Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Wirastuti
"Cacingan merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan paling sering disebabkan oleh spesies Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Cacingan dapat menyebabkan diare, anemia defisiensi besi (ADB), malnutrisi, dan berbagai gejala usus lainnya. ADB pada infeksi A. lumbricoides dan T. trichiura karena cacing menyerap zat gizi yang berperan pada pembentukan Hb, sedangkan pada infeksi cacing tambang akibat perdarahan kronik di saluran cerna. Defisiensi besi dapat terjadi tanpa adanya anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data proporsi cacingan, profil hematologi , dan profil zat besi pada anak yang terinfeksi cacing usus di SD Panimbang Jaya, Pandeglang. Diperoleh 205 subjek penelitian yang memiliki data hematologi, profil besi, dan telur cacing. Proporsi cacingan di Pandeglang adalah 44,4% yang didominasi oleh infeksi cacing intensitas ringan (79,1%). Spesies cacing yang menginfeksi adalah A. lumbricoides, T. trichiura dan campuran keduanya. Didapatkan perbedaan bermakna kadar Hb (p = 0,001), RDW-CV (p = 0,038), retikulosit absolut (p = 0,002), retikulosit relatif (p = 0,007), dan feritin (p= <0,001) antara kelompok subjek yang terinfeksi cacing usus dan tidak terinfeksi. Didapatkan perbedaan bermakna kadar feritin (p = 0,018) dan TIBC (p = 0,001) antara subjek yang terinfeksi cacing intensitas ringan dan sedang. Didapatkan indeks Mentzer >13 pada kelompok subjek yang terinfeksi cacing usus dan tidak terinfeksi
......Soil-Transmitted Helminth (STH) infection is a public health problem in the world and most often caused by species of Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, and hookworms (Ancylostoma duodenale and Necator americanus). STH infection can cause diarrhea, iron deficiency anemia (IDA), malnutrition, and various intestinal symptoms. IDA in A. lumbricoides and T. trichiura infections caused by absorption of nutrients that play a role in the formation of Hb, while in hookworm infections is due to chronic bleeding in the gastrointestinal tract. Iron deficiency can occur in the absence of anemia. This study aims to obtain the proportion of STH infection, hematological profiles, and iron profiles in children infected by STH at SD Panimbang Jaya, Pandeglang. Two hundred and five research subjects had data on hematology, iron profile and worm eggs. The proportion of STH infection in Pandeglang was 44.4% which was dominated by mild intensity STH infection (79.1%). The species of STH that infect are A. lumbricoides, T. trichiura and a mixture of both. There were significant differences in the levels of Hb (p = 0.001), RDW-CV (p = 0.038), absolute reticulocytes (p = 0.002), relative reticulocytes (p = 0.007), and ferritin (p = <0.001) between STH infected and not infected group. There was a difference in ferritin levels (p = 0.018) and TIBC levels (p = 0,001) between mild and moderate STH-infected subjects. Mentzer index was >13 in both groups of subjects infected with STH and not infected."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yusuf Amran
"Pendahuluan : Perkembangan dalam bidang industri saat ini, telah merubah pola penyakit yang ada. Penyakit paru yang dahulu di dominasi oleh penyakit infeksi, saat ini juga dipengaruhi penyakit bukan infeksi, seperti pajanan debu udara dan juga dipengaruhi oleh penyakit metabolik yang diderita oleh individu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan diabetes melitus terhadap laju penurunan fungsi paru dengan adanya riwayat pajanan debu
Metode : Desain penelitian adalah comparative cross sectional menggunakan 494 data pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2012 dan 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan kesehatan berkala periode tahun 2012 dan 2013.
Hasil dan Kesimpulan : Rerata selisih penurunan nilai KVP dan VEP1 tahun 2012 dan 2013 secara berturut-turut pada subyek dengan status tetap DM (499 ml & 553 ml), normal menjadi DM (192 ml & 253 ml), DM terkontrol (102 ml & 190 ml), dan tetap normal (143 ml & 213 ml). Hasil uji statistik didapatkan nilai p<0,0001, berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan penurunan laju fungsi paru pada rerata nilai KVP dan VEP1 pada semua status diabetes subyek penelitian
Saran : Perlu dilakukan pengendalian terhadap pekerja yang menderita diabetes, dengan melakukan pengobatan secara tepat dan mencegah terjadinya komplikasi. Melakukan kegiatan promotif dan preventif untuk mencegah pekerja dari diabetes.
......Introduction: Developments in the industry today, has changed the pattern of existing disease. Pulmonary disease who formerly dominated by infectious diseases, today the influenced is not just an infectious diseases, such as exposure to airborne dust and is also affected by metabolic diseases suffered by the individual. The purpose of this study was to determine the role of diabetes mellitus on the rate of decline in lung function with a history of dust exposure
Methods: The study design was cross- sectional comparative use of data 494 periodic health examinations in 2012 and 2013. The data was collected using secondary data from periodic health examination period in 2012 and 2013.
Results and Conclusions: The mean difference between FVC and FEV1 impairment in 2012 and 2013 respectively in subjects with permanent status in DM (499 ml & 553 ml), normal to DM (192 ml & 253 ml), controlled DM (102 ml & 190 ml), and remained normal (143 ml & 213 ml) . The results of the statistical test p value < 0.0001 , significant at the 5 % alpha can be concluded thera is difference in the rate of lung function decline in the average value of FVC and FEV1 diabetes status on all study subjects.
Suggestion: There needs to be control over the workers who suffer from diabetes, by making appropriate treatment and prevent complications. Promotive and preventive activities to prevent workers from diabetes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Ferry Tigor P.
"Pendahuluan: Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien PGK (penyakit ginjal kronik) yang menjalani HD(hemodialisis) kronik adalah penyakit kardiovaskuler. Faktor utama penyebab kejadian kardiovaskuler pada pasien PGK yang menjalani HD adalah hipertensi. Diagnosis hipertensi pada pasien PGK yang menjalani HD tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan adanya efek retensi cairan, office hypertension, dan proses ultrafiltrasi setelah HD. Baku emas diagnosis hipertensi pada pasien HD adalah pemeriksaan tekanan darah interdialitik dengan menggunakan alat ABPM (ambulatory blood pressure monitoring). Namun alat ini memiliki banyak kendala dalam pemeriksaannya. Studisebelumnyayang meneliti tekanan darah pre dan post dialisis dibandingkan dengan tekanan darah ABPM memberikan hasil yang masih kontroversial.
Tujuan: Mengetahuikorelasi dan nilai diagnostik rerata tekanan darah pre dan post hemodialisis dengan baku emas tekanan darah interdialisis yang diukur dengan metode ABPM.
Metode: Dilakukanstudidiagnostik dan uji korelasi dengan desain penelitian potong lintangpadatiga puluh lima pasien dewasa dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis kronik. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan pengukuran ABPM selama 24 jam dan tekanan darah saat pre dan post dialisis.
Hasil: Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi rerata TD sistolik pre-post dialisis dan sistolik ABPM sebesar r = 0,669 dan p = 0,000 dengan AUC sebesar 84,4 % (95% IK, 71,5 % - 97,3%) dengan p = 0,001 serta nilai sensitivitas 82,14%, spesifisitas 71.43%, nilai duga positif 92%, dan nilai duga negatif 50%. Uji korelasi Pearson mendapatkan korelasi antara rerata TD diastolik pre-post dialisis dan diastolik ABPM sebesar r = 0,359 dan p = 0,034 dengan AUC sebesar 67,6 % (95% IK, 49,3 % - 86,0%) dengan p = 0,075 serta nilai sensitivitas 82,14%, spesifisitas 85,71%, nilai duga positif 95,83%, dan nilai duga negatif 54,55%.
Simpulan: Rerata tekanan darah sistolik pre-post hemodialisis dapat digunakan untuk diagnosis hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis kronik.
......Background: Cardiovascular disease is the leading cause ofmorbidity and mortality in hemodialysis patients. Hypertension is the single most important factor for the development of cardiovascular complications. Diagnosing hypertension in hemodyalisis patients is not easy, because of fluid retention effect, office hypertension, and ultrafiltration after hemodyalisis session. Gold standard for diagnosing hypertension in hemodialysis patient is interdialytic blood pressure measurment with ABPM. Nevetheless this method have many difficulties to perform. Previous research which studied correlation between pre and post dialysis blood pressure and ABPM showed controversial result.
Objective: To determine the correlation and diagnostic value of mean pre-post hemodialysis blood pressurewith ABPM metohd as gold standard.
Method: A diagnostic study with cross sectional design was conducted in thirty five adult patients with chronic hemodialysis. Patients whofulfilled inclusion criteria were recruited for measuring their blood pressure using 24 hours ABPM and also pre - post dialysis BP.
Result: Pearson's correlation test showed that the correlation between pre-post hemodyalisis mean systolic blood pressure and ABPM systolic was 0.669 with p = 0.000 and AUC of 84.4 % (95%CI, 71.5 % - 97.3%) with p = 0.001, and also sensitivity 82.14%, spesificity 71.43%, positive predicitive value 92%, and negatif predictive value 50%. Pearson's correlation test also showed correlation between pre-post hemodyalisis mean blood pressure diastolic was 0.359 with p = 0.034 and AUC of 67.6 % (95%CI, 49.3 % - 86.0%) with p = 0.075 and also sensitivity 82.14%, spesificity 85.71%, positive predictive value 95.83%, and negative predictive value 54.55%.
Conclusion: Systolic mean pre-post hemodyalisis blood pressurecan be used to diagnose hypertension in chronic hemodialysis patient."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T35630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifan Irfiandi
"Kabupaten Sidoarjo tersusun oleh batuan sedimen, klastik, epiklastik, piroklastik, dan aluvium. Alluvium adalah fitur geologis yang rentan terhadap efek gempa bumi. Untuk meminimalkan dampak bencana, desain bangunan harus sesuai dengan kondisi tanah yang dinamis dan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mempertimbangkan kecepatan gelombang geser rata-rata hingga kedalaman 30 m (Vs30) di Sidoarjo menggunakan inversi HVSR. Data Mikrotermor pada 40 titik dianalisis menggunakan metode HVSR. Hasil analisis HVSR kemudian dilakukan dengan inversi dengan prinsip pemodelan ke depan untuk mendapatkan Vs30 dari setiap titik pengukuran. Hasil penelitian menunjukkan 100-480 m/s. Daerah dengan Vs30 lebih rendah dan tebal dominan berada di letusan porong Lumpur Sidoarjo (LUSI) dan di candi. Ketebalan lapisan dengan Vs30 rendah semakin menipis ke arah selatan dan barat daya.

Sidoarjo district is composed by sedimentary clastic, epiclastic, pyroclastic and alluvium rocks. Alluvium is a geological feature that is susceptible to earthquake effects. In order to minimize the disaster impact, design of the building should has to the dynamic and local soil condition. This study aimed to consider shear wave velocity at the average down to 30 m depth (Vs30) in Sidoarjo using HVSR inversion. Microtermor data at 40 points were analyzed using the HVSR method. The result of HVSR analysis is then carried out by inversion with the forward modeling principle to obtain Vs30 of each measurement point. The study results show 100-480 m/s. Areas with lower Vs30 and dominant thick were in the eruption of Lumpur Sidoarjos (LUSI) porong and in candi. The thickness of the layer with low Vs30 increasingly thinning towards the south and south west."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Kurniawan
"Glaukoma berada di peringkat kedua sebagai penyebab kebutaan di Indonesia. Penurunan lapang pandang yang ditandai dengan penurunan nilai mean deviation MD dan penipisan retinal nerve fiber layer RNFL adalah dua dari beberapa hal yang sering dikaitkan dengan glaukoma. Namun, kedua hal tersebut belum ditemukan secara jelas hubungannya satu sama lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan MD lapang pandang dengan ketebalan rerata RNFL pada pasien glaukoma primer sudut terbuka di RSCM kirana, Jakarta. Desain dari penelitian ini adalah cross-sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien RSCM Kirana dari Januari 2015 hingga Juni 2016 yang memiliki data hasil pemeriksaan optical coherence tomography OCT dan tes Humphrey. Terdapat 95 buah bola mata yang datanya diambil untuk sampel. Dari hasil analisa korelasi antara nilai MD lapang pandang dan ketebalan RNFL yang dilakukan pada data yang diperoleh, didapatkan nilai signifikansi.

Glaucoma is the second leading cause of blindness in Indonesia. Visual field loss which is indicated by reduced mean deviation MD value and retinal nerve fiber layer RNFL depletion are two of several things frequently related to glaucoma. However, the correlation between the two variables is yet to be clearly discovered. The objective of this research is to know the correlation between visual field MD and RNFL average thickness in primary open angle glaucoma patients in RSCM kirana, Jakarta. The design which is used in this research is cross sectional by retrieving data from RSCM Kirana patients rsquo medical record from January 2015 to June 2016 which have optical coherence tomography OCT and Humphrey test results. There were 95 eyes whose data was retrieved as samples. After analyzing the correlation between visual field MD value and RNFL thickness retrieved from the samples, it was found that the significance value is"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S70377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Austin Arunika
"Segregasi aspal merupakan salah satu kegagalan yang dapat terjadi pada permukaan aspal. Terdapatnya segregasi pada aspal dapat memicu kerusakan lebih lanjut seperti terjadinya retak hingga berlubang pada jalan, sehingga menyebabkan kondisi jalan menjadi kurang baik. Segregasi pada aspal dapat dideteksi, pada umumnya untuk mendeteksi segregasi aspal dapat menggunakan metode Sand Patch Testing dan Nuclear Density Gauges. Namun, dalam menggunakan kedua metode tersebut diperlukan waktu yang lama serta biaya yang tidak sedikit. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk memberikan inovasi yang menawarkan metode dengan waktu dan biaya yang lebih rendah, yaitu dengan menggunakan metode pemrosesan citra dalam menentukan daerah segregasi dan non segregasi pada aspal. Dalam prosesnya, menggunakan perhitungan deviasi mutlak rerata dari histogram gambar greyscale hasil pemrosesan citra. Kemudian, metode analisis diskriminan linier digunakan untuk mengimplementasikan deviasi mutlak rerata hasil pemrosesan citra untuk mengklasifikasikan segregasi dan non segregasi pada aspal.
......Asphalt segregation is one of the failure that can occur on the asphalt surface. The presence of segregation on asphalt can trigger further damage such as cracks and holes, causing road condition become unfavorable. In general asphalt segregation can be detected with Sand Patch Testing and Nuclear Density Gauges methods. However, using both of these methods takes a long time and costs a lot of money. Therefore, in this study propose to provide an innovation that offers a new method with lower time and cost, namely by using Image Processing method to determine asphalt segregation. In this procedure, the median absolute deviation of the image frequency histogram is used to determine segregation regions. Afterwards, Linear Discriminant Analysis (LDA) is used to implement the median absolute deviation of Image Processing results to classify segregation and non-segregation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Millennianno
"Karakterisasi dari mikropartikel umumnya dianalisa berdasarkan gerak Brown dengan besaran suhu tertentu. Kenaikkan suhu akan menyebabkan energi kinetik partikel berubah sehingga gerakan Brown dari partikel juga akan berubah. Mikropartikel mempunyai tipe-tipe yang sangat luas, salah satunya adalah magnetik. Sifat magnetik pada mikropartikel akan menyebabkan gerak Brown dari partikel akan berbeda apabila diberikan medan magnet eksternal. Dalam studi ini akan diteliti gerak Brown partikel dan magnetic polystyrene untuk diukur koefisien difusinya dalam kondisi medan magnet dan temperatur berbeda-beda. Nilai koefisien dapat ditentukan dari metode rerata kuadrat perpindahan yang membutuhkan analisa gerak partikel. Proses pelacakan dilakukan dengan algoritma pencitraan komputer seperti deteksi blob dan optical flow. Hasil menunjukkan deteksi partikel dengan metode blob seperti SURF dan optical flow RLOF lebih efisien dan cepat secara komputasi dan lebih akurat daripada EfficientDet, dengan hasil koefisien difusi yaitu 6,785034 x 10-15 m2s-1 untuk ukuran 1μm, 8,886335 x 10-16 untuk 3μm, dan 8,944864 x 10-16 untuk 5μm. Pada pengukuran koefisien difusi diperoleh bahwa semakin besar partikel, maka semakin kecil koefisien difusinya. Selain itu, dirancang juga sistem yang dapat menghasilkan medan magnet berotasi yang membutuhkan sinyal tiga fasa. Rangkaian flip-flop digital dapat menghasilkan sinyal tiga fasa, yang diproses dengan pengubah sinyal kotak menjadi sinus untuk menghasilkan sinyal sinus dengan beda fasa 119,752°.
......Characterizing of microparticle usually analyzed by using Brownian movement with controlled temperature. Increasing the temperature will lead to changes in kinetic energy particle, and the Brownian movement of the particle will be changed too. Microparticle has many types which one of them was magnetic microparticle. Magnetic characteristics of microparticle will lead to changes in Brownian motion of partice if given certain external magnetic field. In this study, the stochastic Brownian motion of magnetic polystyrene will be measured with various temperatures and magnetic fields. The value of coefficient could be measured from mean square displacement method by analyzing particle movements. Particle movement could be tracked by using computer vision algorithms such as blob detection and optical flow. Results showed that particle detection using blob such as SURF and optical flow such as RLOF is more computationally faster and more accurate than using EfficientDet with diffusion coefficient results such as 6,785034 x 10-15 m2s-1 for 1μm size, 8,886335 x 10-16 for 3μm, and 8,944864 x 10-16 for 5μm. In diffusion coefficient measurement results, shows that the larger particle sizes will results in smaller diffusion coefficient. Also, the system for generating rotating magnetic field is developed with three-phase signal as requirement. Flip-flop digital circuits is used to generate three-phase signal with square to sine converter to create sine signal with 119,752° phase difference."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rex Rakhito Dio Tjemerlang
"Polusi suara yang terdapat disekitar kita cenderung berdampak buruk pada kegiatan kita sehari-hari, mulai dari kehilangan konsentrasi, sulit tidur, hingga dapat menyebabkan penyakit serius. Peredaman kebisingan menggunakan elemen peredam pasif terbukti dapat bekerja dengan sangat efektif, namun peredaman pasif memerlukan waktu pemasangan dan biaya yang tidak sedikit. Peredaman aktif mulai diminati dengan majunya teknologi digital yang memungkinkan pemerosesan sinyal secara cepat, orangorang bisa mendapat kesunyian dengan menggunakan sistem pengurai derau aktif yang terdapat pada earphone/headphone mereka. Pada penelitian ini dirancang sebuah sistem pengurai derau aktif yang bekerja pada ruang terbuka, dengan tujuan menciptakan zona keheningan lokal. Perancangan algoritma didasarkan pada algoritma Filtered-X Least Mean Square, karena dianggap memiliki laju konvergensi dengan daya pemerosesan paling efektif. Sistem pengurai derau aktif dirancang pada perangkat lunak Max untuk implementasi sistem pada dunia nyata. Hasil pengujian sistem menunjukkan peredaman efektif rata-rata sebesar 6.2 LUFS pada titik error mic, dengan peredaman maksimal sebesar 17.82 dB pada frekuensi ±19.800 Hz.
......Noise pollution can cause many unwanted things in our everyday life, it starts with concentration lost, insomnia, to causing harmful diseases. Passive noise reduction, using passive element has been proven very effective, but also consuming a lot of time and money. Active reduction has been trending since digital era, when we could process signal in real-time. People now could get their own silence using active noise cancelling feature in their headphone/earphone. In this research, we design a active noise cancelling system for open space, with goals of creating local silence zone. The algorithm used are based on Filtered-X Least Mean Square algorithm, since it shown best convergence rate to processing power efficiency. The system is designed in Max to implement it to the real world. Testing showed that the system mean do 6.2 dB LUFS mean reduction in error mic point, with maximum reduction of 17.82 db at ±19.800 Hz."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Theresia Sri Rezeki
"Latar belakang: Rehospitalisasi 30 hari pada gagal jantung menyebabkan perburukan prognosis dan paling sering terjadi karena kongesti hemodinamik yang ditandai oleh tekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricular end diastolic pressure/LVEDP) persisten tinggi. Oleh karena itu, dekongesti komplit harus dipastikan sebelum pasien pulang dari perawatan. Salah satu modalitas yang potensial adalah skor SAFE melalui evaluasi 3 komponen kongesti hemodinamik, yaitu: pompa (ejection fraction/EF), pipa (internal jugular vein collapsibility index/IJVCI dan inferior vena cava/IVC) dan jaringan interstisial (B-lines). Pada studi ini, rerata E/e’ ditambahkan pada skor SAFE dengan pertimbangan nilai prognostik rerata E/e’ dalam memprediksi kejadian rehospitalisasi.
Tujuan: Membandingkan skor SAFE dan skor SAFE+rerata E/e’ dalam memprediksi rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut.
Metode: Dilakukan studi kohort prospektif dengan melibatkan 82 orang pasien gagal jantung akut yang dirawat di RSJPDHK. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk membandingkan kemampuan prediksi skor SAFE dan skor SAFE+rerata E/e’ terhadap rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut.
Hasil: Insidensi rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut mencapai 19,5%. Kurva Kaplan-Meier menunjukkan rehospitalisasi lebih rendah pada kondisi euvolemia daripada hipervolemia (p 0,003). Skor SAFE+rerata E/e’ memiliki kemampuan prediksi rehospitalisasi 30 hari yang lebih baik daripada skor SAFE (AUC 0,77 [95% CI: 0,64 – 0,89] vs AUC 0,74 [95% CI: 0,62 – 0,85]).
Kesimpulan: Skor SAFE+rerata E/e’ memiliki kemampuan prediksi rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut yang lebih baik daripada skor SAFE.
......Background: Short-term-rehospitalization worsens prognosis and frequently occurs due to persistently high LVEDP (hemodynamic congestion) among patients with heart failure (HF). Therefore, it is necessary to ascertain complete decongestion prior to hospital discharge. SAFE score is a potential scoring system to do so because it measures 3 main components of hemodynamic congestion: pump (EF), pipe (IJVCI and IVC) and interstitial tissue (B-lines). In this study, average E/e’ is added to SAFE score considering its clinically significant prognostic value in predicting risk of rehospitalization among patients with HF.
Aim: To compare SAFE score and SAFE score+average E/e’ in predicting 30-day-acute HF (AHF)- related-rehospitalization.
Methods: A prospective cohort study was conducted by involving 82 patients admitted with AHF in National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). Bivariate and multivariate analysis were done to find out which of the 2 models: SAFE score and SAFE score+average E/e’ could better predict risk of 30-day-AHF-related-rehospitalization.
Results: The incidence of 30-day-AHF-related-rehospitalization in this study was 19,5%. By using Kaplan-Meier curve, we identified significantly lower 30-day-AHF-related-rehospitalization in patients discharged with euvolemia than those with hypervolemia (p 0,003). SAFE score+average E/e’ had better predictive properties than SAFE score regarding 30-day-AHF-related-rehospitalization (AUC 0,77 [95% CI: 0,64 – 0,89] vs AUC 0,74 [95% CI: 0,62 – 0,85]).
Conclusion: SAFE score+average E/e’ had better predictive properties than SAFE score regarding 30- day-AHF-related-rehospitalization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Theresia Sri Rezeki
"Latar belakang: Rehospitalisasi 30 hari pada gagal jantung menyebabkan perburukan prognosis dan paling sering terjadi karena kongesti hemodinamik yang ditandai oleh tekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricular end diastolic pressure/LVEDP) persisten tinggi. Oleh karena itu, dekongesti komplit harus dipastikan sebelum pasien pulang dari perawatan. Salah satu modalitas yang potensial adalah skor SAFE melalui evaluasi 3 komponen kongesti hemodinamik, yaitu: pompa (ejection fraction/EF), pipa (internal jugular vein collapsibility index/IJVCI dan inferior vena cava/IVC) dan jaringan interstisial (B-lines). Pada studi ini, rerata E/e’ ditambahkan pada skor SAFE dengan pertimbangan nilai prognostik rerata E/e’ dalam memprediksi kejadian rehospitalisasi.
Tujuan: Membandingkan skor SAFE dan skor SAFE+rerata E/e’ dalam memprediksi rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut.
Metode: Dilakukan studi kohort prospektif dengan melibatkan 82 orang pasien gagal jantung akut yang dirawat di RSJPDHK. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk membandingkan kemampuan prediksi skor SAFE dan skor SAFE+rerata E/e’ terhadap rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut.
Hasil: Insidensi rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut mencapai 19,5%. Kurva Kaplan-Meier menunjukkan rehospitalisasi lebih rendah pada kondisi euvolemia daripada hipervolemia (p 0,003). Skor SAFE+rerata E/e’ memiliki kemampuan prediksi rehospitalisasi 30 hari yang lebih baik daripada skor SAFE (AUC 0,77 [95% CI: 0,64 – 0,89] vs AUC 0,74 [95% CI: 0,62 – 0,85]).
Kesimpulan: Skor SAFE+rerata E/e’ memiliki kemampuan prediksi rehospitalisasi 30 hari terkait gagal jantung akut yang lebih baik daripada skor SAFE.
......Background: Short-term-rehospitalization worsens prognosis and frequently occurs due to persistently high LVEDP (hemodynamic congestion) among patients with heart failure (HF). Therefore, it is necessary to ascertain complete decongestion prior to hospital discharge. SAFE score is a potential scoring system to do so because it measures 3 main components of hemodynamic congestion: pump (EF), pipe (IJVCI and IVC) and interstitial tissue (B-lines). In this study, average E/e’ is added to SAFE score considering its clinically significant prognostic value in predicting risk of rehospitalization among patients with HF.
Aim: To compare SAFE score and SAFE score+average E/e’ in predicting 30-day-acute HF (AHF)- related-rehospitalization.
Methods: A prospective cohort study was conducted by involving 82 patients admitted with AHF in National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). Bivariate and multivariate analysis were done to find out which of the 2 models: SAFE score and SAFE score+average E/e’ could better predict risk of 30-day-AHF-related-rehospitalization.
Results: The incidence of 30-day-AHF-related-rehospitalization in this study was 19,5%. By using Kaplan-Meier curve, we identified significantly lower 30-day-AHF-related-rehospitalization in patients discharged with euvolemia than those with hypervolemia (p 0,003). SAFE score+average E/e’ had better predictive properties than SAFE score regarding 30-day-AHF-related-rehospitalization (AUC 0,77 [95% CI: 0,64 – 0,89] vs AUC 0,74 [95% CI: 0,62 – 0,85]).
Conclusion: SAFE score+average E/e’ had better predictive properties than SAFE score regarding 30- day-AHF-related-rehospitalization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>