Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silmi Kaffah
"Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Estuari Cilamaya menjadi salah satu wilayah dengan potensi rajungan yang cukup tinggi di Jawa Barat. Salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi kehidupan rajungan adalah salinitas. Rajungan (Portunus pelagicus) dapat hidup pada perairan dengan tingkat salinitas yang bervariasi yaitu 20-30 ppt atau masuk kedalam zona air payau. Dengan mengetahui zonasi perairan di estuari, maka wilayah tangkapan rajungan yang optimal di Estuari Cilamaya dapat digambarkan. Zonasi perairan didapatkan dengan melakukan klasifikasi sebaran salinitas menggunakan Venice System Classification (1958). Untuk nilai sebaran salinitas diperoleh dari citra Sentinel-2A tahun 2018 menggunakan algoritma penduga sebaran salinitas permukaan yaitu Algoritma Cilamaya. Wilayah Tangkapan rajungan dikaji berdasarka musim hujan dan musim kering. Wilayah tangkapan rajungan pada bulan kering semakin mendekati darat jika dibandingkan dengan wilayah tangkapan rajungan pada bulan basah.

Blue swimming crab (Portunus pelagicus) is one of the fishery products that has a high economic value. Cilamaya Estuary is one of the region with a high potential for this habitats in West Java. One of important factor that affect the existence of this habitats is salinity. The blue swimming crab (Portunus pelagicus) can live at varied levels of salinity, in 20-30 ppt or into the brackish water zone. By knowing the zoning of the waters in the estuary, the optimum catching area of this habitats in the Cilamaya Estuary can be described. Aquatic zoning is obtained by classifying the sea surface salinity distribution using the Venice System Classificatio (1958). For the sea surface salinity distribution obtained form Sentinel-2A imagery in 2018 using salinity estimation algorithm, namely Cilamaya Algorithm. The catching area of blue swimming crab study based on wet seasons and dry seasons. The catch area of blue swimming crab in the dry seasons is closer to the land compared in the wet seasons."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Noor Firdaus
"Kabupaten Cirebon yang memiliki wilayah pesisir dan daerah pantai, tentu menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu sektor unggulan. Rajungan merupakan salah satu komoditas yang sangat penting di Kabupaten tersebut, yang tercatat pada tahun 2010 menghasilkan 17% dari total hasil tangkapan yaitu 4756,3 ton. Akan tetapi pada akhir-akhir ini di daerah Cirebon, rajungan telah mengalami overfishing.
Tesis ini mempelajari tentang biologi, kualitas air dan perikanan rajungan Portunus pelagicus di Cirebon. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aspek biologi rajungan di Cirebon, menganalisis potensi rajungan di Cirebon terkait isu overfishing, menganalisis parameter lingkungan dari perairan Cirebon, dan memahami aspek sosial nelayan rajungan di Cirebon.
Penelitian menunjukkan bahwa secara umum rajungan jantan lebih banyak tertangkap dengan rasio jenis kelamin 1,6:1, rajungan jantan juga memiliki ukuran tubuh relatif lebih besar dibandingkan dengan rajungan betina. Fekunditas rajungan betina bertelur berkisar antara 1,69 juta sampai dengan 1,95 juta butir telur dengan tingkat kematangan gonad (TKG) ada direntang antara TKG II sampai dengan TKG V. Panjang rajungan pertama kali matang gonad (Lm) berada pada nilai 115,89 mm dan panjang rajungan pertama kali tertangkap (Lc) berada pada nilai 117,93 mm.
Di Cirebon, nilai maximum sustainable yield (MSY) rajungan sebesar 3190,5 ton/tahun, dan fMSY rajungan sebesar 341 unit armada penangkapan. Rajungan berada pada kondisi tangkap lebih. Lingkungan perairan sumberdaya rajungan, memiliki kisaran suhu antara 28°C dan 29°C, salinitas antara 25 ? dan 30 ?, derajat keasaman (pH) antara 7 dan 8, dan tingkat kecerahan antara 4 dan 5 meter.

Cirebon District has a huge coastal areas, due to this condition, the district become to have a great fisheries, especially for swimming crab Portunus pelagicus fisheries. For instants, in 2010, the product of blue crab was recorded about 17% or 4756,3 ton in year.
This research is aimed to study about the biology, water quality and swimming crab fisheries of Portunus pelagicus in Cirebon areas. The purpose of this study are to know the biology aspect of Portunus pelagicus in Cirebon, to analyze the potential of Portunus pelagicus in Cirebon due to overfishing issue, to analyze environmental parameter of waters in Cirebon, and to understand social aspects of swimming crab fisherman in Cirebon.
The research shows that in general, the sex ratio of male-female is 1,6 : 1, the male has relatively large body size compared with the female. The fecundity of the female has ranges between 1,69 million and 1,95 million eggs with mature level of gonads (TKG) between TKG II and TKG V. The length of its first ripe gonads (Lm) is 115,89 mm and the length of its first caught (Lc) is 117,93 mm.
In Cirebon, the value of maximum sustainable yield (MSY) are 3190,5 tons per year, and fMSY are 341 units capture fleet. This crab is on the overfishing condition. Waters environmental parameters have the temperature range between 28°C and 29°C, the salinity between 25 ? - 30 ?, the degrees of acidity (pH) between 7 and 8, and the level of brightness between 4 and 5 meters.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T44821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Andreas
"Rencana pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE) berpotensi melepaskan radionuklida 137Cs. Radionuklida seperti 137Cs merupakan hasil reaksi fisi dari reaktor nuklir. Sumber pelepasan 137Cs berasal dari Reaktor Serba Guna (RSG) GA Serpong, Reaktor Kartini Yogyakarta, dan Reaktor Trigamark di Bandung. RSG beroperasi selama 142 hari dalam setahun dan berpotensi melepaskan radioaktif 137Cs sebanyak 2,91 x 10-6 Ci per tahun. Pelepasan 137Cs ke atmosfer akan mengalami proses global fallout, terserap di dalam tanah dan selanjutnya akan terakumulasi di perairan Teluk Jakarta. Untuk mengidentifikasi banyaknya 137Cs yang terakumulasi di perairan Teluk Jakarta, dapat digunakan rajungan (Portunus pelagicus) sebagai bioindikator.
Pada penelitian ini dilakukan simulasi studi bioakumulasi 137Cs oleh Portunus pelagicus dari perairan Teluk Jakarta dengan memvariasikan perlakuan suhu (28oC, 31 oC, 34 oC, 37 oC) dan salinitas (26o/oo, 29o/oo, 32 o/oo, 35 o/oo) air laut. Hasil penelitian menunjukkan nilai BCF untuk variasi suhu 28oC, 31 oC, 34 oC, 37 oC secara berturut-turut adalah 2,81 mL.g-1; 3,90 mL.g-1; 3,28 mL.g-1; dan 4,31 mL.g-1 sedangkan nilai BCF untuk variasi salinitas 26o/oo, 29o/oo, 32 o/oo, dan 35o/oo berturut-turut adalah 3,25 mL.g-1; 7,24 mL.g-1; 8,40 mL.g-1; dan 25,49 mL.g-1. Nilai BCF yang diperoleh, diinput ke dalam software Erica Tool untuk mengkaji dosis rata-rata 137Cs yang terdapat pada organisme hidup pada perairan Teluk Jakarta.

Experimental Power Reactor development plan releasing potentially radionuclide 137Cs. Radionuclides such as 137Cs is a fission product from nuclear reactors. 137Cs source release comes from Reactor Serba Guna (RSG) GA Serpong, Yogyakarta Reactor and Reactor Trigamark in Bandung. These reactors operates for 142 days a year and has the potential to release radioactive 137Cs as much as 2.91 x 10-6 Ci per year. 137Cs release into the atmosphere will undergo a process of global fallout, absorbed in the soil and will accumulate in the waters of Jakarta Bay. To identify the amount of 137Cs that accumulates in the waters of Jakarta Bay, can be used blue swimmer crab (Portunus pelagicus) as bio-indicators.
In this study conducted a simulation study of bioaccumulation of 137Cs by Portunus pelagicus of the waters of Jakarta Bay by varying the treatment temperature (25oC, 28oC, 31oC, 34oC) and salinity (26o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, 35 o/oo) seawater. The results showed bioconcentration factor (BCF) values for variations in temperature 25oC, 28oC, 31oC, 34oC in a row is 2.81 mL.g-1; 3.90 mL.g-1; 3.28 mL.g-1; and 4.31 mL.g-1 while the value of BCF for variations in salinity 26o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, 35 o/oo are respectively 3.25 mL.g-1; 7,24 mL.g-1; 8,40 mL.g-1; and 25.49 mL.g-1. Bioconcentration factor value obtained, inputted into the software Erica Tool to assess the average dose of 137Cs contained in living organisms in the waters of Jakarta Bay
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Artemia salina merupakan pakan hidup (alami) untuk larva ikan ,udang ,kepiting dan rajungan.Artemia salina dapat dibudidayakan pada kadar garam yang sangat tinggi di atas 100 ppt, seperti di tambak garam dan danau garam...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Aisha Primandari
"Rajungan merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia dengan total ekspor mencapai 40.000 per tahun. Satu ekor rajungan dapat menghasilkan limbah yang terdiri dari 57% cangkang, 3% daging reject, dan 20% air rebusan. Hal ini menunjukkan limbah cangkang rajungan sejumlah 23.000 ton per tahun yang menimbulkan masalah lingkungan. Limbah tersebut mengandung kitin yang dapat dikonversi menjadi kitosan melalui reaksi deasetilasi. Kitosan mengandung gugus fungsi amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) sehingga memiliki kemampuan adsorpsi tinggi. Kitosan sebagai adsorben memiliki kelemahan pada sifat mekanis, stabilitas terhadap asam, stabilitas termal yang kurang baik, dan rendahnya porositas. Penambahan carbon nanotubes (CNT) pada polimer dapat memperbaiki kekuatan termal dan mekanik, serta meningkatkan konduktivitas termal dan elektrik. Penelitian ini melakukan pemanfaatan limbah cangkang rajungan yang mengandung kitin untuk dikonversi menjadi kitosan melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Lalu, melakukan fungsionalisasi kovalen pada MWCNT dengan campuran HNO3 dan H2SO4 (3:1, v/v), dan membentuk adsorben komposit Kitosan-MWCNT dalam larutan 1% CH3COOH. Proses adsorpsi ion tembaga (II) dilakukan dari larutan sintetis CuSO4 dengan penentuan kondisi optimum meliputi pH larutan sintetis CuSO4 dan waktu kontak. Derajat deasetilasi kitosan hasil penelitian adalah 71,25% yang dihitung dari hasil karakterisasi FTIR. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada morfologi permukaan adsorben kitosan-MWCNT sebelum dan setelah proses adsorpsi. Hasil karakterisasi AAS menunjukkan waktu kontak optimal adalah 120 menit dan pH larutan CuSO4 sintetis optimal adalah 4,5 untuk proses adsorpsi ion tembaga (II) dengan menggunakan adsorben kitosan-MWCNT. Isoterm adsorpsi dari penelitian ini adalah isoterm adsorpsi Langmuir.
......Crab is one of Indonesia's leading export commodities with a total export of 40.000 tons per year. Crab market produces waste consisting of 57% shell, 3% reject meat, and 20% boiled water. In a year, the total waste of crab is 23.000 tons which causes environmental problems. The crab shell waste contains chitin which can be converted into chitosan through deacetylation reaction. The presence of the amine and hydroxyl groups on the chitosan chain can act as chelation sites for metal ions and thus increasing its suitability as an adsorbent. Chitosan as an adsorbent has poor mechanical properties, low resistance to acid, thermal resistance, and low porosity. The addition of CNTs in polymer/biopolymer matrix improves its mechanical and thermal strength, high electrical and thermal conductivity. This research utilizes crab shell waste which contains chitin converted into chitosan through demineralization, deproteination, and deacetylation. Then, MWCNT is functionalized with a mixture of HNO3 and H2SO4 (3:1, v/v), and generates the Chitosan-MWCNT adsorbent composite in 1% CH3COOH solution. The copper (II) ion adsorption process was carried out from CuSO4 solution with optimum conditions including pH of synthetic CuSO4 solution and contact time. The deacetylation degree of chitosan was 71.25% which was calculated through FTIR characterization. The results of SEM characterization showed that there was no significant difference in the surface morphology of the chitosan-MWCNT adsorbent before and after the adsorption process. The result of AAS characterization showed that the optimal contact time was 120 minutes and the optimal pH of synthetic CuSO4 solution was 4.5 for the Cu (II) metal ion adsorption process using chitosan-MWCNT adsorbent. The adsorption isotherm of this study is the Langmuir adsorption isotherm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover