diskrepansi terkecil, dengan nilai 9,10%.

The calculation of radiation dose for 3DRA output metrics is currently only available in quality control for cone-beam computed tomography (CBCT). This method is considered unreliable because the gantry rotation in the 3DRA procedure is not a full 360 degrees like in CBCT. The objective of this study is to determine the axial dose distribution during the 3DRA procedure using three different relative dosimeters: thermoluminescence dosimeter (TLD), Gafchromic® XR-QA2 Film, and Gafchromic® XR-RV3 Film. The calibrated dosimeters were placed within a cylindrical in-house phantom, and measurements were performed using a Philips Allura Xper FD20 angiography system (in three preset modes).
The output of measurements using a relative dosimeter were compared to those using an absolute dosimeter, with the aim of assessing the accuracy.  It was found that the axial dose distribution in the 3DRA procedure is not evenly distributed across the cross-sectional area of the in-house phantom. The highest dose values were observed at the 3 and 9 o'clock positions, while the lowest dose values were recorded at the 12 o'clock position. Among the dosimeters used, the most accurate axial dose distribution was obtained through measurements using Gafchromic® XR-RV3, as indicated by an average discrepancy value of 33.82%. Additionally, the cranial stent mode measurements at the 12 o'clock position showed the smallest discrepancy, with a value of 9.10%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Surya Miharja
"Telah dilakukan penelitian untuk menentukan karakteristik dasar dari scanner yang digunakan untuk dosimetri film radiochromic EBT2. Dalam penelitian ini digunakan scanner Vidar DosimetryPro Advantage dan Epson Perfection V700. Pengujian yang dilakukan meliputi uji konsistensi scanner, uji variasi film to film, uji uniformitas scanner, uji efek orientasi film, uji suhu ruang penyimpanan film, uji fading film dan uji noise film/scanner. Scanner diuji menggunakan film EBT2 yang telah dipapar radiasi menggunakan Linac dengan modalitas foton 6 MV. Film mempunyai 8 buah lapangan berukuran 3 cm x 3 cm dengan dosis dari 31,31 - 250,48 cGy. Software yang digunakan untuk menganalisa hasil bacaan scanner adalah ImageJ dan FilmQA Pro. Dari hasil pengujian didapatkan konsistensi Vidar mode Logarithmic lebih baik dengan standar deviasi (SD) kurang dari 0,06%, sedangkan standar deviasi Epson mencapai 0,40%. Uniformitas Vidar juga lebih baik dengan SD kurang dari 0,76% dibandingkan Epson yang mencapai 1,16%. Orientasi film cukup berpengaruh terhadap hasil bacaan, terutama pada Epson, sehingga orientasi film harus konstan selama pemindaian. Pengujian noise film/scanner menunjukkan bahwa Epson menghasilkan noise yang lebih kecil sebesar 0,10% dibandingkan Vidar yang menghasilkan 0,33%. Performa Vidar secara keseluruhan lebih bagus daripada Epson terutama saat red channel saja yang dianalisa.

Has been done measurement of basic characteristic of Vidar DosimetryPro Advantage and Epson Perfection V700 scanner based on radiochromic EBT2 film dosimetry. The tests were consist of the consistency test, film to film variation test, scanner uniformity test, effect of film orientation test, room storage temperature test, film fading test and scanner noise test. The scanners performance were tested using The scanners performance were tested using EBT2 with eight separated 3 x 3 cm2 fileds to doses ranging from 31.31 - 250.48 cGy which was irradiated using photon beam of Linac 6 MV. For evaluation, ImageJ and FilmQA Pro were used. The performance of Vidar scanner is higher in consistency and unifromity with standard deviation of measurement 0.06% and 0.76% compare with with Epson scanner with standard deviation of 0,40% and 1.16%. The film orientation effect made a big different result especially in Epson that reached 10.65% differences between portrait and landscape orientation. The scanner noise was small: 0.10% in Epson and 0.33% in Vidar. The overall measurements of Vidar was better than Epson, especially because only red channel that was analyzed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mery Astuti
"Sinar gamma merupakan salah satu gelombang elektromagnetik yang memiliki energi dan daya tembus paling tinggi. Radiasi dari sinar gamma berbahaya, tetapi dapat digunakan dalam dosis tertentu dalam pengawetan makanan, sterilisasi peralatan medis, perawatan tanaman, dan penelitian. Sinar gamma dapat digunakan untuk mensintesis nanopartikel dengan prinsip kolorimetri dan memberikan efek localized surface plasmon resonance (LSPR) pada cahaya tampak sehingga dapat digunakan sebagai dosimeter. Berdasarkan hasil percobaan radiosintetik, nanopartikel perak menggunakan tragakan yang disinari dengan sumber Cobalt-60 dengan variasi dosis 1-40 kGy dengan laju dosis 5 kGy/jam untuk penyinaran. Indikator gel Ag-tragacanth dapat terbentuk ditandai dengan perubahan warna dari bening menjadi kuning pada dosis penyinaran 10 kGy dan menjadi kuning gelap dengan meningkatnya dosis radiasi. Spektrum absorbansi gel dikarakterisasi menggunakan instrumen UV-Vis dan nilai absorbansi maksimum diperoleh pada panjang gelombang 408 nm yang merupakan karakteristik LSPR nanopartikel perak. Nilai penyerapan maksimum ini meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya dosis radiasi. Hasil ini menunjukkan bahwa gel Ag-tragacanth dapat digunakan sebagai dosimeter sinar gamma.
Gamma rays are one of the electromagnetic waves that have the highest energy and penetrating power. Radiation from gamma rays is harmful, but can be used in certain doses in food preservation, sterilization of medical equipment, plant care, and research. Gamma rays can be used to synthesize nanoparticles with colorimetric principles and provide localized surface plasmon resonance (LSPR) effects on visible light so that they can be used as dosimeters. Based on the results of radiosynthetic experiments, silver nanoparticles used tragacanth which was irradiated with a Cobalt-60 source with a dose variation of 1-40 kGy with a dose rate of 5 kGy/hour for irradiation. Ag-tragacanth indicator gel can be formed which is characterized by a color change from clear to yellow at a 10 kGy irradiation dose and becomes dark yellow with increasing radiation dose. The absorbance spectrum of the gel was characterized using a UV-Vis instrument and the maximum absorbance value was obtained at a wavelength of 408 nm which is a characteristic of silver nanoparticle LSPR. This maximum absorption value increases exponentially with increasing radiation dose. These results indicate that Ag-tragacanth gel can be used as a gamma ray dosimeter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library