Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irawan Yudha Ariyanto
"Terumbu karang buatan berfungsi sebagai habitat baru bagi biota laut dan juga sekaligus dapat berfungsi untuk melindungi pantai dengan meredam energi gelombang. Salah satu aspek penting dalam pemanfaatan terumbu buatan sebagai peredam gelombang terbenam adalah sejauh mana tingkat efektifitasnya dalam mereduksi gelombang. Penelitian dengan uji model fisik di tilting flume ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kemiringan gelombang (Hi/gT2), diameter (D), dan panjang (B) terhadap koefisien refleksi (Kr), koefisien transmisi (Kt) dan koefisien kehilangan enrgi (KL) pada terumbu buatan bentuk silinder sederhana. Data hasil pengujian di laboratorium diolah dan ditampilkan dalam bentuk grafik.Penelitian ini menunjukkan korelasi antara koefisien dengan parameter prediktor yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai koefisien yang dihasilkan. Parameter predoktor yang mempunyai pengaruh paling besar untuk koefisien transmisi Hi/gT2 dan koefisien kehilangan energi adalah B/L. Pada akhirnya penelitian ini memberikan informasi kinerja peredam gelombang bentuk silinder sederhana sebagai alternatif dalam perancangan peredam gelombang yang ramah lingkungan.

Artificial reef also has function to improve habitat of fish and other sea creatures, it can also protect the beach by attenuating wave energy without reduce the aesthetics and artistic aspect. An important aspect to be considered in using artificial reefs as submerged breakwater is their effectiveness in reducing or attenuating wave energy. The purpose of this physical model test in wave flume laboratory is to study the correlation of wave steepness (Hi/gT2), diameter (D )and length (B) to reflection coefficient (Kr), transmission coefficient (Kt), and dissipation coefficient (KL) at a simple design form of cylinder structure. Experiment data collected from laboratory were processed and displayed in graphical form. From these experiments equation was developed to show a correlation between coefficient and the and the predictors parameters that used to estimate the coefficient. Prredictor parameters that have the most impact for the reflection coefficient is Hi/gT2. While the parameters that have the most impact for the transmission cefficient and dissipation is B/L. The experiments show a correlation between coefficient The result of this research is expected as initial guidance in using simple design form of cylinder structure. This structure is considered as alternative soft engineering approach in beach protection."
2011
S154
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nastiti Elwindari
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kinetika pertumbuhan kristal dan karakterisasi
material penyerap gelombang mikro berbahan dasar LSMO di substitusi Fe-Ti
dengan formula La0.5Sr0.5Mn0.8Fe0.1Ti0.1O3. Preparasi material menggunakan
metode paduan mekanik selama 10 jam, kemudian diberikan variasi waktu 0, 1, 5
dan 24 jam pada temperatur 1000 C, 1100 C dan 1300 C. Pengujian XRD
sebelum proses sintering dan sesudah sintering yang menunjukan hasil bahwa
sintesa bahan atau paduan La0.5Sr0.5Mn0.8Fe0.1Ti0.1O3 memiliki fasa tunggal (single
phase) dengan struktur kristal orthorombik dengan parameter kisi a=7.7 Å ; b=5.5
Å ; c=5.4 Å. Berdasarkan hasil pengukuran ukuran kristal rata-rata melalui
metode Debye-Scherrer, kinetika pertumbuhan kristal rata-rata mengikuti
persamaan Avrami dengan nilai energi aktivasi sebesar Q=21.29 kJ/mol.K.
Karakteristik nilai serapan gelombang mikro pada frekuensi 8?15 GHz dianalisa
menggunakan Vector Network Analyzer (VNA). Karakterisasi kurva reflektansi
loss sampel material T1300-24jam memberikan nilai intensitas yang paling
optimal yaitu sebesar -3.58 dB atau 34% frekuensi serapan pada frekuensi optimal
12.5 GHz, dan lebar pita penyerapan sebesar 3 GHz.

ABSTRACT
The kinetics of crystallite growth and microwave characteristics for Fe-Ti
substituted LSMO with La0.5Sr0.5Mn0.8Fe0.1 Ti0.1O3 composition was investigated.
Material preparation was carried out by means of mechanical alloying process for
10 hours milling times. The powders which prepared from mechanically milled
material were sintered at temperatures 1000 C, 1100 C dan 1300 C respectively
for 0, 1, 5 and 24 hours time sintering time. The XRD traces for sintered materials
confirmed that the La0.5Sr0.5Mn0.8Fe0.1 Ti0.1O3 is a single phase material with a
orthomobic crystal structure a=7.7 Å ; b=5.5 Å ; c=5.4 Å. Refering to mean
crystallite size evaluation which employing Debye Scherrer method. It was found
that the kinetics of mean crystallite growth followed the Avrami equation with an
activation energy for crystallite growth Q=21.29 kJ/mol.K. In addition to
crystallite growth kinetics the absorbtion characteristics of material was evaluated
by a Vector Network Analyzer (VNA) in the electromagnetic frequency range 8-
15GHz. The best absorbtion characteristics was found in the sample code T1300-
24h. This follows that the reflection loss of -3.58 dB or 34% was absorb occurred
at frequency 12.5 GHz was the bandwith 3GHz.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43712
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anderson, Benedict
London: Verso, 2016
306 AND i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wakid Ali Muntoha
"Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik oleh material penyerap adalah mekanisme resonansi yaitu dalam hal ini bila terdapat kesamaan antara nilai impedansi gelombang elektromagnetik diudara dengan nilai impedansi material, maka penyerapan energi oleh material berjalan maksimal. Metode Nicolson Rose Wear merupakan metode yang cukup efektif dalam menghitung nilai pernyerapan gelombang tersebut pada suatu material penyerap gelombang elektromagnetik. Metode ini dihitung menggunakan instrumen bantuan yaitu Vector Network Analyser. Instrumen ini sangat efektif untuk menghitung nilai penyerapan gelombang elektromagnetik. Namun, instrumen Vector Network Analyser yang kebanyakan ada di lembaga-lembaga penelitian tidak bisa menghitung nilai magnetik dan nilai eletrik dari material penyerap gelombang elektromagnetik. untuk meghitung nilai permeabilitas dan nilai permitivitas tersebut dibuatlah alat bantu pehitungan menggunakan programming dan diaplikasikan dalam suatu server sehingga memudahkan siapapun untuk mengakses dan menggunakannya dalam penelitian yang dilakukan.

The mechanism for absorption of electromagnetic waves by absorbing materials is a resonance mechanism, in this case if there is a similarity between the value of the impedance of electromagnetic waves in the air and the impedance of the material, the absorption of energy by the material is maximized. Nicolson Rose Wear method is a method that is quite effective in calculating the value of the absorption of these waves on an electromagnetic wave absorbing material. This method is calculated using an auxiliary instrument, namely the Vector Network Analyzer. This instrument is very effective for calculating the absorption value of electromagnetic waves. However, the Vector Network Analyzer instrument which is mostly available in research institutions cannot calculate the magnetic value and the electrical value of the electromagnetic wave absorbing material. To calculate the permeability and permitivity values, a calculation tool was made using programming and applied to a server, making it easier for anyone to access and use it in the research being conducted. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbijoto
"Penulis berusaha melakukan refleksi terhadap hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan secara legalistis, dengan mendasarkan pada Arbitrary Rule (Homo Yuridicus), apakah telah terselenggaranya dengan baik, ataukah masih dipertanyakan lebih lanjut legitimasi yang mendasarinya.
Dengan mendasarkan pada Arbitrary Rule, masih dipertanyakan lebih lanjut legimitasi yang mendasarinya, sehingga secara Deontologi dipertanyakan lebih lanjut mengenai Ethical Principle : suatu keutamaan-keutamaan moral, yang muncul dari usaha manusia sendiri (Homo Ethicus), maupun keutamaan-keutamaan Teologal, yang terutama merupakan anugerah dari Tuhan (Homo Religiosus), sehingga dilihat dari tujuan yang akan tercapai (Teleologi), maka dapat terselenggara negara hukum dengan baik.
Penulis berasumsi bahwa dalarn kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, tidak dapat terselenggara dengan baik, apabila hanya mendasarkan pada legalitas saja (Homo Yuridicus), karenanya juga mendasarkan pada Ethical Principle, yakni baik dengan mendasarkan pada keutamaan-keutamaan moral (Homo Ethicus) maupun keutamaan-keutamaan teologal (Homo Religiosus).
Penulis membahas tema ini dengan melakukan refleksi kritis secara bertahap, terhadap pemikiran-pemikiran yang berdasarkan pada :
Legalitas (Homo Yuridicus), yang hanya mendasarkan pada norma hukum. Norma hukum adalah merupakan ketentuan hukum positif, yang untuk berlakunya harus ada paksaan dari luar ; karena pada pemikiran yang mendasarkan pada legalitas ini, masih belum mempertimbangkan panggilan suara hati.
- Legitimasietis (Homo Ethicus), disamping mendasarkan pada norma hukum, telah mendasarkan pada keutamaan-keutamaan moral ; yang untuk berlakunya mendasarkan pada sesuatu yang bersifat otonom, setelah mendengarkan suara batin.
Legimitasi Teologal (Homo Religiosus), disamping mendasarkan pada norma hukum dan keutamaan-keutamaan moral, juga telah dapat mentransendensikan dirinya sebagai ciptaan Tuhan, menjawab panggilan Tuhan dalam Rahmatnya, untuk keselamatan jiwanya.
Hakim Sebagi Homo Yuridicus.
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, masih tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum positif saja untuk diterapkan terhadap kasus konkrit, yakni terhadap perkara yang diajukan kepadanya untuk diputus. Maka dipertanyakan, bagaimana kalau hukum yang akan diterapkan dalam kasus konkrit ini temyata bertentangan dengan rasa keadilan, karena disini hakim dituntut untuk mempunyai integritas moral, dalam pengertian tanpa adanya keberanian moral untuk menegasikan hukum positif yang bertentangan dengan rasa keadilan tersebut, justru akan mengakibatkan putusan hakim menjadi Contra Legem Abus de Droit.
Hakim Sebagai Homo Ethicus.
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, disamping memperhatikan ketentuan hukum positif, sudah mempertanyakan apakah ketentuan hukum positif tersebut bertentangan dengan rasa keadilan ; dalam pengertian apakah hukum positif identik dengan hukum yang hidup (Living Law) dari para pencari keadilan (Yustiabelen).
Maka disini hakim dalam menerapkan hukum dalam kasus konkrit, dituntut untuk melaksanakan keutamaan-keutamaan Moral (Ethical Principle) antara lain : Kebijaksanaan Keadilan, Ketangguhan dan Keugaharian.
Hakim Sebagi Homo Religiosus
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan disamping dituntut memperhatikan ketentuan hukum positif dan keutamaan moral, juga dituntut untuk melaksanakan keutamaan Teologal. Sehingga juga dipertanyakan mengenai bahwa : Hakim bisa berbuat dalam anti moral, yakni bertindak demi kewajiban semata, tanpa membutuhkan suatu pemahaman mengenai Tuhan.
Bukankah motivasi tindakan moral demi kewajiban semata (moralitas otonom), bukan ketaatan pada perintah Tuhan.
Pertanyaan ini dapat dijawab : bahwa moralitas mengarah kepada agama melalui pemahaman Kebaikan Tertinggi, Summum Bonum. Tuhan adalah yang sempurna secara moral. Maka kehendak dan perintahNya adalah sempurna juga secara moral. Mengingat bahwa tujuan moralitas adalah Kebaikan Tertinggi padahal Kebaikan Tertinggi terdapat pada Tuhan dan dapat dicapai dengan menerima adanya Tulian sebagai postulat, maka kalau kita ingin mencapai Summum Bonum, make kita harus menyelaraskan diri dengan kehendak dan perintah Tuhan yang sempurna secara moral itu. Dengan adanya penyelarasan inilah, kita mengakui kewajiban kita sebagai perintah Tuhan ; dan menurut Immanuel Kant inilah agama, karena dengan demikian kita dapat menghayati pengalaman dalam hidup beragama dengan menerima eksitensi Tuhan.
Menerima eksistensi Tuhan dan kemampuan manusia melakukan transendensi terhadap Tuhan (Homo Religiosus) serta konsep mengenai Kejahatan, Durjana, Evil, Dosa, Fallibilty, Fault ; penulis paparkan dengan menggunakan pemikiran Soren Aabye Kierkegaard, Mirces Eliade, Immanuel Kant, Paul Ricour, Prof.Dr. Toety Heraty, Prof.Dr. Franz Magnis Suseno, Dr. Loren Bagus.
Kebebasan dan Iman Hakim
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, tidak saja telah dapat mentransendensikan diri dalam tindakan moral, akan tetapi juga telah dapat melakukan transendensi dalam iman dan dengan iman yang dihayati kira mengambil bagian dalam hidup Tuhan (Homo Religiosus).
Homo Religiosus adaiah tipe manusia yang hidup dalam suatu alam sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikamati sakralitas yang ada, tampak pada alam semesta. Hakim sebagai Homo Religiosus dalam pengalaman religiusnya dapat mengahayati perasaan-perasaan yang dialami, sebagai misteri yang memikat, yang membahagiakan, apabila menerima panggilan Tuhan (Mysterium Fascinosum) dan sebagai misteri yang menakutkan apabila menolak penggilan Tuhan (Mysterium Tremendum).
Kesimpulan
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, terhadap kasus yang dihadapkan kepadanya disamping mendasarkan pada azas legalitas, juga mencasarkan legitimasi putusannya pada prinsip-prinsip keutamaan Moral dan terutama pada prinsip keutamaan teologal.
Hal-hal Yang Erat Relevansinya dengan Keadaan d Indonesia.
Meskipun kebebasan hakim dalam menyelenggarakan hukum dan keadilan secara legalitas telah dalam konstitusi maupun dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, namun tanpa adanya integritas yang dilandasai oleh prinsip-prinsip keutamaan moral dan teologal, maka kebebasan hakim tersebut adalah hanya merupakan suatu yang Abstrud."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Nugroho
"The Absurdity Of Human Existence A Reflection Toward Albert Camus ThoughtsAlbert Camus, a Pied Noir (French-Algerian) philosopher who lived on 1913-1960, is an existentialist thinker that concerning into absurdity phenomenon on human life. Absurdity is a representation in Common Era that human existence has a serious problem with the world that surrounding them. Feeling of absurdity born when the world reject human individual life likes alienation. This conflict make human tend to die because they do not find anything on their live.
Suicide is one of human reaction for their absurd life. Camus thinks that suicide is important philosophical problem that must be solved before explaining another likes, logical, metaphysical or epistemological problems. The assumption for this because, if human can not find the reason why their must be live and exist, the explaining for another aspects of life is not useful. Camus believes that human can be surviving on their absurd life because of their essence. Rebellion is the way to survive that absurdity man against all of interrupt from the world that not suitable for their existence. Human has freedom to choice how to survive according to their rationality.
A critic for Camus thoughts, unless he said that suicide is a kind of magnum opus because to make it happen, an individual must dialogue with his rationality, he thinks that suicide as representation of the looser. Suicide is a sign that human weakness and cannot survive. If he against suicide, he makes a stratification to human existence that means, contradiction with his principal that human has a freedom. Suicide is one kind of rebellion, to find the meaning of live. If a human cannot find on this world, it means that this world is not a right place for them to exist."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Heriyanto
""Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka pen ja jahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidk sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Demikian bunyi alinea pertama Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pencantuman alasan-alasan mengapa Indonesia perrlu merdeka - bahkan bahwa segala bangsa berhak merdeka (menentukan nasibnya sendiri) - dalam suatu Pembukaan Undang-undang Dasar Negara tentulah menyiratkan makna yang kuat. Paling tidak pengalaman penderitaan di bawah kekuasaan bangsa acing selama lebih dari tiga setengah abad mengajarkan kepada bangsa ini betapa pentingnya kemerdekaan bagi kehidupan suatu bangsa. Suasana hidup bebas dari penjajahan, rasa lepas dari keterpaksaan untuk tunduk pada kehendak orang atau bangsa lain begitu diperjuangkan dengan tetesan air mata dan simbahan darah dari berjuta rakyat selama sekian abad. Hal yang sama terjadi juga pada bangsa-bangsa lain?."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sarah Rum Handayani Pinta
"ABSTRAK
Dalam ilmu sosial, sastra maupun ilmu-ilmu lainnya, telah banyak ditemui penulisan tentang citra wanita dalam berbagai aspek. Akan tetapi tidaklah demikian dalam bidang seni rupa, khususnya dalam bidang seni lukis. Meskipun jumlah wanita besar, melebihi jumlah pria akan tetapi jumlah wanita yang berkecimpung dalam seni lukis sangat sedikit dibanding pria.
Dalam realitas sesungguhnya hadirnya wanita pelukis tidaklah segencar wanita-wanita dalam karya lukisan. Anggapan-anggapan yang secara sosial budaya berlaku untuk wanita, sangat menghambat kreativitas wanita-wanita pelukis. Melukis adalah suatu proses kreatif. Wanita banyak diassosiasikan dengan proses yang bukan kreatif,dan selalu dikaitkan dengan kegiatan reproduksi dan konsumsi. Sehingga melukis dianggap bukan dunia wanita, lebih merupakan dunia pria.
Karya seni pada dasarnya adalah kegiatan manusia yang dilakukan dengan sadar, dengan perantaraan tanda-tanda lahiriah tertentu. Karya seni diciptakan untuk menyampaikan perasaan-perasaan yang telah dihayati yang diekspresikan melalui karya kepada pengamat (orang lain). Pengamat tentu perlu untuk mengetahui makna apa yang ada dibalik karya tersebut.
Berdasarkan permasalahan di atas, akan sangat bermanfaat bila dapat mengungkapkan tentang citra wanita dalam karya lukisan hasil karya wanita pelukis Lucia Hartini. Bagaimana Lucia Hartini menampilkan citra wanita dalam lukisannya, apakah tema dari pokok pembahasan tentang wanita yang dituangkan Lucia Hartini dalam karya lukisannya cenderung mengukuhkan nilai-nilai lama (intensifying), melapukkan nilai-nilai lama (decomposing), membentuk kembali nilai-nilai lama (recomposing) citra wanita yang tradisional ataukah membentuk nilai-nilai baru yang betul-betul baru (reconstructing).
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Karena untuk menghayati suatu karya seni, diperlukan suatu pemahaman berdasarkan kecerrnatan panca indra. Melalui panca indra inilah data seni suatu kajian ilmiah harus dihimpun secara kualitatif. Data yang diambil adalah lukisan Lucia Hartini sebanyak tujuh karya lukisan. Data akan dianalisis memakai analisa semiotik. Semiotik adalah kajian tentang makna tanda. Lukisan adalah kumpulan dari tanda-tanda yang disebut sebagai sebuah bahasa dari tanda-tanda visual (a language of visual signs). Maka semiotik bisa digunakan untuk memahami karya lukisan.
Untuk mengungkap data, dikemukakan landasan berpikir tentang kebudayaan yang meliputi : agama, kepercayaan, tradisi, adat dan lingkungan. (Koentjaraningrat, 1984), pelukis dalam proses penciptaan karya lukis (Bastomi, 1992), karya lukisan yang menjadi proses pengukuhan nilai-nilai lama (intensifying), pelapukan nilai-nilai lama (decomposing) dan pengemasan kembali nilai-nilai lama (recomposing) menurut Elson and Pearson (dalam Kate young, 1984).
Melalui analisis sintaksis, pada analisis garis ditemukan garis mengarah ke atas adalah pola garis yang paling dominan. Dalam arti simbolis garis mengarah ke atas dapat diartikan sebagai simbol hidup. Warna oranye dan merah muncul sebagai warna dominan diantara latar belakang berwarna biru. Dalam analisis warna ditemukan pula warna yang mempunyai intensitas sama yang dicapai karena adanya keseimbangan antara warna biru dan coklat. Dalam analisis raga ditemukan komposisi statis, komposisi yang terkesan "diam".
Kontras gelap terang yang didapat dari analisis bentuk didapatkan dari media warna, bukan dari effek cahaya. Simbol-simbol yang muncul dalam bentuk terdiri atas : wanita, bayi, tembok, kain panjang sebagai busana wanita, selendang, air laut, awan, bulan, cermin, bunga, kuda, dan benda menyerupai otak.
Subject matter yang muncul dalam citra wanita adalah (1) wanita dalam keterkungkungan, (2) wanita dalam pengasuhan, (3) wanita yang mendambakan hadirnya seorang anak (4) Benda yang dekat dengan wanita : cermin sebagai buaian dari diri wanita. (5) hubungan antara ibu dan anak (6) wanita yang ingin bebas dari keterkungkungan.
Simbol-simbol dalam analisis semantik ditemukan antara lain : bayi sebagai simbol karunia Tuhan, secara Ilahi datangnya dari "atas", juga sebagai simbol keabadian dari kehidupan dari orang tuanya dengan generasi sebelumnya ; tembok sebagai kungkungan tradisi yang kokoh, sebagai kungkungan secara sosial budaya yang disosialisasikan pada wanita. Kain panjang sebagai busana yang melilit tubuh wanita yang memberi ekspresi bergerak, berputar, sebagai simbol adanya permasalahan yang tak pernah terselesaikan. Selendang : simbol buaian, yang berfungsi memberikan kehangatan, perlindungan dan kasih sayang antara ibu dan anak yang menimbulkan ikatan antara keduanya. Di samping simbol-simbol di atas tampil pula simbol lain seperti : mata, cermin, bunga, kuda, air laut, awan, bulan dan benda lain yang menyerupai otak.
Warna-warna yang muncul-sebagai simbol antara lain : warna hijau, ungu, oranye dan biru. Dari ketujuh lukisan dengan terra dan pokok bahasan tentang wanita yang dituangkan Lucia Hartini dalam lukisannya ditemukan adanya lukisan yang cenderung mengukuhkan nilai-nilai lama (intensifying), melapukkan nilai-nilai lama (decomposing), dan membentuk kembali nilai-nilai lama (recomposing) citra wanita tradisional, dan tidak ditemukan adanya kecenderungan dalam pembentukan nilai-nilai baru yang betul-betul baru (reconstructing)."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoese Mariam
"Data Rock Physics adalah alat untuk identifikasi fluida, perhitungan dalam reservoar, dan bagian penting dalam studi substitusi fluida untuk memodelkan berbagai macam fluida. Thesis ini merupakan hasil dari penelitian dua sumur untuk melihat pengaruh dari batuan dan properti fluida terhadap respon seismik. Kedua sumur tersebut adalah (YM-232 dan YM-247) merupakan oil well yang menunjukkan pengaruh dari substitusi hidrokarbon dengan air. Akibat dari substitusi fluida terhadap batuan dan properti fluida menunjukkan respon tertentu pada refleksi amplitude, variasi amplitude tersebut dapat digunakan sebagai guide untuk memperkirakan penyebaran jenis fluida pada lapangan YM. Pertama dengan melakukan sintetik pada keadaan insitu. Diikuti dengan sintetik pada kondisi tersaturasi (FRM), dengan manganggap bahwa fluida adalah air/minyak dan mineral adalah batu pasir bersih. Amplitude ini akan diekstrak untuk dikorelasikan dengan data seismic yang sebenarnya. Koefisian korelasi yang memiliki nilai tinggi (~1) dijadikan sebagai model untuk memprediksi tipe fluida pada area prospek yang didasarkan pada informasi amplitude dari data seismik. Dengan kata lain, kita dapat memahami efek dari saturasi hidrokarbon terhadap synthetic offset gathers. Analisis ini digunakan sebagai salahsatu parameter untuk mengembangkan interpretasi data seismic 3D & untuk menekan/mengurangi resiko pengeboran.

Rock physics data is a tool for fluid identification and quantification in reservoir, and also plays an important part in any fluid substitution study that may provide a valuable tool for modeling various fluid scenarios. This thesis presents the results of the two well cases where the effect of rock and fluid properties on seismic response are illustrated. Both of wells (YM-232 and YM-247) show the effect of replacing hydrocarbons with brine. This effectt illustrates how rock and fluid properties along with reflection amplitudes can be used to estimate fluid type in YM field. First synthetic using the original case. And the other synthetic by using FRM case, with an assumption that the fluid was brine/oil and the mineralogy was clean sand. These amplitude was extracted to be correlated with the real seismic data. Finally, a good correlation was obtain from a model to estimate the fluid type in prospect based on amplitude information in seismic data. In other word, we can understand the effect of hydrocarbon saturation on synthetic offset gathers. This analysis can be use as one of parameter to improve seismic 3D interpretation and to reduce drilling risk."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T21579
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>