Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ramandha Cipta Putra Fikri
"Pertambangan mineral dan batuan merupakan salah satu sektor strategis dalam perekonomian dunia. Nilai guna yang tinggi serta diharuskannya suatu perusahaan tambang untuk menetap dalan jangka waktu yang lama di dalam wilayah suatu negara menjadikan sektor ini menjadi sangat strategis baik secara ekonomi maupun politik. Sektor pertambangan mineral dan batuan seperti layaknya pertambangan migas, umumnya masih dikuasai oleh MNCs dan perusahaan pertambangan dari negara maju, sementara sumber daya mineral dan batuan mayoritas berada pada negara berkembang yang miskin teknologi. Hal ini menciptakan suatu kondisi dimana negara berkembang sering merasa dirugikan dengan kondisi dimana mereka hanya dapat memproduksi barang tambang mentah dan diharuskan membeli kembali hasil olahan dari barang tambang mentah yang berasal dari negara mereka. Hal ini pula yang membuat banyak negara berkembang mengeluarkan kebijakan yang bercorak resource nationalism guna mengejar kepentingan ekonomi maupun kepentingan politik.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas tambang mineral dan batuan yang cukup besar. Sedikitnya dua puluh komoditas tambang mineral dan batuan diproduksi oleh Indonesia. Namun sebagaimana negara berkembang lain, sektor pertambangan mineral dan Batuan Indonesia masih didominasi oleh MNCs dan perusahaan pertambangan Asing. Hal yang mengejutkan kemudian dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dimana pada periode tahun 2009 hingga tahun 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang bercorak resource nationalism. Pergeseran kebijakan ini menjadi suatu hal yang menarik dimana sebelumnya kebijakan di sektor tersebut cenderung bercorak liberalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dilakukannya pergeseran kebijakan di sektor pertambangan mineral dan batuan Indonesia menuju penerapan prinsip-prinsip resource nationalism pada periode tersebut.

Mineral and ores mining is one of the most strategic sectors in world economy. High value of usage and the obligation of the mining companies to stay in other country's sovereign territory for a long period of time makes this sector very strategic economically and politically. Mineral and ores mining just like oil and gas mining, is usually dominated by MNCs and mining companies from the developed countries, while the mineral and ores resources is often located in developing countries that are lacking in technology to exploit it. This creates condition where the developing countries often feels at disadvantages, because they can only produce the raw materials, and in return they have to purchase the processed products which originally made from the raw materials from their own countries. This also causes many developing countries create policies that are associated with resource nationalism to pursue economic ends and also political ends.
Indonesia is one of the biggest mineral and ores commodities producing countries. At least twenty kind of mineral and ores commodities are produced by Indonesia. However, just like many other developing countries, mineral and ores mining sector in Indonesia is still dominated by MNCs and foreign mining companies. In the period between 2009 and 2014, Indonesian government created some shocking policies in their mineral and ores mining sector that associated with resource nationalism. This political shift towards more resource nationalist policies is interesting to observe because previously mineral and ores mining policies in Indonesia is considered to be more liberal. This research aims to analyze what causes the shift on indonesian mineral and ores mining sector towards resource nationalism on that period.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kholid
"Tulisan ini mengkaji tentang fenomena kebangkitan nasionalisme sumber daya di Indonesia di periode pertama Pemerintahan Joko Widodo (2014-2019) dengan mengambil studi kasus kebijakan divestasi saham mayoritas PT Freeport Indonesia kepada PT INALUM pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan teori legitimasi dengan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Data utama penelitian ini bersumber dari dari pidato politik, pernyataan media dan wawancara aktor-aktor di berbagai media. Penelitian ini juga dilengkapi dengan data pendukung seperti wawancara langsung, laporan tahunan, siaran pers, bahan presentasi untuk investor, buku-buku yang ditulis aktor serta berbagai macam peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan menteri hingga peraturan daerah yang terkait dengan tema penelitian ini. Penelitian ini menemukan bahwa pemerintahan Joko Widodo menggunakan kebijakan divestasi saham mayoritas PT Freeport Indonesia sebagai strategi untuk mendapatkan dukungan politik dari audiens domestik dalam Pemilihan Presiden tahun 2019. Pemerintah juga menjadikan kebijakan divestasi saham ini sebagai momentum menaikan daya tawar kepada Freeport McMoran dan Pemerintah Amerika Serikat dalam rangka menjamin kepastian dan keberlangsungan investasi Freeport McMoran di Indonesia.

This study examines the phenomenon of the revival of resource nationalism in the first period of the Joko Widodo Administration (2014-2019). It takes PT Freeport Indonesia's majority share divestment policy to PT INALUM in 2018 as a case study. This study uses legitimacy theory with critical discourse analysis methods. The main data of this research comes from political speeches, media statements and interviews of actors in various media. It is also equipped with supporting data such as a direct interview, annual reports, press releases, presentation materials for investors, books written by actors as well as various kinds of laws and regulations, government regulations, ministerial regulations and regional regulations related to the theme of this research. This study found that the Joko Widodo administration used the PT Freeport Indonesia majority share divestment policy as a strategy to gain political support from the domestic audience in the 2019 Presidential Election. The government also made this share divestment policy a momentum to increase bargaining power for Freeport Mc Moran and The United States government in order to ensure the certainty and sustainability of Freeport Mc Moran's investment in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library