Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stein, Rebecca L.
Boston: Pearson Education, 2005
306.6 STE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mudjahirin Thohir
"Permasalahan yang diajukan untuk dicari jawabannya dilapangan adalah bagaimana agama yang dilihat dan ditempatkan sebagai nilai-nilai budaya yang bersifat sakral yang isinya terdiri dari pandangan hidup (worldview) dan etos untuk menginterpretasi dan menjadikannya sebagai pedoman untuk pemenuhan kebutuhan biologi, kebutuhan sosial, dan kebutuhan adab, dibakukan dan perlakukan dalam kehidupan masyarakat Bangsri Jepara. Pengertian agama dalam studi ini dilihat dalam perspektif kebudayaan. Sedang teori kebudayaan yang digunakan adalah teori ideasional yang dikembangkan oleh Clifford Geertz dan Parsudi Suparlan serta ahli lain yang sepaham.
Berdasarkan pada studi lapangan, menunjukkan bahwa: 1) Agama dalam realitas sosial pada dasamya adalah hasil tafsiran-tafsiran terhadap apa yang diyakininya sebagai bersumber dari teks-teks suci. Dari tafsiran-tafsiran itu melahirkan model-model tentang pengetahuan dan keyakinan keagamaan yang bervariasi. Model-model pengetahuan dan keyakinan keagamaan sebagai hasil tafsiran-tafsiran tersebut merupakan "warisan" yang diterimanya dari generasi-generasi sebelumnya melalui suatu proses kebudayaan, dan warisan tersebut diterima, dibakukan, dan diberlakukan oleh sejumlah orang tetapi tidak untuk sejumlah orang yang lain. Karena itu (2) dalam kehidupan sosial terdapat macam-macam komunitas keagamaan, di mana masing-masing komunitas tersebut dalam satu segi diikat oleh kesadaran kedaerahan yang diperkuat oleh kesamaan faham keagamaan, dan organisasi-organisasi sosial keagamaan tetapi dalam segi yang lain, faham keagamaan dan organisasi sosial yang berbeda-beda tadi pada saat-saat tertentu bisa memudarkan atau memperlemah ikatan-ikatan kedaerahan atau persaudaraan. Dalam konteks seperti inilah sering terjadi (3) tumpang tindih antara kepentingan agama dengan kepentingan orang beragama; antara kebenaran agama dan kebenaran yang diperjuangkan oleh lembaga. Tumpang tindih demikian semakin kelihatan ketika warga masyarakat dihadapkan oleh kompetisi untuk memperebutkan sumber-sumber daya lingkungan yang terbatas. Dalam kondisi seperti itu, nilai-nilai agama yang berisi pandangan hidup dan etos mengalami penyempitan-penyempitan makna karena ia akan ditakar disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan ukuran-ukuran kepuasan antar-kelompok keagamaan atau oleh lembaga-lembaga sosial yang menggunakan atribut-atribut keagamaan."
2002
D405
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryand
"Kebebasan beragama/berkeyakinan pada dasarnya merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights). Dalam hukum Indonesia pemenuhan hak atas kebebasan beragama tiap warga negara secara langsung dijamin oleh konstitusi. Meskipun telah mendapat jaminan langsung dari konstitusi, pada prakteknya pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih kerap terjadi. Keberadaan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ditengarai sebagai salah satu faktor yang mendorong terjadinya berbagai pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Secara substasnsi, Undang-Undang tersebut memberikan pengakuan tehadap enam agama sebagai agama resmi. Tulisan ini dibuat dengan pendekatan normatif yang dimaksudkan untuk menelaah keseuaian norma dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan doktrin serta prinsip-prinsip HAM tekait kebebasan beragama. Selain itu, studi empiris dengan juga dilakukan untuk memperlihatkan dampak riil dari pengaturan dalam Undang-Undang tersebut. Dengan pendekatan demikian, dapat dilihat bahwa Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 memuat ketentuan pengaturan yang secara substansial bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM terkait kebebasan beragama. Selain itu, ditemukan bahwa dalam prakteknya ketentuan dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 serta peraturan atau kebijakan turunannya memicu berbagai tindakan diskriminatif dan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama terutama bagi para pemeluk agama/kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.

Religious freedom is one of the right that can not be reduced under any circumstances (non-derogable rights). Under Indonesian law, the fulfilment of religious freedom rights of every citizen are guaranteed by the constitution. Despite enjoying direct guarantee from the constitution, in practice, violations of religious freedom still occur frequently. The existence of the Act No. 1/PNPS/1965 on the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy is considered as one of the factors that led to religious freedom violations in Indonesia. Substantially, this Act provides recognition to six religions as official religion. This paper is written in a normative approach to look over the suitability of the norms in the Act No. 1/PNPS/1965 on the the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy by the doctrine of human rights and the principles of religious freedom. Moreover, empirical studies are also conducted to show the real impact of regulation in the Act. Thus, it can be seen that the regulation on Act No. 1/PNPS/1965 contains provisions that are substantially opposed to the human rights principles related to freedom of religion. Furthermore, it was found that in practice the provision on the Act No. 1/PNPS/1965 and its derivative regulations and policies caused various discriminative actions and violations to the right of religious freedom, especially for the disciples of the religion/beliefs who are not recognized by the state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryand
"Kebebasan beragama/berkeyakinan pada dasarnya merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights). Dalam hukum Indonesia pemenuhan hak atas kebebasan beragama tiap warga negara secara langsung dijamin oleh konstitusi. Meskipun telah mendapat jaminan langsung dari konstitusi, pada prakteknya pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih kerap terjadi. Keberadaan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ditengarai sebagai salah satu faktor yang mendorong terjadinya berbagai pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Secara substasnsi, Undang-Undang tersebut memberikan pengakuan tehadap enam agama sebagai agama resmi. Tulisan ini dibuat dengan pendekatan normatif yang dimaksudkan untuk menelaah keseuaian norma dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan doktrin serta prinsip-prinsip HAM tekait kebebasan beragama. Selain itu, studi empiris dengan juga dilakukan untuk memperlihatkan dampak riil dari pengaturan dalam Undang-Undang tersebut. Dengan pendekatan demikian, dapat dilihat bahwa Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 memuat ketentuan pengaturan yang secara substansial bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM terkait kebebasan beragama. Selain itu, ditemukan bahwa dalam prakteknya ketentuan dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 serta peraturan atau kebijakan turunannya memicu berbagai tindakan diskriminatif dan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama terutama bagi para pemeluk agama/kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.

Religious freedom is one of the right that can not be reduced under any circumstances (non-derogable rights). Under Indonesian law, the fulfilment of religious freedom rights of every citizen are guaranteed by the constitution. Despite enjoying direct guarantee from the constitution, in practice, violations of religious freedom still occur frequently. The existence of the Act No. 1/PNPS/1965 on the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy is considered as one of the factors that led to religious freedom violations in Indonesia. Substantially, this Act provides recognition to six religions as official religion. This paper is written in a normative approach to look over the suitability of the norms in the Act No. 1/PNPS/1965 on the the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy by the doctrine of human rights and the principles of religious freedom. Moreover, empirical studies are also conducted to show the real impact of regulation in the Act. Thus, it can be seen that the regulation on Act No. 1/PNPS/1965 contains provisions that are substantially opposed to the human rights principles related to freedom of religion. Furthermore, it was found that in practice the provision on the Act No. 1/PNPS/1965 and its derivative regulations and policies caused various discriminative actions and violations to the right of religious freedom, especially for the disciples of the religion/beliefs who are not recognized by the state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56749
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Norjanah
"Motivasi berkaitan erat dengan kinerja yang pada akhimya akan memberikan kepuasan kerja bagi pelakunya. Bagaimana memotivasi merupakan ketrampilan tersendiri bagi pemimpin. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan metode cross sectional, bertujuan untuk melihat hubungan antara motivasi dan keyakinan beragama dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Motivasi kerja menggunakan pendekatan teori Herzberg yang terdiri faktor motivator dan faktor higiene. Responden berpendidikan Dill Keperawatan, SI Keperawatan, dan SPKIDI Kebidanan. Jumlah sampel adalah 116 perawat dari beberapa ruang rawat di RSIJPK.
Hasil penelitian menemukan adanya hubungan antara otonomi dan tanggung jawab dengan kepuasan kerja (p=0,418) kemungkinan pengembangan dengan kepuasan kerja (p-0,000) faktor motivator dengan kepuasan kerja (p=4,018) supervisi dengan kepuasan kerja (p=0,011) gaji dengan kepuasan kerja (p=0,030) interaksi antar manusia dengan kepuasan kerja (p=0,010) kebijakan organisasi dengan kepuasan kerja (p=0,005) lingkungan kerja dengan kepuasan kerja (p=0,003) faktor higiene dengan kepuasan kerja (p=0,000) motivasi dengan kepuasan kerja (p=0,002) keyakinan beragama dengan kepuasan kerja (p=0,000) Semua variabel karakteristik perawat (umur, jenis kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan dan status perkawinan ) tidak berhubungan dengan kepuasan kerja. Hasil uji multivariat didapatkan sub variabel kemungkinan pengembangan adalah yang paling berpengaruh terhadap kepuuasan kerja (p=0,000).
Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya penerapan jenjang karir fungsional yang akan meningkatkan penghargaan, prestasi kerja, otonomi dan tanggung jawab pemberian asuhan keperawatan serta meningkatkan kualitas pelaksanaan dan ketrampilan supervisi. Penerapan jenjang karir fungsional dengan memperhatikan tingkat pendidikan dan kualitas ketrampilan kerja pada perawat pelaksana diharapkan akan meningkatkan kepuasan kerja."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T18129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jojor Yuni Artha
" ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai hak kebebasan beragama dan berkepercayaan pada masyarakat penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan. Melalui UU No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama negara telah melakukan diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan, karena hanya enam agama saja yang diakui oleh negara. Pada saat melakukan observasi di Cigugur, Jawa Barat, ditemukan dampak negatif atas pengaturan tersebut yang dialami oleh para penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka kesulitan mengakses hak-hak sipilnya, seperti hak untuk memeluk agama dan melaksanakannya, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak atas pelayanan publik akta perkawinan, akta anak serta identitas hukum berupa KTP , dan hak atas bantuan hukum. Akibatnya timbul konflik vertikal antara penghayat kepercayaan dengan pemerintah serta konflik horizontal antara sesama masyarakat. Penelitian ini juga melihat langkah penyelesaian sengketa yang dipilih oleh penghayat keperacayaan untuk menyelesaian konflik/sengketa yang dialaminya. Maka saran dari penelitian ini adalah, negara tidak perlu membedakan antara pemeluk agama resmi dan penghayat kepercayaan. Hal ini sebagai bentuk kewajiban negara untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak warga negaranya. Tanpa pembedaan maka penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan dapat mengakses hak-hak sipilnya.
ABSTRACT This research aims to discuss the right to freedom in religion and belief in Sunda Wiwitan community. According to UU No.1 of 1965 about Prevention of Misuse and or Blasphemy, the country has undertaken a discrimination towards the instiller of faith, due to the fact that only six religions are recognized by the country. In the process of observing in Cigugur, West Java, it was founded several negative impacts toward that regulation which is experienced by Sunda Wiwitan community. They face some difficulties in accessing their civil rights as the freedom of religion, education, employment, public service marriage certificate, birth certificate and legal identity in the form of KTP , and the right to legal aids. As a result, several vertical conflicts between the instiller of faith and government and horizontal conflicts between the instiller of faith and the other communities arise. The study also observed the solutions taken by the instiller of faith to solve the conflicts dispute. Accordingly, the suggestion of this study is the country should distinguish between the official religion and the instiller of faith. It is a form of country rsquo s obligation to respect, fulfill and protect the rights of its community. Without any discrimination, the instiller of faith in Sunda Wiwitan will be able to access their civil rights. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library