Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galby Rifqi Samhudi
"ASEAN merupakan organisasi regional yang menaungi negara-negara Asia Tenggara yang salah satu tujuan pembentukannya adalah untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Pada proses menggapai tujuan tersebut, tampaknya ASEAN mengalami kesulitan untuk menemukan pijakan dasar keamanan yang dapat disetujui oleh seluruh anggotanya. Baru pada 1976 disepakati Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang di dalamnya memuat konsepsi Ketahanan Regional (regional resilience. Konsep tersebut sedianya merupakan kebijakan Ketahanan Nasional (Tannas) yang diterapkan oleh Presiden Soeharto di Indonesia. Tesis ini menganalisis mengapa ASEAN menerima konsep Tannas Presiden Soeharto sebagai mekanisme dasar kesepakatan keamanan di ASEAN. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, teori norm life cycle dari paradigma konstruktivisme digunakan dalam penelitian ini. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah teknik penelitian process-tracing pada studi kasus dalam penelitian kualitatif. Pada akhirnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep Tannas yang ditawarkan oleh Presiden Soeharto dapat melalui proses regionalisasi di ASEAN karena peran penting Presiden Soeharto, kesesuaian norma tersebut dengan keadaan regional Asia Tenggara, dan kemampuan norma tersebut mengakomodasi kepentingan nasional negara anggota ASEAN.

One of the objectives of ASEAN as a regional organization in Southeast Asia is to maintain a peaceful and stable environment. In the process of achieving that goal, in fact, ASEAN had difficulties to find common security foothold that can unite its member-states perception on the matter. In 1976, the Treaty of Amity and Cooperation (TAC) which contains the concept of regional resilience was agreed. That concept was initially applied by President Soeharto in Indonesia as National Resilience. This thesis analyzes why ASEAN accepted President Soehartos National Resilience as the basic mechanism of security cooperation in ASEAN. In answering that question, the theory of norm life cycle from constructivism is utilized by this thesis. In addition, this thesis also uses process-tracing research method of study case in qualitative research. In the end, this thesis explains the regionalization process of Indonesias National Resilience in ASEAN has been delivered due to the role of President Soeharto, its relevance with regional environment, and its ability to accommodate ASEAN member states national interests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raymondus Ruly
"Tesis ini membahas mengenai regionalisasi tarif listrik Indonesia. Pada saat ini, tarif listrik di Indonesia masih menganut sistem uniform tarif/, dimana seluruh wilayah di Indonesia memiliki satu tarif listrik. Regionalisasi tarif listrik dalam penelitian ini merupakan diskriminasi harga derajat tiga, dimana tarif listrik pada kelompok konsumen rumah tangga dan industri akan dibedakan berdasarkan pada kondisi geografinya. Dasar yang digunakan untuk menerapkan regionalisasi tarif listrik adalah elastisitas harga terhadap permintaan. Apabila masing-masing wilayah di Indonesia memiliki elastisitas harga yang berbeda-beda, maka regionalisasi tarif listrik di Indonesia dapat dilakukan. Untuk memberikan gambaran tarif listrik apabila regionalisasi tarif dapat dilakukan, pendekatan tarif yang akan digunakan adalah tarif yang berdasarkan biaya rata-rata (average cosf), biaya marjinal (marginal cost pricing), tarif berdasarkan metode Ramsey. Dengan menggunakan metode Ramsey, wilayah yang memiliki elastisitas harga terhadap permintaan yang lebih elastis, tarif listriknya akan lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah yang elastisitas harganya bersifat lebih inelastis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ordinary least square dengan periodenya dari tahun 1988 sampai tahun 2007, yang diolah dengan Software Eviews 5.1. Sebagai pembanding, dilakukan juga analisis elastisitas dengan metode Pooled Least Square, dengan observasi golongan tarif listrik rumah tangga dan industri dari periode 2000 sampai 2004. Hasil estimasi menunjukkan adanya perbedaan elastisitas permintaan listrik baik untuk konsumen rumah tangga dan industri, yang berarti tarif listrik di Indonesia dapat diregionalisasi.

The Focus of this study is about regionalization of electricity tariff in Indonesia. Nowadays, the electricity tariff system in Indonesia is uniform tariff system, where all province in Indonesia only have one centralized tariff. Electricity tariff regionalization in this study is third degree price discrimination, electricity tariff for household and industry sector will be differentiated based on geographic conditions. Electricity tariff regionalization based on price elasticity of demand. If each provinces in Indonesia have diferent price elasticity of demand, then electricity tariff regionalization can be done. For the illustration if electricity tariff regionalization be done in Indonesia, the calculation for the tariff based on average cost, marginal cost and Ramsey pricing method. Regression method that is used in this study is ordinary least square, the period is from 1988 to 2007, and using Eviews 5.1 as Software to analyze the ordinary least square. As the comparative, this study also included price elasticity of demand analysis using the pooled least square, with the observed cross section is power boundary for household and industry, the period for the pooled least square is from 2000 to 2004. The estimation result show that the price elasticity of demand either for household and industry are different each provinces in Indonesia, that mean the electricity tariff regionalization in Indonesia can be done."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26439
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rachmiwati Ramadina
"Skripsi ini menganalis perubahan batasan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai yang sebelumnya diberlakukan sama untuk setiap daerah menjadi berbeda beda pada tiap daerah Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan studi literatur
Hasil penelitian menunjukan bahwa selain perbedaan harga tanah dan harga bahan bangunan pada tiap daerah juga ada kenaikan harga rumah sehingga perlu dilakukan perubahan untuk mendorong ketersediaan perumahan sederhana Ditinjau dari asas netralitas perubahan batasan menjadi regionalisasi dapat mengakibatkan perbedaan penyerahan atas rumah yang dibebaskan PPN sehingga mengganggu netralitas kompetisi Dampak yang dihasilkan dari perubahan kebijakan batasan regionalisasi pembebasan PPN adalah meningkatnya penjualan yang dilakukan oleh pengembang dan terjadinya variasi harga penyerahan rumah sederhana yang dibebaskan PPN.

The focus of this study is to analyze changes in Value Added Tax exemption previously imposed are the same for each area to be different in each region This research is qualitative descriptive interpretive The data were collected by deep interview and literature study The research indicated that beside there are differences land price and the cost of building material it also because house price increment in every region so that change needs to be done to encourage the availability of simple housing
The results showed that in addition to differences in land prices and the prices of building materials in each area that needs to be changed to encourage the availability of low income housing Judging from the principle of neutrality the change may result in restrictions being regionalized differences on home delivery VAT exempt so disturbing neutrality competition The resulting impact of the regionalization policy change VAT exemption limits are increased sales made by the developer and the variation of the price of a modest home delivery VAT exempt.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Catur Aryanto Putro
"Keinginan untuk mengurangi ketergantungan dengan Barat menjadi dasar kuat bagi negara-negara ASEAN+3 untuk membuat kerja sama keuangan yang sesuai dengan kebutuhan negara-negara di kawasan ini. Berubahnya kerja sama CMI dari bilateral menjadi multilateral merupakan titik penting bagi kerja sama keuangan di Asia sebagai langkah awal untuk menuju regionalisasi kawasan. Kepentingan negara-negara besar di dalam kawasan ini tidak lepas begitu saja dalam pembentukan kerja sama CMIM. Cina dan Jepang, sebagai raksasa ekonomi Asia, berebut supremasi untuk memperoleh posisi pemimpin di dalam kerja sama tersebut. Penelitian ini ingin menganalisis mengapa kedua negara akhirnya mau bekerja sama secara multilateral mengingat sebelum tahun 2010 kerja sama yang dibentuk bersifat bilateral. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui kerja sama multilateral, justru keuntungan yang bisa diperoleh oleh kedua negara lebih besar dibanding jika kedua negara mempertahankan status quo untuk bekerja sama secara bilateral. Selain itu, kompleksitas hubungan kedua negara tidak hanya ditandai dengan rivalitas yang ada namun juga ditunjukkan dengan makin tingginya derajat interdependensi di antara keduanya.

The wants to eliminate the degree of dependence towards West became the main reason for ASEAN+3 states to establish financial cooperation, based on their own needs. The transformation of CMI cooperation from bilateral to multilateral was a key point for the financial cooperation in Asia as a first step striving for regionalization. Interests of big states within the cooperation cannot be excluded in establishing CMIM. China and Japan, two economic giants in the region, compete to obtain the leadership seat in the cooperation. The research is aimed to see and analyze why those two states finally decided to cooperate multilaterally after years of bilateralism upto year 2010. The result shows that through multilateral cooperation, the gain and interests that can be aimed by two states are bigger, instead of them being stagnant in status quo. Moreover, the complex relation between China and Japan is not only shown by the rivalry existing between them, but also the rising degree of interdependence amongst them. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helena Roswita Kurniasih
"Kerjasama pendidikan tinggi ASEAN pada dasarnya dibentuk untuk mendorong pembentukan identitas regional di kalangan generasi muda. Mobilitas pelajar menjadi salah satu program yang berkaitan dengan tujuan ini, salah satunya yaitu AUN-ACTS (ASEAN Credit Transfer System) yang berada di bawah naungan AUN sebagai wadah kerjasama resmi pendidikan tinggi di ASEAN. Namun, kenyataannya, mobilitas pelajar Indonesia di intra-ASEAN masih sangat rendah dan hanya terfokus pada negara anggota tertentu saja. Tulisan ini ditujukan untuk mengeksplorasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penyelenggaraan program AUN-ACTS bagi mobilitas pelajar intra-ASEAN serta menganalisis isu mobilitas pelajar dalam proses regionalisasi pendidikan tinggi di tingkat regional dan global, melalui program AUN-ACTS di Universitas Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal, dengan wawancara dan studi pustaka sebagai instrumen pengambilan data. Dengan kerangka pemikiran tata kelola multi dan regionalisasi pendidikan tinggi, penulis menemukan bahwa mobilitas pelajar di intra-ASEAN yang masih timpang terjadi karena mahasiswa menjadikan posisi universitas di peringkat dunia sebagai referensi untuk menentukan pilihannya, sehingga lebih memilih untuk pergi ke negara maju. Selain itu, AUN-ACTS masih mengalami sejumlah kendala yang bersifat teknis sebagai akibat dari proses harmonisasi yang belum menyeluruh di seluruh universitas peserta untuk mengakomodasi mobilitas pelajar. Hal ini diperparah dengan kelangsungan kompetisi global yang mendorong negara anggota untuk menjadi lebih individualistik dalam mendapatkan the biggest piece of the pie, melalui kerjasama dengan aktor luar regional yang lebih mumpuni. Dengan penerapan model pengelolaannya yang masih berbasis sukarela, tanpa adanya dorongan maupun insentif khusus, maka sulit bagi universitas maupun negara anggota ASEAN untuk memprioritaskan kerjasama di intraregional. Meskipun telah bergerak menuju harmonisasi pendidikan tinggi, negara anggota ASEAN perlu berkomitmen untuk membantu satu sama lain dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan maju ke tahap kerjasama yang lebih erat.

ASEAN higher education cooperation is formed to encourage the formation of regional identities among its young citizens. Student mobility is one of the programs related to this goal, one of them is AUN-ACTS (ASEAN Credit Transfer System), which is under the auspices of AUN as an official forum for higher education cooperation in ASEAN. However, in reality, the mobility of Indonesian students is still very low and only focused on certain member countries. This paper aims to explore and identify the factors that influence the process of implementing AUN-ACTS program for intra-ASEAN student mobility, and to analyze the issue of student mobility in the higher education regionalization process at the regional and global level, through AUN-ACTS program conducted at University of Indonesia. The research method used is a single case study, with interviews and literature studies as the data collection instruments. Through multi-governance and higher education regionalization framework, the author finds that the unequal intra-ASEAN student mobility occurs because students use universities’ world rankings as a reference in making their choices, hence they prefer to go to developed countries. In addition to that, AUN-ACTS still faces a number of technical problems as a result of the incomplete harmonization process in all of the participating universities to accommodate student mobility. This then exacerbated by the global competition context that encourages member countries to be more individualistic in getting ‘the biggest piece of the pie,’ through collaboration with more qualified actors outside the region. With the implementation of the management model based on voluntary acts, without any special incentives, it is difficult for universities and ASEAN member countries to prioritize intraregional cooperation. While moving towards harmonization of higher education, ASEAN member states need to commit to assist each other in improving the quality of higher education and moving forward to a closer cooperation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library