Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arini Fitria Zain
"Di Indonesia proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram pada bayi umur 0-59 bulan masih cukup tinggi, yaitu 6,2% di tahun 2013-2018. Padahal kondisi BBLR memiliki risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas dan mortalitas dari pada bayi dengan berat badan normal. Salah satu masalah terbesar yang sering dialami BBLR adalah peningkatan risiko untuk terserang infeksi maupun sepsis, sehingga obat yang paling banyak digunakan di unit perawatan intensif neonatus adalah dari golongan antibiotik. Oleh sebab itu, diperlukannya peran Apoteker dalam melakukan praktik profesi berupa Pemantauan Terapi Obat (PTO) dalam proses pengobatan agar dapat membantu dalam mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki sehingga prognosisnya dapat menjadi lebih baik. Pelaksanaan PTO dilakukan pada tanggal 15-24 September 2020 bertempat di ruang perinatologi 2B di gedung bougenville RSUP Fatmawati berdasarkan laporan kasus yang bersifat kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi. Data yang diperoleh kemudian diidentifikasi terkait Drug Related Problems (DRPs) menurut Cipolle dan dianalisis rasionalitasnya pada domain antibiotik dengan metode Gyssens. Dari analisa yang dilakukan ditemukan beberapa masalah DRP menurut Cipolle yaitu terkait lama pemberian obat meropenem yang terlalu panjang; pemberian dosis yang terlalu rendah pada obat fluconazole dan ketorolac; pemilihan obat bactesyn yang tidak rasional; adanya interaksi obat fluconazole dengan omeprazole yang bersifat moderat, serta interaksi obat gentamicin dengan bactesyn yang bersifat minor jika digunakan secara bersamaan. Sementara hasil evaluasi menggunakan metode Gyssens pada penggunaan antibiotik menunjukkan obat meropenem termasuk kategori IIIa (penggunaan antibiotik terlalu lama); gentamicin termasuk kategori 0 (penggunaan antibiotika tepat/bijak); bactesyn termasuk katagori IVa (ada antibiotik lain yang lebih efektif) dan katagori IIa (penggunaan antibiotik tidak tepat dosis) apabila tetap dipertahankan penggunaannya.

In Indonesia, the proportion of Low Birth Weight Babies (LBW) <2500 grams in infants aged 0-59 months is still quite high at 6.2% in 2013-2018. In fact, LBW conditions have a greater risk of experiencing morbidity and mortality than babies with normal weight. One of the biggest problems that are often experienced by LBW is the increased risk for infection and sepsis, so the most widely drugs used in neonatal intensive care units are from the antibiotic class. Therefore, a pharmacist's role is needed in carrying out professional practice with Drug Therapy Monitoring (DTM) in order to help optimize the effect of therapy and minimize unwanted effects, so the prognosis can be better. The implementation of DTM was carried out on September 15-24, 2020 at the perinatology room 2B in the bougenville building of RSUP Fatmawati based on qualitative case reports by direct observation. Then the data was identified using the Drug Related Problems (DRPs) classification according to Cipolle and analyzed their rationality in the antibiotic domain using the Gyssens method. From the analysis conducted, it was found that several DRP problems were related to the the long duration of administration of meropenem; too low a dose of fluconazole and ketorolac; irrational choice of bactesyn; There is a moderate drug interaction between fluconazole and omeprazole, as well as a minor drug interaction between gentamicin and bactesyn when used concurrently. Meanwhile, the results of the evaluation using the Gyssens method on antibiotic use showed that meropenem was included in category IIIa (the use of antibiotic is too long); gentamicin was included in category 0 (the use of antibiotics is appropriate/wise); bactesyn was included category IVa (there are other antibiotics that are more effective) and category IIa (the use of antibiotics is not in the right dose) if its use is maintained."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hatta Hakim
"Latar Belakang
Resistensi antibiotik fluoroquinolone merupakan suatu ancaman serius terutama karena peranannya dalam pengobatan TB Resisten Obat (TBRO). Ketidakrasionalan penggunaan antibiotik merupakan faktor yang dapat menyebabkan resistensi. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengukur kerasionalan penggunaan antibiotik fluoroquinolone di Puskesmas Kota Depok.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang mengumpulkan data penggunaan antibiotik golongan fluoroquinolone dengan metode cluster sampling dari satu puskesmas kecamatan dan satu puskesmas kelurahan di Kota Depok, dipilih salah satu dari lima yang memiliki jumlah pasien terbanyak dan dekat Universitas Indonesia. Diagnosis penyakit, fluoroquinolone yang diberikan, frekuensi pemberian, kekuatan sediaan, dan durasi pengobatan diambil dari rekam medis. Data tersebut dibandingkan dengan Panduan Praktik Klinis (PPK) layanan primer 2022 untuk menilai rasionalitas. Kriteria inklusi berupa pasien mendapat antibiotik fluoroquinolone secara oral di tahun 2023, serta kriteria eksklusi berupa data tidak terbaca atau sedang dalam pengobatan tuberkulosis.
Hasil
Dari total 96 sampel yang didapatkan, ciprofloxacin 500 mg merupakan satu-satunya antibiotik fluoroquinolone yang digunakan di puskesmas. Stoknya selalu tersedia selama 2023. Ciprofloxacin paling banyak digunakan untuk infeksi saluran pernafasan atas tidak spesifik (27,08%) dan Infeksi Saluran Kemih (ISK) (26,04%). Indikasi penggunaan yang rasional hanya ditemukan pada diagnosis ISK dan tifoid sebesar 37,5%. Kerasionalan kekuatan sediaan dan frekuensi sebesar 100%. Kerasionalan durasi pemberian sebesar 97,2%. Total kerasionalan penggunaan antibiotik ciprofloxacin hanya sebesar 36,46%.
Kesimpulan
Penggunaan antibiotik fluoroquinolone di Puskesmas Kota Depok hanya 36,46% yang rasional.

Background
Fluoroquinolone antibiotic resistance is a serious threat, especially because of its role in the treatment of Drug-Resistant TB (DRTB). Irrational use of antibiotics is a factor that can cause resistance. Therefore, this study aims to measure the rationality of the use of fluoroquinolone antibiotics in Depok City Health Centers.
Methods
This study is a descriptive study that collects data on the use of fluoroquinolone antibiotics using the cluster sampling method from one sub-district and village health center in Depok City which has one of the five largest number of patients and is close to the University of Indonesia. Data on disease diagnosis, fluoroquinolone given, frequency of administration, strength of preparation, and duration of treatment were taken from medical records. The data were compared with the 2022 Primary Care Clinical Practice Guidelines (PPK) in the assessment of rationality. Inclusion criteria were patients receiving oral fluoroquinolone antibiotics in 2023, and exclusion criteria were unreadable data or undergoing tuberculosis treatment.
Results
From a total of 96 samples obtained, ciprofloxacin 500 mg is the only fluoroquinolone antibiotic used in health centers. Its stock is always available during 2023. Ciprofloxacin is mostly used for non-specific upper respiratory tract infections (27.08%) and Urinary Tract Infections (UTI) (26.04%). Indications for rational use were only found in the diagnosis of UTI and typhoid at 37.5%. The rationality of the strength of the preparation and frequency was 100%. The rationality of the duration of administration was 97.2%. The total rationality of the use of ciprofloxacin antibiotics was only 36.46%.
Conclusion
The use of fluoroquinolone antibiotics in the Depok City Health Center is only 36.46% rational.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library