Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yonian Gentilis Kusumasmara
Abstrak :
Latar belakang: Refluks cairan lambung ke struktur laring dapat menyebabkan kerusakan pada pita suara. Stroboskopi adalah pemeriksaan penunjang untuk melihat struktur dan fungsi vibrasi pita suara yang dapat mendeteksi secara dini kelainan pada pita suara dan dapat menunjang diagnosis refluks laringofaring (RLF). Tujuan penelitian: Mengetahui struktur dan fungsi vibrasi pita suara pada pasien RLF dibandingkan dengan pasien normal, serta mengetahui skor temuan refluks (STR) dengan menggunakan stroboskopi laring pada pasien RLF dibandingkan dengan menggunakan rinofaringolaringoskopi serat lentur. Metode: Penelitian komparatif cross sectional yang dilakukan di URJT Departemen THT FKUI-RSCM pada bulan Agustus 2018 hingga Februari 2019 dengan subyek penelitian terdiri dari 27 orang pada masing-masing kelompok pasien RLF dengan pasien normal. Hasil: Delapan dari 10 parameter stroboskopi laring pada kelompok RLF berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok normal, antara lain parameter amplitudo, gelombang mukosa, sifat vibrasi, aktifitas supraglotis, tepi pita suara, simetri, periodisitas, dan perbandingan fase tertutup dan terbuka. Selain itu terdapat perbedaan bermakna Skor Temuan Refluks (STR) yang dinilai dengan rinofaringo-laringoskopi (RFL) serat optik lentur cahaya konstan dibandingkan dengan stroboskopi laring, khususnya pada parameter edema subglotis, edema plika vokalis, dan hipertrofi komisura posterior. ......Background: Reflux of gastric juice may damage the vocal cords. Stroboscopy is one of supporting examination to explore the structure and vibratory function of vocal cords that has main role in early diagnosis of vocal cords abnormality and sharpened laryngopharyngeal reflux (LPR) diagnosis. Purpose: To determine differences of structure and vabratory function in LPR patients compared with normal patients, and to determine the differences of reflux finding score (RFS) using stroboscopy with flexible rhinopharyngolaryngoscopy. Methods: Comparatif cross sectional study was conducted in ENT Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital since August 2018 untill February 2019 with 27 subjects in each group of patient with LPR and normal group. Result: Eight from 10 stroboscopy parameters is significantly different between LPR group and normal group, ie. vibratory amplitude, mucosal wave, vibratory behaviour, supraglottic activity, vocal folds edge, symetry, periodicity, and open closed phase comparation. Besides, there was a significant difference between Reflux Finding Score (RFS) evaluated using flexible rhinopharyngolaryngoscopy and using laryngeal stroboscopy, particularly in subglottic edema, vocal cords edema, and hypertrophy of posterior commisure.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Sahyuni
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Laringomalasia merupakan kondisi kelemahan struktur supraglotis saat inspirasi sehingga menyebabkan sumbatan jalan nafas atas dan menimbulkan gejala stridor inspirasi. Stridor semakin memburuk pada posisi terlentang. Penyakit penyerta laringomalasia umumnya adalah refluks laringofaring (RLF) yaitu 25-68%. RLF adalah pergerakan isi lambung secara retrograd menuju laring-faring, menimbulkan gejala dan tanda klinis yang bervariasi. Pemberian omeperazol dapat memperbaiki gejala regurgitasi dan stridor serta memperpendek durasi perjalanan alamiah laringomalasia

Tujuan: Mengetahui efektifitas omeperazol pada bayi dan anak dengan laringomalasia, mengetahui prevalensi RLF pada laringomalasia, ada tidaknya RLF berdasar nilai reflux finding score (RFS) menurut Belafsky dan mengetahui berat ringan gejala laringomalasia berdasar nilai laryngomalacia symptom score (LSS).

Metode: Uji controlled trials pada 65 subyek laringomalasia, dibagi kedalam kelompok 42 subyek yang mendapat omeperazol 2 x 2 mg/kg/bb dan 23 subyek yang mendapat plasebo selama 3 bulan Hasil : Kelompok omeperazol dengan gejala berat 58,8% mengalami perbaikan dibanding kelompok plasebo 66,7% dengan nilai p = 0,716. Kelompok omeperazol dengan RLF positif 58,3% mengalami perbaikan dibanding kelompok plasebo 75% dengan nilai p = 1.0

Simpulan : Prevalensi RLF positif sebesar 24,6% dan gejala berat sebesar 44,6%. Efektifitas pemberian omeperazol selama 3 bulan belum terbukti efektif dibanding plasebo berdasarkan perbaikan nilai LSS, RFS dan status gizi. Namun hasil tersebut hanya berlaku sebagai kesimpulan penelitian pendahuluan karena tidak optimalnya besar sampel dan randomisasi subyek. Perlu penelitian lanjutan untuk membuktikan efektifitas omeperazol pada perbaikan skor LSS, skor RFS dan status gizi bayi dan anak dengan laringomalasia
ABSTRACT
Background: laryngomalacia is condition of floopy supraglottis stucture in respiratory that trigger obstruction the upper airway and it causes symptom stridor inspiratory. Stridor can get worse in face up position. In general, the comorbidity of laryngomalacia is laryngopharyngeal reflux (LPR) about 25-68%. LPR is the movement of gaster retrogradely toward laryngopharyngeal and it triggers various symptom and clinical sign. The giving of omeperazole can improve the symptom of regurgitation and stridor and shorten the duration of natural disease of laryngomalacia

Objective: Knowing the effectivity of giving omeperazole to the babies and children with laryngomalacia, knowing the prevalance of LPR to the laryngomalacia, knowing the positibility of LPR based on the value of reflux finding score (RFS) according to Belafsky and knowing severity of symptom laryngomalacia based on the value of laryngomalacia symptom score (LSS).

Method: Test on controlled trials on 65 samples with laryngomalacia and is divided into 42 groups that have been given omeperazole 2x2 mg/kg/bw and 23 samples that have been given placebo for 3 month

Result: Omeperazol groups with severe symptom showed the improvement of 58,8% compared to placebo groups 66,7% with p = 0.716. Omeperazole groups with RLF positive showed the improvement of 58,3% compared to placebo groups 75 % with p = 1.0

Conclusion: The Prevalence of positive LPR based on RFS is 24,6% and with severe symptom is 44,6%. The effectivity of giving omeperazole for 3 month has not proved effective compared to placebo based on the improvement of value LSS, RFS and nutrition status. However such result is only valid for the conclusion of initial research because the size of samples were not either optimal or randomized. It is necessary to conduct research continution to prove the effectivity of giving omeperazole on the improvement of LSS score, RFS score and nutrition status of babies and children with laryngomalacia
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvie Zulka Kautzia Rachmawati
Abstrak :
ABSTRAK
Refluks laringofaring (RLF) pada anak merupakan kelainan yang sering ditemukan dan dihubungkan dengan peningkatan insidens berbagai penyakit saluran napas dan gangguan tumbuh kembang, oleh karena itu diperlukan instrumen diagnosis yang tepat untuk penatalaksanaanya. Sampai saat ini, instrumen terstandarisasi belum ada, sehingga diperlukan satu cara untuk mendiagnosis secara mudah, murah, nyaman, tidak invasif namun mempunyai nilai diagnosis tinggi. Pada orang dewasa, RLF sering kali dikaitkan dengan Hipertrofi Tonsil Lingual (HTL) dan keberadaan DNA Human Papillomavirus (HPV), namun hal ini belum dapat dibuktikan pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan instrumen diagnostik RLF serta melihat hubungan antara RLF dan HTL dan keberadaan DNA HPV pada RLF dengan HTL. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan 3 desain penelitian, yaitu uji diagnostik kuesioner Skor Gejala Refluks (SGR) dan Skor Temuan Refluks (STR) dibandingkan dengan pHmetri 24 jam, dilanjutkan dengan studi kasus kontrol untuk menilai hubungan RLF dan HTL, serta uji melihat keberadaan HPV DNA pada HTL dengan RLF dengan cara Linear Array genotyping. Kriteria inklusi adalah anak berusia 5‒18 tahun, memiliki beberapa keluhan seperti banyak riak di tenggorok, sering nyeri menelan, rasa tersangkut dan mengganjal di tenggorok, mendehem, tersedak, bersuara serak dan batuk kronik. Kemudian dilakukan pemeriksaan nasofaringolaringoskopi untuk menilai keadaan faring dan laring dan pemasangan pHmetri. Apabila pasien RLF terdapat HTL derajat 2 dan 3, dilakukan biopsi tonsil lingual untuk menilai keberadaan DNA HPV. Dari hasil penelitian ini, diperoleh satu instrumen baru yang terdiri dari keluhan berdehem, batuk mengganggu dan choking, disertai kelainan pita suara dan edema subglotik. Instrumen dengan titik potong 4, mempunyai nilai diagnostik yang baik dengan nilai sensitivitas 75%, spesifisitas 76%, Nilai Prediksi Positif 80% dan Nilai Prediksi Negatif 71%. Instrumen baru ini dapat digunakan untuk mendiagnosis RLF pada anak. Tidak terdapat hubungan bermakna antara HTL dengan RLF dan keberadaan HPV DNA tidak terdeteksi pada HTL pasien RLF.
ABSTRACT
Laryngopharyngeal reflux (LPR) is common condition in children which is connected to the increased incidence of airway problems and a developmental delay, therefore a reliable diagnostic tool is required to manage the condition. There is no standardized instrument to diagnose LPR yet, consequently, obtaining an instrument which is cost effective, simple, convenient, non-invasive but yield a good diagnostic values (sensitivity, specificity, Positive Predictive Value (PPV) and Negative Predictive Value (NPV)) is essential. In adult, LPR is frequently linked to Lingual Tonsil Hypertrophy (LTH) and the presence of HPV DNA in its tissue, however those findings have not been confirmed in pediatric population. The aim of this study is to obtain a good diagnostic instrument for LPR, to observe the relationship between LPR and LTH and to identify the existence of HPV DNA in LTH of patient with LPR. A diagnostic study was done comparing adult questionaires for LPR i.e. Reflux Symptom Index (RSI) and Reflux Finding Score (RFS) with 24 hour pHmetry, followed by a case control study to determine the relationship between LPR and LTH and a crossectional study to evaluate the existence of HPV DNA with Linear Array genotyping in LTH. The inclusion criteria are age between 5‒18 years old, with the complain of phleghmy throat, frequent odinophagia, the sensation of lump in the throat, frequent throat clearing, choking episode, hoarseness and chronic cough. Then the patient underwent nasopharyngolaryngoscopy for laryngeal evaluation followed by pHmetry insertion. If LPR is confirmed, the biopsy will be taken from LTH, to see the existence of HPV DNA. A new diagnostic instrument, consists of frequent throat clearing, annoying cough, choking, vocal cords abnormalities, and subglottic edema has been developed and it demonstrates a good diagnostic outcome. The cut-off is score 4, which produced 75% sensitivity, 76% specificity, 80% NPP, 71% NPN. Therefore, this instrument can be applied to diagnose LPR in children. Neither a significant relationship between LPR and HTL nor the existence of HPV DNA are demonstrated
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library