Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Van Basten
"Perkembangan green building relatif banyak memberikan tantangan kepada stakeholder bangunan gedung secara khusus adaptasi perubahan konsep gedung konvensional menjadi konsep green building. Beberapa negara maju membuat kebijakan insentif pada green building sebagai upaya mempercepat adaptasi stakeholder bangunan gedung terhadap Konsep Green Building. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membuat suatu model insentif pada green building untuk meningkatkan daya tarik green building pada negara berkembang seperti studi kasus di Negara Indonesia. Selain itu, penelitian terdahulu belum membahas pemodelan insentif bangunan gedung berdasarkan kebutuhan seluruh stakeholder green building secara khusus di negara berkembang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui focus group discussion dan in-depth interview. Selain itu, metode kuantitatif juga digunakan melalui analisis SEM-PLS dan studi kasus, untuk membetuk model insentif sesuai kebutuhan wilayah yang ditinjau berdasarkan peningkatan biaya inisial green building. Penelitian ini menghasilakn suatu model penilaian pemberian insentif eksternal green building yaitu melalui fase evaluasi finansial, evaluasi insentif internal, evaluasi nasional, dan evaluasi insentif eksternal (Teori BALEY). Seluruh evaluasi ditinjau dari manfaat yang diterima stakeholder bangunan gedung pada siklus hidup bangunan gedung.
......
Green building concept development is relatively a lot of challenges for building stakeholders especially in new concept adaptation from conventional concept into green building concept. Several developed countries made green building incentive regulation as an effort to accelerate the new concept adaptation of building stakeholders. Therefore, the purpose of this study is to create an incentive model on green building to increase the attractiveness of green building in developing countries which Indonesia country as the case study. In addition, previous studies have not discussed building incentive modeling based on the needs of all green building stakeholders specifically in developing countries.
This study used the qualitative method through focus group discussion and in-depth interview. Furthermore, the quantitative method was used through SEM-PLS analysis method and case study to develop the incentive model according to the region's needs which are reviewed based on the cost of the green building. The results od this study was a strategy for determining the green building external incentive model, namely through the phase of financial evaluation, internal incentives evaluation, national evaluation, and external incentive evaluations (BALEY Theory). All of the evaluations are viewed from the benefits received by building stakeholders on the life cycle of the building."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
D2774
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Maulana
"Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 antara lain disebutkan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Dalam usaha pencapaian tujuan itu, maka peranan pemerintah sangat vital, terutama dalam kapasitasnya sebagai pengemban terwujudnya pembangunan nasional dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat moril maupun materiil.
Pada tahun-tahun belakangan ini, pencapaian tujuan tersebut semakin tidak mudah karena adanya dua fenomena besar, yakni krisis ekonomi yang berkepanjangan dan globalisasi internasional. Yang pertama paling tidak potensial menghambat pencapaian kesejahteraan umum, bahkan secara nyata telah terbukti mereduksi kesejahteraan umum terutama dalam bentuk peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran. Sedangkan yang kedua mewujud dalam bentuk persaingan babas antarbangsa, yang menuntut bangsa-bangsa di dunia (termasuk Indonesia) saling berkompetisi.
Persaingan tersebut, tidak dapat dihindari, menuntut kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tinggi, yang hanya mungkin terwujud jika dipersiapkan dengan baik dan berdedikasi serta disokong oleh anggaran yang memadai. Oleh karena itu, sebagai antisipasi atas tantangan tersebut, perlu kiranya dipahami konsep dasar otonomi daerah, baik yang termaktub dalam UU nomor 5 Tahun 1974 maupun UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang memberikan good will bagi upaya pencapaian tujuan praktis pembangunan nasional tersebut.
Dalam konteks otonomi dareh itu, Propinsi DKI Jakarta termasuk salah satu propinsi yang minim sumber alam. Akan tetapi sebagai ibu kota negara, pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, di wilayah DKI Jakarta dapat digali sumber penerimaan daerah dari sektor pajak.
Berdasarkan UU nomor 18 Tahun 1997 yang telah diperbaharui dengan UU nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, dimana Propinsi DKI Jakarta merupakan Daerah Tingkat I yang memiliki 5 (lima) Wilayah Kotamadya (Kodya) yang bersifat administrasi.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna
"Salah satu sumber terpenting pembiayaan dari dalam negeri adalah sektor pajak. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang besar sekali artinya bagi pembangunan nasional. Baik pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah, diarahkan untuk mendukung kemampuan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu, daerah selain dituntut peningkatan kemampuan pembuatan pajak daerah juga dituntut peningkatan pelaksanaan pajak daerah. Hal ini harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan daerah. Ada tiga tujuan pokok yang hendak dicapai setiap perubahan pada setiap pajak daerah. Pertama, menyederhanakan sistem pajak daerah, karena sekarang sistem ini tampaknya memiliki nilai pengganggu yang sangat besar dibandingkan dengan penerimaan yang dihasilkannya. Kedua, menaikkan penerimaan pajak daerah, agar daerah tidak terlalu banyak bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat. Ketiga, perubahan sistem pajak juga mungkin ada yang menyangkut wewenang pemerintah daerah. Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu pajak yang sangat potensial bagi pemerintah daerah DKI Jakarta. Penyebabnya antara lain jumlah kendaraan yang berada di wilayah DKI Jakarta semakin meningkat dan pertumbuhan industri otomotif juga selalu positif. Namun, jika dilihat dari kedisiplinan wajib pajak PKB ditinjau dari ketepatan waktu membayar kewajibannya, maka dari tahun ke tahun selalu ada peningkatan besarnya denda yang diterima pemerintah daerah. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk mencari efektivitas penerimaan PKB, persepsi masyarakat pemilik kendaraan bermotor (wajib pajak) terhadap sistem pemungutan pajak kendaraan bermotor yang saat ini dilakukan. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu upaya peningkatan penerimaan pajak daerah yang sedang diupayakan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan permasalahan yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum pemungutan PKB yang dilaksanakan sudah efektif, kecuali pada masa awal krisis.
Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penilaian wajib pajak/masyarakat terhadap pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor negatif. Artinya, masyarakat menilai pelayanan dan sistem yang saat ini berlaku tidak memenuhi keinginan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diciptakan sistem pendaraan kendaraan bermotor yang terkoordinasi antara Dipenda dan berbagai pihak seperti aparat kepolisian, perusahaan asuransi dan perusahaan pabrik/importir mobil. Yang terakhir khususnya diperlukan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kendaraan baru yang bertambah per minggu atau per bulan di wilayah DKI Jakarta.
Selain itu, perlu dibangun suatu sistem pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor melalui saluran ATM, Bank-bank dan internat. Hal ini akan memberikan kemudahan, kecepatan dan kenyamanan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.
"
2001
T3559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifah Ariny
"Pemberlakukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi diserahkannya beberapa kewenangan pusat kepada daerah, termasuk juga kewenangan di bidang industri dan perdagangan. Seiring praktek otonomi daerah, muncul fenomena di daerah yaitu semangat pembuatan berbagai regulasi yang bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menarik pajak daerah ataupun retribusi daerah.
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) merupakan instrumen kebijakan perizinan di sektor perdagangan yang kini secara penuh diselenggarakan di pemerintahan daerah Kabupaten/Kota. Pengenaan retribusi dalam pengurusan SIUP di beberapa daerah telah memberatkan pelaku usaha (kondisi ekonomi biaya tinggi), karena disamping harus membayar retribusi, pelaku usaha juga kadangkala dihadapi dengan kegiatan pungutan liar yang berkedok dengan praktek "percaloan". Berbeda dengan kondisi yang terjadi di Kota Bekasi, pengenaan retribusi dalam pengurusan SIUP tidak menurunkan minat pelaku usaha untuk menjalankan usahanya di Kota Bekasi. Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah permohonan SIUP dari tahun 2000 hingga tahun 2004.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka menganalisis pelaksanaan kebijakan izin usaha perdagangan di Kota Bekasi. Dasar teori yang dipergunakan dalam menganalisis pelaksanaan kebijakan tersebut adalah kombinasi antara teori yang dikemukakan oleh Mustopadijaja dan Edward III dengan beberapa penyesuaian. Variabel yang dianalisis antara lain: pada dimensi ketepatan kebijakan itu sendiri, konsistensi dan efektifitas pelaksanaannya, komunikasi, sumberdaya, serta struktur birokrasi. Berdasarkan hasil analisis dan observasi di lapangan, diketemukan bahwa kebijakan izin usaha perdagangan di Kota Bekasi cenderung berfungsi sebagai instrumen budgeter dibandingkan dengan fungsi regulasi. Peningkatan jumlah permohonan SIUP dari tahun ke tahun tidak dapat diindikasikan sebagai bentuk keberhasilan implementasi kebijakan. Peningkatan jumlah permohonan SIUP di Kota Bekasi lebih disebabkan adanya perubahan lingkungan sosial berupa mobilisasi penduduk dari daerah lain serta meningkatnya kesadaran masyarakat pelaku usaha dan perubahan Iingkungan ekonomi. Di samping itu posisi/letak strategis dan kelengkapan sarana dan prasarana seperti jalan, pasar, ruko dan lain sebagainya turut memberikan andil bagi perkembangan sektor perdagangan di Kota Bekasi.
Walaupun demikian, terdapat hal yang lebih penting dari sekedar peningkatan jumlah permohonan SIUP yakni, pengembalian fungsi perizinan itu sendiri sebagai instrumen pembinaan, pengawasan dan pengendalian perlu dilakukan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka disampaikan beberapa saran bagi perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan kebijakan izin usaha perdagangan di Kota Bekasi antara lain peningkatan pelayanan perizinan yang berorientasi pada perlindungan kepentingan publik, penambahan secara kuantitas dan kualitas aparat pelaksana, pemanfaatan jaringan internet sebagai media komunikasi dan informasi kebijakan daerah serta pengawasan vertikal dari pejabat atasan aparat pelaksana guna meminimalisir terjadinya praktek percaloan yang merugikan pelaku usaha.

Implementation of Law Number 22 Year 1999 concerned with Local Governance brings consequence delivering of some central authority to Local Government, including also authority in industry and commerce. The practice of regional autonomy emerges phenomenon in the local region, which is spirit of making various regulations with aim to increase regional income (PAD) by collecting regional tax.
License of Commerce (SIUP) is an instrument of licensing policy in commercial sector, which nowadays is fully carried out by Local Government (sub-province/municipality). Imposition of retribution in arrangement of SIUP in some area has weighed against business perpetrator (high cost economy), because besides having to pay for retribution, they also facing with illegal charge practice (profiteering). In Bekasi Municipality, imposition of retribution in arrangement of SIUP does not decrease enthusiasm of business perpetrator. This is reflected from the increasing amount of application of SIUP from year 2000 to 2004.
The research conducted in order to analyze the implementation of licensing policy in commercial sector in Bekasi Municipality. The basic theory used in analyzing the implementation of the policy is a combination between theory told by Mustopadijaja and Edward III with a few adjustment. The variables analyzed are: at dimension: accuracy of policy itself, consistency and effectiveness of the implementation, communication, resource, and bureaucracy structure.
Based on analysis and observation in location, it is concluded that the policy in license of commerce in Bekasi Municipality tends to function more as instrument of budgeter rather as regulation function. The increasing amount of application of SIUP from year to year could not regard as indication of effective implementation policy. It is more caused by social environmental changes (in form of resident mobilization from other area and the increasing of awareness of business perpetrator society) and economic environmental change. Beside that, strategic position and sufficient facilities (such as road, market, etc) have significant role to the growth of commercial sector in Bekasi Municipality.
Even though, there are more important matters from simply the increasing of the amount of application of S1UP, which is reversion of licensing function itself as instrument of restoration, monitoring, and controlling. With reference to the mentioned, there are some suggestions to enhance the implementation of license of commerce policy in Bekasi Municipality. They are service enhancing in licensing with orientation to the protection of public interest, increasing government official quantitative and qualitatively, utilization of Internet connection network for communicating and informing the regional policy, and also vertical supervising of high functionary to minimize the profiteering practice which harming business perpetrator."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library