Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ago Harlim
"Pendahuluan: Di Indonesia belum ada penelitian tentang injeksi silikon dan komplikasinya, walaupun kasusnya banyak. Patogenesis granuloma silikon masih belum jelas. Beberapa penelitian mengemukakan peran sel T dan sitokin, namun belum ada yang meneliti tentang toleransi imun.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik meliputi rancangan potong lintang membandingkan 3 kelompok, yaitu 31 jaringan granuloma dan 31 kulit submental pasien dengan suntikan silikon di dagu (kasus) dan 37 kulit normal (kontrol), terhadap gambaran klinis, histopatologis, dan respons imun melalui ekspresi sitokin TNF-a, IFN-g, IL-10, enzim IDO, serta sel Treg (CD4+CD25+); Penelitian eksperimental membiakkan darah penuh kasus dan orang normal, pada RPMI, dan RPMI yang distimulasi PHA, dan silikon. Dilanjutkan dengan mengukur kadar sitokin TNF-a, IFN-g, IL-10 dan IDO supernatan biakan darah. Penelitian dilakukan di klinik spesialis JMB, FMIPA, FKUI, FKUNAIR, dan lembaga Eijkman, tahun 2012 - 2014.
Hasil Penelitian: Sebanyak 31 pasien granuloma akibat suntikan silikon di dagu umumnya datang berobat 12,5 tahun setelah penyuntikan, perubahan bentuk dagu terjadi pada tahun ke-4, perubahan warna pada tahun ke-5. Kadar sitokin proinflamasi di supernatan biakan darah lebih tinggi pada pasien granuloma daripada normal. Terdapat korelasi bermakna antara TNF-a di supernatan biakan darah dengan ekspresi TNF-a di jaringan granuloma. Enzim IDO, Treg, IL-10 di kulit submental berkorelasi bermakna dengan sitokin di granuloma. Sitokin anti inflamasi berperan pada kulit submental. Rasio TNF-a/IL-10 di supernatan biakan darah berkorelasi terbalik dengan ekspresi sel Treg di granuloma, membuktikan fungsi Treg sebagai toleransi imun, bekerja melalui IL-10. Enzim IDO di granuloma berkolerasi bermakna dengan rasio TNF-a/IL-10 di supernatan biakan darah dan Treg kulit submental.
Simpulan: Enzim IDO bekerja sama dengan fungsi sel Treg dalam toleransi imun pada granuloma akibat suntikan silikon. TNF-a di supernatan biakan darah dan sitokin anti inflamasi di kulit submental dapat dijadikan prediktor untuk menilai respons imun yang terjadi akibat suntikan silikon.

Background: There is no study on silicone injections and its complications in Indonesia, yet, although the number of cases increased. The pathogenesis of silicone granulomas is still unclear. A few studies have been made to investigate the role of T cells and cytokines, however, none investigates the role of immune tolerance.
Method: An analytical descriptive study encompassing cross sectional research was designed to compare 3 groups of 31 granuloma tissue and 31 submental skin of the patients with silicone injection in the chin (case) and 37 normal skin (control) on the clinical pictures, histopathological features and immune response through the expression of TNF-a, IFN-g, IL-10 cytokines, IDO enzyme, and Treg cells (CD4+CD25+). The experimental study cultured whole blood of the case and control patients and measured the level of TNF-a, IFN-g, IL-10 cytokines and IDO enzyme. The study was conducted in JMB specialist clinics, FMIPA, FKUI, FKUA, and Eijkman foundation from the year 2012 to 2014.
Result: Thirty one patients with granuloma caused by silicone injection in the chin commonly seek medical advice 12.5 years after the injection, the chin shape changed on the fourth year and the skin color changed on the fifth year. Patients with granuloma had higher level of proinflammatory cytokines in their blood cultured supernatant. There was a significant correlation between TNF-a in blood cultured supernatant with the expression of TNF-a in the granuloma tissue. IDO enzyme, Treg cells, IL-10 in the submental skin significantly correlated with the cytokines in the granulomas. Anti inflammatory cytokines played a role on the submental skin. The ratio of TNF-a/IL-10 in blood cultured supernatant reversely correlated with the expression of Treg cells in the granuloma, demonstrating the function of Treg cells as an immune tolerance working through IL-10. IDO enzyme in the granulomas significantly correlated with the ratio of TNF-a/IL-10 in blood cultured supernatant and Treg in the submental skin.
Conclusion: IDO enzyme collaborates with Treg cells in the immune tolerance caused by silicone injection. TNF-a in blood cultured supernatant and anti inflammatory cytokines in the submental skin can be utilized as predictors to assess the resulting immune response due to silicone injection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Alfian Zainuddin
"Indonesia masih menjadi negara yang belum terbebas dari malaria. Terdapat kesenjangan kasus malaria di Indonesia dengan prevalensi tertinggi di Provinsi Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model manajemen malaria berbasis wilayah yang nantinya dikembangkan menjadi algoritma manajemen malaria berbasis wilayah. Desain penelitian ini adalah desain penelitian analitik yang menggabungkan studi ekologi dan studi potong lintang. Sampel diambil dari empat desa yang berdekatan di Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki perbedaan prevalensi malaria dan perbedaan ekosistem yaitu Desa Mata Kapore, Desa Waikarara, Desa Kahale dan Desa Karang Indah.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat variabilitas dinamika transmisi di antara keempat desa tersebut yaitu jenis parasit, densitas parasit, kepadatan nyamuk, perilaku pemajanan, jarak rumah dari tempat perindukan nyamuk. Terdapat variabilitas respons imun di antara keempat desa yaitu kadar IgG dan alel gen MSP2. Pola persebaran kasus dan alel gen MSP2 di masing-masing desa memiliki karakteristik tertentu. Ada hubungan antara jarak rumah dari tempat perindukan nyamuk (p=0,041) dan alel gen MSP2 (p=0,032) dengan densitas parasit. Model akhir menunjukkan alel gen MSP2 memiliki hubungan dengan densitas parasit.
Penelitian ini menyarankan algoritma manajemen malaria berbasis wilayah yang memuat manajemen kasus, manajemen faktor risiko, integrasi dan keterlibatan lintas sektor.

Indonesia is not malaria-free country. There is a gap of malaria cases in Indonesia with the highest prevalence in the province of Papua, West Papua and East Nusa Tenggara.
This study aims to obtain spatial management of malaria model which will be developed into an spatial management of malaria algorithms. This study design is an analytic study designs that combines ecological study and cross-sectional study. Samples taken from four adjacent villages in the district of Kodi Balaghar Southwest Sumba Regency East Nusa Tenggara Province which have differences in prevalence of malaria and ecosystem diversity. They are Mata Kapore Village, Waikarara Village, Kahale Village and Karang Indah Village.
The results showed there are variabilities in the transmission dynamics among the four villages. The variabilities are the type of parasite, parasite density, density of mosquitoes, behavioral exposure, the distance of house from breeding places. There are variabilities in immune response among the four villages. They are IgG level and MSP2 gene alleles. Distribution patterns of cases distributif and MSP2 gene alleles in each village have certain characteristics. There is a association between the distance of house from breeding place (p=0,041) and MSP2 gene alleles (p=0,032) with parasite density. The final model shows MSP2 gene alleles have a relationship with parasit density.
This study suggested spatial management of malaria algorithm that includes case management, risk factor management, integration and cross-sector involvement.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
D2101
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khariri
"Pandemi COVID-19 telah menimbulkan tantangan global dalam menghadapi penyebaran virus SARS-CoV-2. Vaksinasi menjadi strategi efektif dalam mengurangi penyebaran virus dan dampak COVID-19 pada kesehatan masyarakat. Platform vaksin yang banyak diberikan di Indonesia antara lain platform virus utuh dan vektor virus. Penelitian ini bertujuan menganalisis imunitas humoral pasca vaksinasi COVID-19 platform virus utuh dan vektor virus pada orang dewasa. Desain penelitian ini adalah longitudinal dengan pengambilan sampel secara berkala sebanyak 6 kali sebelum dan setelah vaksinasi. Penelitian dilakukan pada tahun 2021 sampai 2023 di Kota Bogor dan Kabupaten Sleman. Jumlah subjek yang terlibat sebanyak 150 orang pada setiap kelompok. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengambilan sampel serum. Serum diperiksa untuk binding antibody menggunakan CMIA, antibodi netralisasi menggunakan SvNT, subkelas IgG menggunakan ELISA, dan mediator imunitas seluler menggunakan multipleks ELISA. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada sampel TP1 didapatkan sebanyak 42% subjek vaksin virus utuh dan 81% subjek vaksin vektor virus positif antibodi SARS-CoV-2. Di antara subjek yang positif mempunyai riwayat gejala sesak napas (100%), demam (89%) dan pilek (82%). Subjek vaksin vektor virus mempunyai tren respons antibodi lebih tinggi dibanding virus utuh. Proporsi subjek positif pada pengukuran antibodi netralisasi selalu lebih tinggi dibanding binding antibody. Berdasarkan imunosenescence, secara umum tidak berbeda bermakna di antara kelompok usia tersebut. Faktor yang secara signifikan memengaruhi respons imun dalam adalah platform vaksin. Respons antibodi tidak berbeda bermakna pada subjek yang mendapatkan vaksin 2 dan 3 dosis, baik pada hasil pengukuran TP1 positif maupun negatif. Pemberian dosis 3 heterolog menimbulkan respons antibodi yang lebih tinggi dibandingkan dengan homolog. Analisis statistik pada kedua kelompok penerima vaksin menunjukkan tidak berbeda bermakna pada semua subkelas IgG. Kadar IFN gamma, IL-2, IL-6, IL-10 dan TNF alpha pada virus utuh lebih rendah dibandingkan vektor virus Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua platform vaksin mampu menginduksi respons antibodi yang signifikan. Namun, terdapat perbedaan dalam pola dan durasi respons imun antara kedua jenis vaksin.

The COVID-19 pandemic has become a global challenge with the spread of SARS-CoV-2. Vaccination is an effective strategy to reduce the spread of the virus and the impact of COVID-19 on public health. The research aims to analyse humoral immunity following vaccination with COVID-19 viral platforms and viral vectors in adults. The study design is longitudinal, with samples taken periodically up to 6 times before and after vaccination. The study will be conducted between 2021 and 2023 in Bogor City and Sleman District. The number of subjects involved is 150 people in each group. Data will be collected through interviews and serum sampling. Serum was tested for antibody binding using CMIA, antibody neutralisation using SvNT, subclass IgG using ELISA, and cellular immunity mediators using ELISA multiplex. Laboratory testing of the TP1 sample showed that 42% of the whole inactivated vaccine subjects and 81% of the viral vector subjects were positive for SARS-CoV-2 antibodies. Those who were positive had a history of shortness of breath (100%), fever (89%) and colds (82%). The proportion of positive subjects in the neutralised antibody measurement is always higher than the antibody binding. Based on immunosenescence, there is generally no difference in significance between these age groups. The factor that significantly affects the immune response within the vaccine is the vaccine platform. The antibody response was not significantly different in subjects who received 2 and 3 doses of the vaccine, both in positive and negative TP1 measurements. The administration of 3 heterologous doses results in a higher antibody response compared to homologous doses. Statistical analysis in both groups showed no significant difference in all IgG subclasses. IFN gamma, IL-2, IL-6, IL-10 and TNF-alpha levels were lower in the whole inactivated vaccine than in in the viral vector. However, there are differences in the pattern and duration of immune responses between the two vaccines."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husaini
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2016
363.739 2 HUS d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sarwono Waspadji
"ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang merupakan problem kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama di kota-kota besar, yang meningkat menyertai adanya perubahan pola hidup masyarakat. Di Jakarta, penelitian epidemiologis pada penduduk yang dilakukan pada tahun 1982 mendapatkan prevalensi DM penduduk usia > 15 tahun sebesar 1,7 %, dan pada penelitian tahun 1993 meningkat menjadi 5,7 %. Jika tidak dikelola dengan baik, DM dapat mengakibatkan komplikasi kronik, baik komplikasi mikrovaskular yang dapat mengenai mata dan ginjal, maupun komplikasi makrovaskular yang terutama mengenai pembuluh darah jantung, otak, dan pembuluh darah tungkai bawah. Keadaan hiperglikemia kronik disangka merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik, antara lain melalui proses glikasi berbagai macam protein. Terbentuknya produk akhir glikosilasi lanjut (advanced glycation end product) yang ireversibel akan berpengaruh terhadap fungsi protein terkait.
Komplikasi kronik DM terjadi balk pada pasien DM yang tidak tergantung insulin (DMTTI non insulin dependent DM = NIDDM = DM tipe 2) maupun DM yang tergantung insulin (DMTI = insulin dependent DM = IDDM = DM tipe 1), walaupun ada perbedaan dalam kekerapan jenis komplikasi yang terjadi. Komplikasi makrovaskular lebih sering ditemukan pada DM tipe 2, sebaliknya pada DM tipe 1, komplikasi mikrovaskular yang terjadi pada ginjal dan mata tampak lebih menonjol.
Di antara komplikasi menahun makrovaskular DM, "kaki diabetes" merupakan komplikasi yang paling mengesalkan, baik bagi pasien maupun bagi dokter yang mengelolanya. Kasus ulkus/gangren diabetes merupakan kasus DM yang terbanyak dirawat. Diperkirakan sebanyak sepertiga dari seluruh pasien DM akan mengalami masalah pada kakinya. Hari perawatan yang lama dan biaya pengobatan yang mahal merupakan salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian sebaik-baiknya. Belum lagi dihitung tenaga yang hilang akibat kecacatan, dan ketidakhadiran di tempat kerja, serta biaya yang diperlukan untuk pengelolaan kecacatan tersebut. Apalagi kalau dilihat nasib pasien pasca amputasi, 30 - 50 % pasien yang telah diamputasi akan memerlukan tindakan amputasi untuk kaki sisi lainnya dalam kurun waktu 1 - 3 tahun setelah amputasi. Suatu nasib yang sungguh sangat suram."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
D431
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ndaru Andri Damayanti
"Introduction: Constant exposure to a variety of microorganisms in domestic environment plays an important role in the shaping of individual immune response mechanism, which can affect one's susceptibility to the diseases. The aim of the study to get an understanding how the exposure of microorganisms in the the different area where the people living might give a contribution to the profile and the regulation of the immune respons after stimulated to malaria, vaccine BCG and oxLDL antigents in PBMC and whole blood cultures, and to evaluate the character of T reg as a mediator to suppress the cell proliferation.
Methode: It is an in vitro experimental study performed at Laboratorium Terpadu, Faculty of Medicine Univertas Indonesia, Jakarta in 2013 2014. As a model of infectious diseases is used pathogenic antigents such as Plasmodium falciparum infected red blood cells malaria and bacille calmette gu rin BCG vaccine, and as a modell of inflammatory disease is used non a patonegic antigen, low density lipoprotein LDL . Whole blood cultures is done for 80 blood samples to know how the regulation of immune respons from people living a rural populatin. PBMC cultures is also done to explore macrophages after stimulated to malaria, BCG and LDL. PHA stimulated to the PBMC culture with and without T reg cells to evaluate the character of T reg. T regulatory cells perhaps play the important roles to suppress the immune respons to microorganisms was also done.
Results: The profile of the immune respons of the people living in the unslum area is significantly more inflamatif than that in the slum area. The ratio of pro anti inflammation cytokines TNF IL 10 of the people living in the unslum area is significantly higher than that in the slum area. This is marked by increasing of oxLDL accumulationis that is the important point of the low protection to oxLDL of the people living in the unslum area p 0.01 . T regulatory cell may suppress the proliferation in the PBMC culture for the people living in the slum area marked by increasing not only the expression of IL 10 cytokines but also the sum of T regulatory sells p 0.01 significantly.
Conclusion: The immune respons of the people living in the unslum area is more inflamatif and responsive to malaria, BCG vaccine and oxLDL. The character of macrophage of the people living in the slum area is marked by the low ratio of pro anti inflammation cytokines TNF IL 10 to malaria, BCG vaccine and oxLDLstimulations. T regulatory cell may suppress the proliferation in the PBMC culture for the people living in the slum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library