Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Kelana Dewantara
"Kompleksitas regulasi pemilu yang ada menghasilkan permasalahan serius diantaranya adanya tumpang tindih regulasi; pengulangan pengaturan; standar beda atas isu yang sama; dan tidak koheren dalam mengatur sistem pemilu legislatif dan pemilu eksekutif. Masalah-masalah tersebut menyebabkan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum pemilu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut kelompok masyarakat sipil membentuk koalisi yang bernama Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu, mempunyai agenda menyatupadukan/kodifikasi regulasi pemilu demi menciptakan kepastian dan keadilan hukum. Sebagaimana dijelaskan Reynolds (1997) penyusunan kerangka hukum pemilu merupakan salah satu aspek standar pemilu demokratis.
Penelitian ini melihat bagaimana strategi advokasi yang dilakukan oleh koalisi dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pendekatan ini digunakan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang aspek-aspek yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang merupakan proses pencarian dan pengungkapan, dilakukan dengan metode wawancara dengan aktor masyarakat sipil dan penentu kebijakan, mempelajari risalah-risalah pertemuan dan dokumen lainnya. Dalam mengadvokasi RUU Pemilu, pilihan strategi advokasi yang digunakan oleh koalisi masyarakat sipil berupa networking, lobbying dan media.
Kesimpulan dari penelitian ini melihat kelompok masyarakat sipil bukanlah kelompok yang homogen, sehingga kelompok masyarakat sipil merupakan kekuatan yang terpecah/fragmentasi, sebagian kelompok tergabung dalam koalisi sekber, sebagian lainnya tergabung dalam tim perumus kebijakan yang mendorong perubahan dari dalam.

The complexity of the existing electoral regulations produces serious problems including overlapping regulations; repeat settings; different standards on the same issue; and incoherent in regulating the legislative and executive election systems. These problems cause uncertainty and unfairness of election law. To overcome these problems, civil society groups formed a coalition called the Joint Secretariat of the Election Law Codification, which had an agenda to integrate/codify election regulations in order to create legal certainty and justice. As Reynolds (1997) explained, the electoral legal framework is one aspect of standard democratic elections.
This research looks at how the advocacy strategy carried out by the coalition in the formation of Law No. 7 of 2017 concerning Elections. The research approach used is a qualitative approach, this approach is used to obtain a comprehensive picture of the aspects studied. The data collection technique, which is a process of searching and disclosing, is carried out by means of interviews with civil society actors and policy makers, studying the minutes of meetings and other documents. In advocating for the Election Bill, the choice of advocacy strategies used by the civil society coalition in the form of networking, lobbying and the media.
The conclusion of this study is that civil society groups are not homogeneous groups, so civil society groups are fragmented, some groups are part of the Joint Secretariat coalition, others are part of a policy-making team that encourages change from within.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Permata Zahra Rosandra
"Penelitian ini mengkaji mekanisme penyelesaian sengketa proses tata usaha negara dalam pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui perspektif desain keadilan pemilu, dengan tujuan mencapai harmonisasi penanganan sengketa yang selaras dengan prinsip keadilan pemilu. Metode yang digunakan adalah penelitian doktrinal dengan fokus pada analisis hukum tertulis. Ditemukan bahwa mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu saat ini memiliki dua kelemahan utama: pertama, tidak ada peluang bagi pihak yang dirugikan untuk mencari keadilan melalui pengadilan lanjutan; kedua, penggunaan lembaga adjudikasi di luar sistem regulasi pemilu menyebabkan penyelesaian sengketa berlarut-larut dan tidak efektif. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan revisi undang-undang pemilu untuk memasukkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan Mahkamah Agung (MA) sebagai peradilan lanjutan dalam sengketa proses pemilu seperti dalam Pilkada, serta menetapkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga peradilan tingkat pertama satu-satunya untuk efektivitas dan pembentukan rezim pemilu melalui prosedur yang jelas, dengan pengalihan fungsi pengawasannya kepada masyarakat untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

This study examines the mechanisms for resolving administrative process disputes in general elections (pemilu) and local leaders elections (pilkada) from the perspective of electoral justice design, aiming to achieve harmonization in dispute resolution that aligns with the principles of electoral justice. The method used is doctrinal research, focusing on the analysis of written laws. It was found that the current mechanisms for resolving electoral process disputes in general elections have two main weaknesses: first, there is no opportunity for aggrieved parties to seek justice through higher courts; second, the use of adjudication bodies outside the electoral regulatory system causes the resolution of disputes to be prolonged and ineffective. Therefore, the author recommends revising the election laws to include the High Administrative Court (PTTUN) and the Supreme Court (MA) as higher courts for resolving electoral process disputes, as in local leaders elections. Additionally, the General Election Supervisory Agency (Bawaslu) should be established as the sole first-instance adjudication body to enhance effectiveness and create a clear procedural framework for electoral justice, transferring its supervisory functions to the public to increase transparency and accountability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library