Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2009
612.8 BIO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Merry Amelya Puspita
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara ekspresi reseptor leptin
endometrium dengan ekspresi reseptor αvβ3 integrin endometrium pada fase luteal
madya pasien infertilitas, untuk mencari tahu salah satu penyebab kegagalan
implantasi. Nilai leptin lokal endometrium dinilai melalui ekspresi leptin endometrium
dan daya terima endometrium dinilai melalui ekspresi reseptor αvβ3 integrin
endometrium. Penelitian ini dengan desain potong lintang di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Ekspresi reseptor dinilai dari H-score pada pewarnaan
imunohistokimia yang diambil dengan cara biopsi endometrium sebagai baku emas.
Dari 30 sampel didapatkan ekspresi reseptor leptin endometrium baik pada 23 sampel
(76,7%), ekspresi reseptor leptin endometrium buruk pada 7 sampel (23,3%),
sedangkan hasil daya terima endometrium baik pada 24 sampel (80%), dan daya
terima endometrium buruk pada 6 sampel (20%). Uji analisis membuktikkan kadar
leptin serum berkorelasi kuat dengan ekspresi leptin endometrium (r=0,67;p<0,01)
dengan ekspresi leptin endometrium, dan ekspresi leptin endometrium berkorelasi
dengan daya terima endometrium (r=0,72;p<0,01). Analisis multivariat menyebutkan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya terima endometrium secara berurutan
adalah progesteron, ekspresi leptin endometrium, dan kadar leptin serum. ;The aim of this study is to correlate between endometrial leptin receptor expression
with endometrial integrin αvβ3 expression on mid luteal phase of infertility patients to
know one of the cause of implantation failure. Leptin played important role in female
neuroendocrine and endometrial implantation. Local leptin value were assessed
through the expression of leptin endometrial receptor and endometrial receptivity
assessed through the expression of integrin αvβ3 endometrial. This study was crosssectional
design
in
RSUPN
Dr.
Cipto
Mangunkusumo.
The
expression
of
the
receptor
rated
of
H-score
on immunohistochemical staining were taken by endometrial biopsy
as the gold standard. From 30 samples obtained, good endometrial leptin receptor
expression were found in 23 samples (76.7%), poor endometrial leptin receptor
expression in were found 7 samples (23.3% ), good endometrial receptivity were
found in 24 samples (80%) and poor endometrial receptivity in 6 samples (20%).
Result of this study show leptin serum was strongly correlated (r=0,67;p<0,01) with
leptin endometrial receptor expression and endometrial leptin receptor expression was
strongly correlated with endometrial integrin αvβ3 expression (r=0,72;p<0,01).
Multivariate analysis show factors that correlate to endometrial receptivity
sequentially are progesterone, endometrial leptin receptor, and leptin serum. "
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
M. Rasjad Indra
"Salah satu mekanisme terjadinya resistemi leptin pada obesitas adalah kelainan reseptor leptin (Ob-R). Beberapa penelitian membuklikan bahwa aktifitas ikatan leptin di serum manusia berhubungan dengan reseptor leptin terlarut (soluble leptin receptor) dan restriksi asupan energi menyebabkan penurunan kadar leptin darah. Penelitian ini adalah untuk mengetahui beda kadar reseptor leptin terlarut serum dan densitas reseptor leptin dijaringan lemak adventitial aorta setelah dilakukan restriksi diet selama 4 minggu. Kadar reseptor leptin terlarut diukur dengan ELISA dan densitas reseptor leptin di jaringan lemak dengan irnunohistokimia. Kadar reseptor leptin terlarut pada kelompok perlakuan 40% diet normal lebih rendah dibanding kontrol (p=0,02). Tidak didapaikan perbedaan reseptor leptin terlarut yang bermakna antara kelompok perlakuan 40% diet normal, 1 hari puasa-1 hari makan normal dan 1 hari pitasa-2 hari makan normal. Di sisi lain, densitas reseplor leptin dijaringan lemak advenlitia aorta justru lebih tinggi pada kelompok restriksi 40% daripada kontrol. Restriksi diet 40% kalori normal harian menurunkan kadar reseptor leptin terlarut di serum, tetapi meningkatkan densitas reseptor leptin dijaringan lemak advential aorta tikus. Perubahan ini mungkin merupakan akibat mekanisme up regulation dalani mempertahankan homeostasis. (Med J Indones 2006; 15:145-50)

One of the five possible mechanisms of leptin resistance in human obesity is the defect in the leptin receptor (Ob-R). Evidence has accumulated that leptin-binding activity in human serum is related to a soluble form of the leptin receptor, and restriction of energy intake resulted a decrease in circulating leptin levels. Aim of this study is to examine the difference of serum soluble leptin receptor level and ieplin receptor density in rat adipose tissue of adventitial aorta after four weeks treated with different restricted diets. Soluble leptin receptor level was measured by ELISA and leptin receptor density by using immuno-hisfochemistry. The soluble leptin receptor in group treated with 40% of normal daily calori diet was found significantly lower than control (p = 0.02). There were no any significant differences among group treated with 40 % of normal daily calori diet, "I day fast-] day eat", and "ldayfaxt-2 days eat" groups, and among I day fast-1 day eat", "day fast - 2 days eat" and control groups as well. On the other hand, leptin receptor density in adipose tissues was higher in restricted diet group than control. Diet of 40 % normal daily calorie for 4 weeks decreased soluble leptin receptor level, but increased adipocyte leptin receptor density of the adipose tissue of rat adventitial aorta. These changes may be resulted from an up regulation mechanism in relation with homeostatic maintenance. (Med J Indones 2006; 15:145-50)"
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-3-JulySept2006-145
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfira Nur Fadillah
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) diketahui terkait dengan obesitas melalui: resistensi leptin. Salah satu penyebab resistensi leptin adalah defisiensi reseptor leptin (LEPR) dibubarkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ekspresi mRNA dari LEPR. gen dilarutkan pada subjek obesitas dan non-obesitas dengan PCOS dan non-SOPK serta
mengetahui korelasi antara ekspresi gen tersebut dengan obesitas dan PCOS. Kecepatan Ekspresi mRNA gen LEPR dalam sampel darah diukur menggunakan metode waktu nyata PCR. Penelitian dilakukan pada 96 subjek dengan empat kelompok sampel, yaitu: PCOS non-obesitas, PCOS bebas obesitas, PCOS obesitas, dan PCOS obesitas. Hasil pengukuran menunjukkan ekspresi mRNA rata-rata dari gen LEPR terlarut di masing-masing kelompok 2,10 x 10-4 ng/μL ± 1,88 x 10-4; 1,27 x 10-4 ng/μL ± 1,31 x 10-4; 1,99x 10-4 ng/μL ± 2,35 x 10-4; dan 1,44 x 10-4 ± 2,21 x 10-4 ng/μL. LEPR. ekspresi gen mRNA terlarut dalam semua kelompok obesitas diketahui lebih rendah jika dibandingkan dengan
kelompok obesitas (P < 0,05) dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok umum tanpa PCOS dan PCOS (1,69 x 10-4 ± 1,65 x 10-4; 1,71 x 10-4 ± 2,27 x 10- 4, P > 0,05). Studi ini menemukan bahwa penurunan ekspresi mRNA dari gen LEPR yang larut berhubungan dengan obesitas dan tidak berhubungan dengan PCOS.
Polycystic ovary syndrome (SOPK) is known to be associated with obesity through: leptin resistance. One of the causes of leptin resistance is dissolved leptin receptor (LEPR) deficiency. The aim of this study was to determine the mRNA expression of LEPR. gene was dissolved in obese and non-obese subjects with PCOS and non-PCOS as well as
determine the correlation between the expression of these genes with obesity and PCOS. Expression velocity of LEPR gene mRNA in blood samples was measured using real-time PCR method. The study was conducted on 96 subjects with four sample groups, namely: non-obese PCOS, obesity-free PCOS, obese PCOS, and obese PCOS. The measurement results showed the average mRNA expression of the soluble LEPR gene in each group was 2.10 x 10-4 ng/μL ± 1.88 x 10-4; 1.27 x 10-4 ng/μL ± 1.31 x 10-4; 1.99x 10-4 ng/μL ± 2.35 x 10-4; and 1.44 x 10-4 ± 2.21 x 10-4 ng/μL. LEPR. soluble mRNA gene expression in all obesity groups was found to be lower when compared to obese group (P < 0.05) and there was no significant difference between the general group without PCOS and PCOS (1.69 x 10-4 ± 1.65 x 10-4; 1.71 x 10-4 ± 2.27 x 10-4, P > 0.05). This study found that decreased mRNA expression of the soluble LEPR gene was associated with obesity and not associated with PCOS."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Budi Susanto Notosaputro
"ABSTRAK
Neoplasia endometrium dalam klinik muncul sebagai keluhan gangguan haid dalam berbagai bentuk. Keluhan ini merupakan kasus sehari-hari dalam klinik ginekologi. Diagnosis pasti, yang dapat berbentuk hiperplasia kistik, hiperplasia adenomatosa, hiperplasia atipik, atau adanokarsinoma berbagai derajat, hanya mungkin ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologik.
Dalam patogenesisnya, rangkaian jejas ini umumnya berkaitan erat dengan hormon estrogen. Kadar hormon estrogen yang tinggi dan berlangsung lama tanpa diimbangi oleh hormon progesteron akan menyebabkan berlangsungnya perangsangan yang terus menerus pada sel epitel kelenjar sehingga terjadi proliferasi yang berlebihan. Untuk dapat bekerja, hormon ini membutuhkan suatu protein spesifik dalam sel sasaran yang dikenal sebagai "reseptor". Pada dasarnya receptor mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) mengenal dan mengikat hormon estrogen, dan 2) mengantar hormon estrogen dari sitoplasma ke inti sel sehingga berlangsung respons sel yang spesifik. Dalam inti sel, kompleks reseptor-estrogen ini berikatan dengan bagian kromatin yang disebut "akseptor". Dengan berlangsungnya rangkaian ikatan ini, inti sel mulai membentuk mRNA yang dikeluarkan ke sitoplasma dan sel mulai membentuk protein spesifik yang pada akhirnya menghasilkan pembelahan sel.
Pengenalan terdapatnya reseptor estrogen ini bermanfaat dalam pengobatan maupun penentuan prognosis penderita. Suatu adenokarsinoma endometrium misalnya, bila memiliki cukup reseptor dapat diberikan pengobatan hormonal yang jauh lebih menguntungkan dari pada sitostatika. Demikian juga tumor demikian menunjukkan prognosis yang lebih baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai manfaat pulasan imunoperoksidase dalam mengenal reseptor estrogen, sekaligus mempelajari pola distribusi dan intensitasnya dalam sel sasaran serta melihat hubungannya dengan jenis neoplasia. Diharapkan penelitian ini selanjutnya akan bermanfaat bagi ahli patologi anatomik, para ahli klinik yang menangani penderita, saerta bagi para peneliti sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Dalam penelitian ini diperiksa sejumlah 36 kasus, 5 (=13,9%) di antaranya terdiri atas adenokarsinoma endometrium berdiferensiasi baik. Jumlah kasus ini lebih kurang sebanding dengan jumlah kasus yang telah didiagnosis sebagai neoplasia endometrium di Bagian Patologi Anatomik FKUI selama 7 tahun {1980--1986) yaitu sebanyak 1240 kasus, di antaranya 186 (=15%) kasus adalah karsinoma.
Diperiksa pula 10 sediaan endometrium normal masa proliferasi den sekresi dan 2 sediaan endometrium dalam gangguan keseimbangan horman. Diagnosis histopatologik ditegakkan berdasarkan hasil pulasan rutin hematoksilineosin. Untuk mengenal reseptor estrogen dipergunakan pulasan imunoperoksidase dengan memakai antibodi anti-estradiol, dikerjakan pada jaringan yang telah difiksasi dan dibuat blok parafin. Hasil pulasan umumnya memuaskan karena 1) antibodi yang digunakan memiliki spesifisitas yang cukup tinggi, 2) kromogen memberikan warna merah-coklat yang kontras terhadap latar belakang yang kebiruan, dan 3) pulasan tending dengan hematoksilin Mayer tidak menghalangi pembacaan warna kromogen. Spesifisitas pulasan dikontrol dengan sediaan yang sama tetapi tidak diberikan antibodi anti-estradiol, melainkan diberikan serum non-imun. Pulasan non-spesifik berlangsung juga pada jaringan ikat kolagen den sel granulosit, namun secara morfologik mudah dibedakan dari sel epitel kelenjar.
Pembacaan dilakukan.dengan pembesaran 450 kali pada 10 lapangan, hanya sel epitel kelenjar yang dinilai serta dirinci atas inti dan sitoplasma. Dilakukan pengukuran semikuantitatif atas distribusi reseptor estrogen maupun intensitas pulasannya.
Peniiaian distribusi reseptor estrogen dinyatakan dalam % positif polpulasi sel kelenjar. Jumlah nilai yang diperoleh dikonversikan dalam bentuk derajat distribusi, dinyatakan dalan derajat 1 {20 - 40% positif) sampai dengan derajat 3 ' (> 60% positif) dan basil yang negatif (< 20% positif).Penilaian intensitas pulasan dirinci atas +, ++, dan +++ berdasarkan kepadatan granula yang terpulas.
Pada endometrium normal, sebaran reseptor estrogen dalam inti sel kelenjar memperlihatkan keterkaitan dengan periode siklus haid. Derajat terendah didapatkan pada masa proliferasi awal, menoapai nilai tertinggi dalam masa proliferasi lanjut, menetap selama masa sekresi awal, kemudian menurun menoapai nilai minimal dalam masa sekresi lanjut.
Guna melihat hubungan antara status reseptor dengan derajat perubahan histopatologik, dilakukan pengujian statistik menurut Kendall dengan 2 variabel kategori berderajat. Bila didapatkan hubungan bermakna, kemaknaan hubungan itu ditentukan dengan menggunakan koefisien kemaknaan dari Kendall pula.
Analisis status reseptor dalam hubungannya dengan perubahan histopatologik dari normal hingga karsinoma tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Sebaran reseptor estrogen dalam inti sel kelenjar yang mencapai derajat III didapatkan pada 40% kasus dari kelompok endometrium normal, namun hanya 11,11% kasus dari kelompok neoplasia. Rendahnya jumlah kasus dalam kelompok yang terakhir ini menunjukkan perbedaan perilaku biologik antara kedua kelompok. Selanjutnya dari kelompok neoplasia dilakukan analisis tersendiri.
Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa distribusi reseptor dalam inti sel kelenjar mempunyai hubungan yang bermakna dengan jenis neoplasia (0,001 < p < 0,01; r = 0,29). Makin keras neoplasia, makin luas sebaran reseptor 'estrogen dalam inti sel kelenjar. Meskipun demikian, beberapa kasus menunjukkan sebaran yang menyimpang dari pola umum.
Distribusi reseptor estrogen dalam sitoplasma sel kelenjar maupun intensitasnya dalam inti dan sitoplasma tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan jenis neoplasia.
"
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Septa Kurnia
"Latar Belakang: Virus Newcastle Disease (ND) menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi pada peternakan unggas. Walaupun penggunaan vaksinasi merupakan pilihan terbaik saat ini dalam mencegah infeksi virus, namun dalam suatu kondisi dibutuhkan pengembangan antiviral. Hingga saat ini langkah terapi profilaktik terhadap infeksi virus pada peternakan unggas belum pernah dikembangkan, sedangkan penggunaan antiviral yang beredar saat ini sangat tidak mungkin digunakan dengan pertimbangan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu senyawa berupa sialidase asal bakteri Clostridium perfringens yang berpotensi sebagai antiviral dan membuktikan efek penghambatan infeksi virus sehingga dapat digunakan sebagai terapi profilaktik terhadap infeksi virus ND.
Metode: Penelitian diawali dengan memproduksi enzim sialidase yang berasal dari hasil supernatan kultur bakteri C. perfringens tipe A. Sialidase dipurifikasi dengan metode presipitasi ammonium sulfat, ion exchange chromatography dan affinity chromatography. Sialidase tersebut selanjutnya diuji aktivitas dan stabilitasnya terhadap beberapa pH dalam waktu inkubasi tertentu. Uji kemampuan hidrolisis reseptor sialic acid dan toksisitas terhadap sel dilakukan pada beberapa dosis pemberian sialidase menggunakan sel kultur primer Chicken Embryonic Fibroblast (CEF). Pembuktian kemampuan sialidase dalam menghambat infeksi virus pada sel host dilakukan dengan menghitung viral copy number dan ekspresi gen penyandi molekul sitokin yang berperan terhadap respon sel akibat infeksi virus ND.
Hasil: Sialidase dari bakteri C. perfringens tipe A pada penelitian ini mampu diproduksi dengan efisien secara native dan dapat dimurnikan sehingga diperoleh aktivitas spesifik sebesar 75 U/mg serta stabil selama 72 jam pada suhu 37℃. Dosis tertinggi sialidase yang dapat ditolerir oleh sel CEF yakni sebesar 187,5 mU/ml dan mampu menghidrolisis reseptor sialic acid pada permukaan sel. Pemberian sialidase pada dosis tertinggi hingga dosis terendah mampu menurunkan secara drastis replikasi virus pada sel host. Hal tersebut juga didukung berdasarkan pengamatan terhadap perbedaan ekspresi gen penyandi molekul sitokin pada sel yang ditreatment dengan sialidase dibandingkan kontrol infeksi virus ND
Kesimpulan: Sialidase asal bakteri C. perfringens tipe A berpotensi dapat digunakan sebagai terapi profilaksis antivirus melalui aktivitas competitive inhibition terhadap reseptor sialic acid pada sel host.

Introduction: Newcastle Disease (ND) virus causes very high economic losses on poultry farms. Although vaccination is the best option in preventing viral infections, but under certain conditions development of antivirals is required. Prophylactic treatment against viral infection in poultry have not been developed, while the use of currently circulating antivirals is very unlikely to be used due to economic considerations. This study aims to produce a substance called sialidase from Clostridium perfringens that potential as an antiviral and demonstrate its inhibitory effect on viral infection so that it can be used as prophylactic therapy against ND virus infection.
Methods: This research was initiated by producing sialidase enzyme derived from the supernatan culture of C. perfringens type A bacteria. Sialidase was purified by ammonium sulfate precipitation method, ion exchange chromatography and affinity chromatography. The sialidase was tested for its activity and stability on several pH within a certain incubation time. Hydrolysis ability of sialic acid receptors and cell toxicity were carried out at several doses of sialidase administration using primary cultured Chicken Embryonic Fibroblast (CEF) cells. The capacity of sialidase to prevent viral infection in host cells was demonstrated by estimating the viral copy number and expression of genes encoding cytokine molecules that play a role in cell response due to ND virus infection.
Results: In this study, C. perfringens type A bacteria were able to produce sialidase then natively purified to obtain specific activity of 75 U/mg and stable for 72 hours at 37℃. The highest dose of sialidase that CEF cells can tolerate and capable to hydrolyze sialic acid receptors on the cell surface is 187.5 mU/ml. Sialidase dosages ranging from 750 mU/ml to 46.87 mU can drastically reduce viral replication in CEF cells. This is also supported by observations expression alteration of genes encoding cytokine molecules in sialidase treated cells and ND virus infection.
Conclusion: Sialidase from Clostridium perfringens tipe A has the potential to be used as prophylactic antiviral therapy through its competitive inhibition activity against sialic acid receptors on host cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Novita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Beberapa studi menyebutkan bahwa penilaian kelainan yang terjadi pada prostat adalah dengan mengukur jumlah Androgen Receptor AR pada setiap kasus dan dipakai sebagai evaluasi terhadap keberhasilan terapi hormonal baik pada hiperplasia prostat/benign prostat hyperplasia BPH maupun adenokarsinoma prostat /adenocarcinoma prostate CaP . AR memerankan peran dalam proses pertumbuhan, differensiasi dan memelihara kondisi jaringan prostat tetap normal. Pada penelitian lain menyebutkan bahwa ekspresi AR positif berhubungan erat dengan gambaran derajat dan differensiasi tumor serta nilai skor Gleason. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan ekspresi AR pada hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat.Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian terdiri atas 20 kasus hiperplasia prostat dan 25 kasus adenokarsinoma prostat tipe asinar. Dilakukan pulasan imunohistokimia AR dan penilaian intensitas pulasan pada inti stromal dan inti epitel dengan menggunakan histoscore H-score . Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar PSA antara hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat p=0,004 . Ekspresi AR pada inti sel stromal pada hiperplasia prostat lebih tinggi dibandingkan pada adenokarsinoma prostat, dan mempunyai hasil statistik yang bermakna p=0,000 . Sedangkan ekspresi AR pada inti sel epitel menunjukkan hasil yang tidak bermakna pada kedua kelompok kasus p=0,152 . Intesitas ekspresi AR pada adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason rendah le;7 lebih kuat dibandingkan adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason tinggi >7 .Kesimpulan: Ekspresi AR pada inti sel stromal pada hiperplasia prostat lebih tinggi dibandingkan pada adenokarsinoma prostat. Peningkatan skor Gleason cenderung diikuti dengan penurunan intensitas ekspresi AR. Ekspresi AR pada hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat dapat digunakan dalam prognosis dan prediksi serta evaluasi keberhasilan terapi hormonal.

ABSTRACT
"Background Previous studies suggested that Androgen Receptor AR expression could be used to evaluate the successful rate among patient with Benign prostate hyperplasia BPH or Adenocarcinoma acinar of the prostate CaP treated with hormonal therapy. AR plays role in prostate growth and differentiation, and maintains the normal state of the tissue. While in pathologic state, AR expression correlate with tumor grade and differentiation, and Gleason score GS . This study aimed to compare the expression of AR between BPH with CaP.Method This research use a cross sectional study conducted twenty cases of BPH and twenty five cases of CaP. Each tissue were stained using antibody against AR, and histologically reviewed. The captured photomicrographs were further analyze using histoscore H score .Result There was statistically signifinat levels PSA between BPH and CaP p 0,004 . The nucleus of stromal AR expression in BPH group compare to CaP group was statistically significant difference diagnose vs nucleus of stromal AR expression p 0,000 . Meanwhile, no significant difference is found between nucleus of epithelial AR expression between two group p 0,152 . The intensity expression AR in CaP with low Gleason score GS le 7 is higher than CaP with high Gleason score GS 7 Conclusion BPH expresess more nucleus of stromal AR than CaP. The higher Gleason score tends followed by declining intensity expression of AR. Thus suggest AR rsquo s role can use in prognosis, prediction and evaluation of hormonal theraphy of BPH or prostate malignancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>