Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Helario
"Abstrak
Tujuan : Untuk mengetahui aktifitas enzim ALDH didalam darah penderita DM dengan retinopati dengan penderita DM tanpa retinopati diabetik.
Metoda : Sampel darah dari enam puluh subjek penelitian, yang terdiri
dari 40 penderita NIDDM dan 20 orang kelompok kontrol, dinilai aktifitas enzim ALDHnya dan diperbandingkan terhadap penderita dengan retinopati tanpa retinopati maupun
kontrol.
Hasil: Aktifitas enzim ALDH secara statistik berbeda bermakna pada
penderita DM tanpa retinopati, dengan retinopati dan
kelompok kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T15476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rejeki Herdiana
"Tujuan tesis ini adalah untuk mengetahui proporsi, karakteristik, dan faktor risiko retinopati diabetik pada responden diabetes melitus di puskesmas Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Desain penelitian berbasis populasi, studi deskriptif-analitik dengan metode potong lintang. Kriteria inklusi adalah pasien diabetes melitus berusia > 18 tahun yang dilakukan pemeriksaan foto fundus di puskesmas kecamatan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Dilakukan cluster random sampling dan didapatkan 17 kecamatan intervensi yang dilakukan pemeriksaan foto fundus. Dilakukan consecutive sampling dengan pemberitahuan secara aktif kepada responden. Responden diperiksa foto fundus tanpa dilatasi dan retinopati digrading dengan menggunakan klasifikasi NSC (National Screening Committee). Responden diperiksa tajam penglihatan, tekanan darah, lingkar pinggang, lingkar panggul, pemeriksaan laboratorium, dan dilakukan wawancara terpimpin untuk evaluasi faktor risiko. Jumlah total sampel dari penelitian ini adalah 419 responden dengan proporsi retinopati diabetik adalah 49 responden (11.7%). Pada analisis multivariat, faktor risiko independen untuk DR adalah usia ≥ 60 saat datang (OR 0.46; 95% CI, 0.24-0.89), durasi DM ≥ 5 tahun (OR 1.43; 95% CI, 0.79-2.59), keturunan DM (+) (OR 1.89; 95% CI, 0.98-3.63), GDP ≥ 126mg/dl (OR 2.06; 95% CI, 0.95-4.44), penyakit komplikasi (+) (OR 1.41; 95% CI, 0.78-2.57), gangguan penglihatan ringan (OR 1.81; 95% CI, 0.84-3.88), lingkar pinggang berlebih (OR 0.39; 95% CI, 0.20-0.73). Responden dengan retinopati diabetik cenderung memiliki indeks massa tubuh normal, tanpa obesitas sentral, dengan lingkar pinggang normal. Berdasarkan data yang didapatkan, satu dari 10 responden diabetes melitus di puskesmas Jakarta Timur dan Jakarta Selatan memiliki retinopati diabetik. Faktor risiko independen yang berkaitan dengan retinopati diabetik adalah usia ≥ 60 tahun dan lingkar pinggang berlebih.

The purpose of this study was to describe the proportion, characteristics, and risk factors of diabetic retinopathy in diabetic population at primary health care (PHC) in East Jakarta and South Jakarta. Population-based cross sectional study, analytic ? descriptive. Method: Diabetic individuals > 18 years were screened for diabetic retinopathy with single field nonmydriatil 45o retinal photograph at PHC in East Jakarta and South Jakarta and retinopathy was graded in NSC (National Screening Committee) system. We had cluster random sampling for 34 PHC and 17 were selected and performed retinal photography for DR screening. Consecutive sampling was performed with active announcement for diabetic patients in PHC within the scope of the study. All participants underwent guided interview and examination including uncorrected visual acuity, blood pressure, waist-hip circumference, body mass index, and collection of blood samples. Results : We had 419 diabetic person who participated in this study. The overall proportion of DR was 49 (11.7%). In logistic regression analysis, independent risk factors for DR were age ≥ 60 years (OR 0.46; 95% CI, 0.24-0.89), diabetic duration ≥ 5 years (OR 1.43; 95% CI, 0.792.59), related to diabetes mellitus (OR 1.89; 95% CI, 0.98-3.63), fasting blood glucose ≥ 126mg/dl (OR 2.06; 95% CI, 0.95-4.44), complications of diabetes (OR 1.41; 95% CI, 0.78-2.57), mild visual acuity disturbance (OR 1.81; 95% CI, 0.84-3.88), excessive waist circumference (OR 0.39; 95% CI, 0.20-0.73). Person with DR tend to have normal body mass index, without central obesity, with a normal waist circumference. Conclusion : One in 10 adults with diabetes at PHC in East Jakarta and South Jakarta has diabetic retinopathy. The independent association of DR with established risk factors were age more than or equal to 60 years old and excessive waist circumference."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Safiera
"ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronis. Jumlah penderita DM di Indonesia meningkat dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013. Jika tidak diobati, diabetes dapat menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya retinopati diabetik. Pengobatan retinopati diabetik membutuhkan sistem penghantaran obat ke bagian posterior dari mata. Sistem enkapsulasi obat dengan menggunakan polimer Poly Lactic Acid (PLA) dapat memberikan waktu pelepasan obat di rongga intravitreal yang lebih lama. Pembuatan obat untuk pengobatan retinopati diabetik mengharuskan polimer memiliki ukuran sebesar 200 nm. Ukuran ini bertujuan agar dapat menembus jaringan kapiler terkecil dan tersempit pembuluh darah pada retina yang disebabkan ukurannya yang sangat kecil. Ukuran nanopartikel PLA memiliki beberapa faktor dalam pembuatannya, salah satunya adalah kecepatan high speed homogenizer. Peningkatan kecepatan high speed homogenizer diketahui dapat menurunkan ukuran partikel melalui pengaruh energi dan shear stress yang diberikan kepada emulsi. Untuk mengetahui morfologi dan ukuran yang dihasilkan, digunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan Particle Size Analyzer (PSA). Melalui penelitian didapatkan kecepatan high speed homogenizer sebesar 10000 rpm menghasilkan nanopartikel PLA dengan ukuran partikel rata-rata 190,4 nm yang memenuhi target ukuran untuk pelepasan obat terkendali di retina penderita retinopati diabetik.

ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disorder marked with chronic hyperglycemia. Patients diagnosed with DM in Indonesia increased from 1.1% in 2017 to 2.1% in 2013. If left untreated, diabetes may cause several complications, such as diabetic retinopathy (DR). The treatment needs a drug delivery system to the posterior region of the eye. Drug encapsulation system using Poly Lactic Acid (PLA) is expected to provide longer release period in intravitreal chamber. Making a remedy for DR treatment requires polymer having size 200 nm. This size aims so it can penetrate the smallest and narrowest tissue capillary of blood vessels on retina caused of the size is very small. PLA nanoparticle size has several factors, including the speed of high speed homogenizer (HSH). Increasing speed of HSH is known can reduce particle size through the influence of energy and shear stress given to the emulsion. To observe the morphology and measure the particle size, Scanning Electron Microscope and Particle Size Analyzer is used. It is obtained the speed of the high speed homogenizer at 10000 rpm to produce PLA nanoparticle with a mean particle size 190,4 nm that fulfill target of size for controlled drug release in retina of DR patient"
2016
S63718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gitalisa Andayani
"Retinopati diabetik (DR) merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus (DM). Fenofibrat oral dapat mencegah progresivitas DR dengan mekanisme pengaturan kadar lipid lipid-related dan mekanisme lain nonlipid-related, antara lain dengan mencegah disfungsi endotel, mengurangi inflamasi, dan angiogenesis. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek fenofibrat oral terhadap ketebalan makula sentral (CMT) dan volume makula, serta pengaruhnya pada kadar penanda biologis serum disfungsi endotel eNOS, inflamasi (VCAM-1), dan angiogenesis (VEGF) pada penyandang DR dengan dislipidemia.
Penelitian prospektif ini menggunakan disain uji klinis acak tersamar ganda dengan membagi subjek menjadi kelompok intervensi simvastatin dan fenofibrat dan kontrol simvastatin dan plasebo. Penelitian berlangsung sejak Nopember 2016 hingga Oktober 2017, di Klinik Vitreo-retina, Departemen Medik Mata ndash;RSCM Kirana, melibatkan 60 mata dari 30 pasien penyandang DR non-proliferatif NPDR dengan dislipidemia. Penelitian pada tiap subjek dilakukan selama tiga bulan dengan evaluasi klinis, foto fundus, dan spectral domain optical coherence tomography (SD-OCT) makula tiap bulan. Pengukuran kadar eNOS, VCAM-1, dan VEGF, serta HbA1c dan profil lipid dilakukan sebelum dan setelah tiga bulan pengobatan.Sebelum intervensi, pada kedua kelompok tidak didapatkan perbedaan karakteristik demografik, klinik, dan penanda biologis serum. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada CMT kelompok simvastatin fenofibrat 248,0 40,4 m dibandingkan kelompok simvastatin plasebo 265,8 40,8 m, namun CMT lebih rendah secara bermakna pada bulan ke-1 pada kelompok simvastatin fenofibrat. Pada subjek dengan edema makula diabetik DME pemberian simvastatin fenofibrat setelah tiga bulan menunjukkan CMT lebih rendah secara bermakna. Volume makula setelah tiga bulan pemberian obat 10086 886,4 m3 pada kelompok simvastatin fenofibrat dan 10307 1058,6 m3 pada simvastatin plasebo. Perbedaan tersebut tidak bermakna, namun pada subjek dengan regulasi glukosa darah yang baik HbA1c 7 didapatkan volume makula lebih rendah pada bulan ke-2. Kadar penanda biologis serum setelah tiga bulan pemberian obat menunjukkan rerata kadar eNOS dan median VEGF sebesar 3878,8 873,33 pg/mL dan 242,8 86 - 1123,3 pg/mL pada kelompok simvastatin fenofibrat, dibandingkan 4031,2 742,56 pg/mL dan 370 134,8 - 810,6 pg/mL pada kelompok simvastatin plasebo, yang tidak berbeda bermakna, namun penurunan kadar VCAM-1 serum lebih besar secara bermakna pada kelompok simvastatin fenofibrat 50,7 pg/mL, 32,5 - 223,4 pg/mL vs. 40,4 pg/mL, 27,9 - 94,2 pg/mL . Pada subjek dengan kontrol glukosa darah ketat HbA1c 6,5 kadar VEGF 128,7 114,5 - 145,2 pg/mL, lebih rendah secara bermakna dibandingkan 423 86 - 1233,3 pg/mL pada subjek dengan HbA1c > 6,5 .Disimpulkan pemberian simvastatin fenofibrat selama tiga bulan pada subjek DR dengan dislipidemia secara umum tidak menurunkan CMT dan volume makula, namun menurunkan CMT khusus pada subjek DR dengan DME. Pemberian simvastatin fenofibrat pada subjek DR tidak mencegah penurunan kadar eNOS, peningkatan kadar VCAM-1 dan VEGF, namun pengendalian gula darah yang baik dapat mencegah peningkatan kadar VEGF. Simvastatin fenofibrat dapat dipertimbangkan sebagai terapi ajuvan pada penyandang DR dengan DME yang disertai dislipidemia. Pengontrolan glukosa yang baik merupakan manajemen utama pada DR.

Diabetic retinopathy (DR) is a microvascular complication of diabetes mellitus (DM) due to structural and biochemical changes. Previous studies showed that oral fenofibrate prevents DR progression through lipid-regulating and nonlipid-related mechanisms, including preventing endothelial dysfunction, reducing inflammation and angiogenesis. This study aims to investigate the effects of oral fenofibrate on central macular thickness CMT and macular volume, and on specific biomarkers of endothelial dysfunction eNOS, inflammation VCAM-1 , and angiogenesis VEGF in DR individuals with dyslipidemia.
This is a prospective, double-blind randomized clinical trial, with subjects divided into intervention group simvastatin fenofibrate and control group simvastatin placebo. This study was conducted from November 2016 to October 2017 at the Vitreo-retina Clinic, Department of Ophthalmology ndash; RSCM Kirana, involving 60 eyes from 30 non-proliferative DR patients NPDR with dyslipidemia that met inclusion criteria. Each subject was observed for three months, with monthly clinical evaluation, fundus photo, and macular spectral domain optical coherence tomography SD-OCT . Serum eNOS, VCAM-1, and VEGF biomarkers, as well as HbA1c and lipid profile, were examined before and after intervention.Before intervention, there were no differences in demographic and clinical characteristics, and serum biomarker levels between two groups. After three months of treatment, there was no significant difference between CMT in the intervention group and the control group 248 40.4 ? m vs. 265.8 40.8 ? m , but a significantly lower CMT was observed in the intervention group at the first month. There was also a significantly lower CMT compared to the control group 294 39,2 vs 263 24,4, p=0,045 in eyes with diabetic macular edema DME . Macular volume after three-month treatment was 10086 886.4 ? m3 in the intervention group and 10307 1058.6 ? m3 in the control group, this difference was not significant. However, in all subjects with good blood glucose regulation HbA1c 7 , macular volume in the second month was significantly lower compared to subjects with HbA1c > 7 . Serum biologic marker levels after three-month treatment showed no significant difference between control and intervention group, respectively, in mean eNOS 3878.8 873.33 pg/mL vs 4031.2 742.56 pg/mL and median VEGF levels 242.8 86 - 1123.3 pg/mL vs 370 134.8 - 810.6 pg/mL . Nonetheless, the decrease in VCAM-1 level was significantly higher in the intervention group 50.7 pg/mL, 32.5 - 223.4 pg/mL vs. 40.4 pg/mL, 27.9 - 94.2 pg/mL . In subjects with tighter blood glucose control HbA1c 6.5 , serum VEGF level was 128.7 114.5 - 145.2 pg/mL, which was significantly lower compared to 423 86 - 1233.3 pg/mL in subjects with HbA1c > 6.5 .In conclusion, three-month treatment with simvastatin fenofibrate does not reduce CMT and macular volume in overall DR subjects with dyslipidemia, but it reduces CMT in subjects with DME. Simvastatin fenofibrate treatment in DR subjects does not prevent lowering of serum eNOS levels, elevation of VCAM-1 levels, and elevation of VEGF levels, but tight blood sugar control prevents elevation of serum VEGF. Although good glucose control remains the most essential in the management of DR, simvastatin fenofibrate may be considered as adjuvant therapy for DR with dyslipidemia and DME."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amnia Salma
"Retinopati Diabetik (RD) merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada mata, bahkan dapat menyebabkan kebutaan jika penanganan yang dilakukan tidak tepat. Upaya penanganan penyakit RD dapat dilakukan dengan deteksi dini. Melalui pendeteksian dini, pasien RD dapat diobati sesuai dengan tingkat keparahan yang diderita. Namun, pemeriksaan penyakit RD membutuhkan waktu yang lama dan hanya dapat dilakukan oleh profesional.
Para peneliti telah mengembangkan sistem deteksi pengklasifikasian penyakit RD yang dengan memanfaatkan perkembangan teknologi seperti penerapan Artifficial Intelligence (AI) pada gambar fundus. Dalam penelitian ini, peneliti mengaplikasikan Attention Mechanism (AM) pada Convolutional Neural Network (CNN) untuk selanjutnya menganalisis dan mengevaluasi hasil dari kinerja algoritma tersebut dalam mengklasifikasikan RD ke dalam level normal, mild, moderate, severe dan PDR. AM berfokus pada daerah yang berpenyakit dan CNN digunakan untuk proses klasifikasi. Arsitektur CNN yang digunakan adalah AlexNet dan GoogleNet. Phyton digunakan sebagai bahasa pemrograman dengan perpustakaan Pytorch. Hasil performa akurasi yang paling tinggi diperoleh oleh GoogleNet dan AM dengan capaian akurasi mencapai 85%. Performa model pada tiap-tiap kelas menunjukkan nilai akurasi terbaik pada kelas normal, severe, dan PDR dengan capaian nilai f-1 score masing-masing 86%, 90% dan 95%. Sementara untuk kedua kelas lainnya yaitu mild dan moderate cenderung lebih rendah, yaitu 73% dan 76%. Hal ini menunjukkan bahwa model mampu mengklasifikasikan kelas normal, Severe, dan PDR lebih baik daripada mild dan moderate.

Diabetic retinopathy (DR) is a disease that can cause decreased vision function in the eye, and can even lead to blindness. Efforts to treat DR disease can be done with early detection. Through early detection, DR patients can be treated according to their severity. However, DR disease examination takes a long time and can only be done by a professional.
Researchers have developed a detection system for classifying DR disease by technological developments such as the application of Artifficial Intelligence to fundus images. In this study, the researchers applied the Attention Mechanism (AM) to CNN to further analyze and evaluate the results of the algorithm's performance in classifying RD into normal, mild, moderate, severe and PDR levels. AM focused on pathological area in the fundus images and CNN is used as classifier. We used Architecture of CNN such AlexNet and GoogleNet. The results of the highest accuracy performance were obtained by GoogleNet and AM with the achievement of 85%. The performance of the model in each class shows the best accuracy values in the normal, severe, and PDR classes with the achievement of f-1 scores of 86%, 90% and 95%, respectively. Meanwhile, the other two classes, namely mild and moderate, tended to be lower, namely 73% and 76%. This shows that the model is able to classify normal, severe, and PDR classes better than mild and moderate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ressa Yuneta
"Tujuan: menilai kadar Hypoxia-inducible Factor-1? HIF-1? dan Intercellular Adhesion Molecule-1 ICAM-1 vitreus pada retinopati diabetik proliferatif yang diberikan bevacizumab intravitreal, serta hubungan keduanya terhadap ketebalan makula sentral previtrektomi.
Metode: tiga puluh dua mata dirandomisasi menjadi 2 kelompok, yaitu yang mendapatkan suntikan bevacizumab intravitreal 1-2 minggu previtrektomi dan kelompok kontrol langsung dilakukan vitrektomi . Penghitungan kadar HIF-1? dan ICAM-1 dilakukan dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay ELISA . Ketebalan makula sentral diukur saat awal, previtrektomi, serta 2, 4, dan 12 minggu pascavitrektomi dengan menggunakan Stratus OCT.
Hasil: rerata kadar HIF-1? vitreus dalam ng/mg protein pada kelompok kontrol dan bevacizumab intravitreal masing-masing 0,020 0,006;0,077 dan 0,029 0,016;0,21 . Kadar ICAM-1 vitreus dalam ng/mL adalah 20,10 3,41;40,16 dan 23,33 0,63;68,5 . Rerata kadar HIF-1? dan ICAM-1 vitreus didapatkan tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok.
Simpulan: bevacizumab intravitreal 1-2 minggu previtrektomi belum dapat membuat kadar HIF-1? lebih rendah daripada kelompok kontrol. Kadar ICAM-1 kelompok bevacizumab didapatkan lebih tinggi pada kelompok kontrol. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara ketebalan makula sentral previtrektomi terhadap kadar HIF-1? dan ICAM-1.

Purpose: To assess the levels of Hypoxia inducible factor 1 HIF 1 and intercellular adhesion molecule 1 ICAM 1 in vitreous of proliferative diabetic retinopathy patients which were given intravitreal bevacizumab IVB, as well as its relation to the central macular thickness CMT measured prior to vitrectomy.
Method: This was post test only randomized clinical trial open label, in which thirty two eyes were randomized into two groups, one that received an IVB injection at 1 2 weeks previtrectomy and the control group. Measurement of HIF 1 and ICAM 1 was conducted using enzyme linked immunosorbent assay ELISA. The CMT were measured at the initial visit, prior to vitrectomy, and at follow up time 2, 4, and 12 weeks postoperative using Stratus OCT.
Result: The mean levels of HIF 1 vitreous ng mg protein in the control group and IVB respectively 0.020 0.006 0.077 and 0.029 0.016 0.21 . Vitreous levels of ICAM 1 ng mL in control group and IVB group were 20.10 3.41 40.16 and 23.33 0.63 68.5. The mean levels of HIF 1 and ICAM 1 vitreous obtained did not differ significantly between the two groups.
Conclusion: Intravitreal bevacizumab 1 2 weeks prior to vitrectomy was not enough to make the levels of HIF 1 lower in IVB group. Median of ICAM 1 level in IVB group was higher than control group. There were no correlation between CMT with HIF 1 and ICAM 1 levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Karnadi Yulvianto
"Retinopati Diabetik adalah salah satu penyakit pada retina disebabkan oleh komplikasi diabetes yang dapat berujung pada kebutaan. Retinopati Diabetik tidak bisa dideteksi langsung secara kasat mata karena tanda-tandanya berada di bagian syaraf retina. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pendeteksian Retinopati Diabetik dimungkinkan dapat dilakukan dengan melakukan klasifikasi menggunakan data citra retina atau yang biasa disebut sebagai citra fundus.
Dalam penelitian ini diterapkan metode segmentasi citra yaitu Watershed dan Efficient Graph-Based beserta metode klasifikasi yaitu K-Nearest Neighbor dan Support Vector Machine dalam pendeteksian Retinopati Diabetik. Dari hasil implementasi, metode untuk segmentasi Efficient Graph-Based menggunakan data citra fundus dari DIARETDB0 diperoleh nilai akurasi, recall, dan precision lebih tinggi dibandingkan dengan metode segmentasi Watershed.

Diabetic Retinopathy is one of disease on retina because of Diabetic complication that can cause blindness. Diabetic Retinopathy cant detected directly from the eyes because sign of Diabetic Retinopathy itself is in the eyes nerve. From several research that has been done prove that Diabetic Retinopathy can be detected by using retinas image or usually called fundus image.
In this research use segmentation method that is Watershed and Efficient Graph-Based with classification method that is K-Nearest Neighbor and Support Vector Machine for detection of Diabetic Retinopathy. From the implementation result, the Efficient Graph-Based segmentation method using fundus image data from the DIARETDB0 obtained that the accuracy, recall, and precision score is higher than Watershed segmentation method.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Christabel Arif
"Retinopati diabetik merupakan salah satu bentuk komplikasi diabetes melitus yang diekspresikan dengan adanya kerusakan pada pembuluh darah retina mata. Pada tahap awal, retinopati diabetik seringkali tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan gejala yang ringan. Namun, jika tidak mendapatkan penanganan yang baik, retinopati diabetik dapat menyebabkan kebutaan. Maka dari itu, akses skrining yang terjangkau menjadi esensial untuk mencegah efek jangka panjang dari penyakit ini. Penelitian ini berfokus pada pengembangan sistem deteksi retinopati diabetik berbasis deep learning yang bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap skrining retinopati diabetik. Model deteksi yang dibuat dalam penelitian ini yaitu model model berbasis Vision Transformer (ViT) B32 yang dibandingkan performanya dengan model convolutional neural network (CNN) berarsitektur DenseNet-121 dan. Model DenseNet-121 yang dilatih menggunakan gambar yang di-pre-process dengan teknik Ben Graham dan datanya di upsample memiliki performa terbaik dibandingkan teknik lainnya yang diteliti penelitian ini. Teknik pre-processing yang menghasilkan model CNN terbaik itu kemudian diimplementasikan pada model ViT untuk dibandingkan. Selain mengungguli model CNN, model ViT juga berhasil mengungguli model state of the art yang ada dengan nilai accuracy, precision, recall, dan f1-score masing-masing senilai 96%. Model ViT ini kemudian diintegrasikan dengan graphical user interface (GUI) untuk memudahkan dokter dalam memanfaatkan model yang diusulkan untuk skrining retinopati diabetik.

Diabetic retinopathy is a complication of diabetes mellitus characterized by damage to the blood vessels of the retina. In its early stages, diabetic retinopathy often does not present symptoms or only causes mild symptoms. However, without proper treatment, diabetic retinopathy can lead to blindness. Therefore, affordable screening access is essential to prevent the long-term effects of this disease. This research focuses on the development of a deep learning-based detection system for diabetic retinopathy, aiming to enhance the accessibility of diabetic retinopathy screening. The detection model developed in this study is based on the Vision Transformer (ViT) B32 model, and its performance is compared with the DenseNet-121 convolutional neural network (CNN) architecture. The DenseNet-121 model, trained using images pre-processed with the Ben Graham technique and upsampled data, showed the best performance compared to other techniques investigated in this study. The pre-processing technique that yielded the best CNN model was then implemented on the ViT model for comparison. In addition to outperforming the CNN model, the ViT model also surpassed the existing state-of-the-art models with an accuracy, precision, recall, and F1-score of 96% each. This ViT model was subsequently integrated with a graphical user interface (GUI) to facilitate doctors in utilizing the proposed model for diabetic retinopathy screening."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilya Kuswandi
"Diabetes melitus (DM) merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi nasional serta merupakan penyebab penting timbulnya kecacatan dan kematian. Dari semua kasus DM, DM tipe 2 mencakup lebih dari 90% dari semua pasien diabetes. Nefropati diabetik dan retinopati diabetik merupakan komplikasi mikroangiopati pada DM tipe 2 yang paling ditakuti dan keduanya sering ditemukan bersamaan. Perkembangan lanjut dari keduanya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir dan kebutaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar albumin urin dalam membedakan retinopati diabetik dan non retinopati diabetik.
Penelitian potong lintang ini terdiri dari 100 subyek yang terbagi atas kelompok retinopati diabetik 50 orang dan non retinopati diabetik 50 orang dari populasi DM tipe 2. Penderita didiagnosis DM tipe 2 oleh dokter Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Ciptomangunkusumo. Untuk retinopati diabetik dan non retinopati diabetik, diagnosis dilakukan dengan foto fundus pada pupil yang didilatasi oleh dokter Divisi Retina Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Ciptomangunkusumo. Pada kedua kelompok dicatat data karakteristik subyek dan dilakukan pemeriksaan kadar albumin urin.
Kadar albumin urin pada kelompok retinopati diabetik lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pada kelompok non retinopati diabetik (303,41±11,14 mg/g kreatinin vs 28,14±4,90 mg/g kreatinin, p <0,001). Nilai cut-off kadar albumin urin untuk membedakan retinopati diabetik dan non retinopati diabetik adalah 118 mg/g kreatinin dengan sensitivitas 72%, spesifisitas 78%, nilai duga positif 77%, nilai duga negatif 74%, rasio kemungkinan positif 3,27 dan rasio kemungkinan negatif 0,36.
Kami menyimpulkan pemeriksaan kadar albumin urin dapat dipakai untuk membedakan retinopati diabetik dan non retinopati diabetik.

Diabetes mellitus (DM) is a worldwide public health concern as they impose enormous medical, economic and social costs on both patient and the health care system. Together they contribute to serious morbidity and mortality. Type 2 DM affects more than 90% of all DM cases. Diabetic nephropathy and diabetic retinopathy are the two most dreaded complications of diabetes and frequently found together. Progression of both is the leading cause of end-stage renal disease and blindness. The aim of this study is to investigate albumin urine level in distinguishing diabetic retinopathy and non-diabetic retinopathy.
This cross-sectional study consisted of 100 respondents, in which 50 of them were categorized as diabetic retinopathy and 50 as non-diabetic retinopathy. The patients were diagnosed with type 2 DM by a doctor from Endocrinology Metabolic Division of Internal Medicine Department at Ciptomangunkusumo Hospital. Meanwhile diabetic retinopathy and non-diabetic retinopathy were diagnosed by ophthalmologist from Retina Division of Eye Medicine Department at Ciptomangunkusumo Hospital. Baseline characteristics of both groups were recorded and the albumin urine level was measured.
The albumin urine level in diabetic retinopathy group was significantly higher than that in the non-diabetic retinopathy group (303,41±11,14 mg/g kreatinin vs 28,14±4,90 mg/g kreatinin, p <0,001). The albumin urine level cut-off value used to distinguish diabetic retinopathy and non-diabetic retinopathy was 118 mg/g creatinine with sensitivity of 72%, specificity of 78%, positive predictive value of 77%, , negative predictive value of 74%, positive likelihood ratio of 3,27, and negative likelihood ratio of 0,36.
We conclude that albumin urine level test can be utilized to distinguish diabetic retinopathy from non-diabetic retinopathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Farikha
"Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh suplementasi pycnogenol 150 mg perhari selama 8 minggu terhadap amplitudo dan waktu implisit pada gelombang b dan oscillatory potential (OP) ERG skotopik retinopati diabetik nonproliferatif ringan dan sedang.
Metode: Uji klinik acak tersamar. Empat puluh subjek dengan retinopati diabetik nonproliferatif ringan sedang diacak dan dibagi menjadi dua kelompok, 20 subjek mendapat pycnogenol, 20 subjek mendapat pycnogenol. Pengukuran objektif dilakukan sebelum pemberian suplementasi dan 8 minggu setelahnya, yang meliputi amplitudo gel.b, waktu implisit gel.b, amplitudo sum OP, waktu implisit sum OP .
Hasil: Pada kelompok pycnogenol sebelum perlakuan, amp gel.b 397,9±109,6μV, waktu implisit gel.b 48,7 (44,3-68,2) ms, amp sum OP 193,05 (15,2-498,9) μV dan waktu implisit sum OP 126,18± 7,8ms. Setelah 8 minggu pada kelompok pycnogenol, amp gel.b 396,2±115,7 μV, waktu implisit gel.b 47,8 (43,4-58,4)ms, amp sum OP 228,45 (16,3-511,8) μV dan waktu implisit sum OP 126,2 (118,2-137) ms. Pada kelompok plasebo sebelum intervensi, amp gel.b 349± 79 μV, waktu implisit gel.b 48,7 (44,3-68,2) ms, amp sum OP 101,45 (28,3-301,2) μV dan waktu implisit sum OP 130 (121,6-163,5) ms. Setelah 8 minggu pada kelompok plasebo, amp gel.b 334,65±70,3 μV, waktu implisit gel.b 49,15 (44,3 -68,2) ms, amp sum OP 124,9 (51,3-303,8)μV dan waktu implisit sum OP 130 (121,6-163,5) ms. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada semua keluaran.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik parameter amplitudo gel.b, waktu implisit gel.b, amplitudo sum OP, waktu implisit sum OP dari pemberian pycnogenol 150 mg sehari selama 8 minggu pada retinopati diabetik nonproliferatif ringan sedang.

Objective: This study is to evaluate the effect of eight weeks supplementation of 150 mg pycnogenol, to b-wave amplitude, b-wave implicit time, sum Oscillatory Potential (OP) amplitude and sum Oscillatory Potential (OP) implicit time on Electroretinography (ERG) result of mild - moderate nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR) patient, compared to plasebo.
Methods: Randomized clinical trial of 40 mild - moderate NPDR patients, which further equally divided into two groups. The b-wave amplitude (amp), b-wave implicite time (it), sum OP amplitude (amp), sum OP implicit time (it) ERG were evaluated before and after eight weeks pycnogenol supplementation
Results:The ERG results of pycnogenol group before intervention were as follows: b wave amp 397,9±109,6μV, b-wave it 48,7 (44,3-68,2) ms, sum OP amp 193,05 (15,2-498,9) μV and sum OP it 126,18± 7,8ms. After 8 weeks in pycnogenol group, b wave amp 396,2±115,7 μV, b wave it 47,8 (43,4-58,4)ms, sum OP amp 228,45 (16,3-511,8) μV and sum OP it 126,2 (118,2-137) ms. Meanwhile in placebo group before intervention, the b wave amp was 349± 79 μV, b-wave it 48,7 (44,3-68,2) ms, sum OP amp 101,45 (28,3-301,2) μV and sum OP it 130,8±8,4 ms. After 8 weeks in placebo group, b wave amp 334,65±70,3 μV, b-wave it 49,15 (44,3 -68,2) ms, sum OP amp 124,9 (51,3-303,8)μV and sum OP it 130 (121,6-163,5) ms. No statistical significant differences in all outcome
Conclusions: No significant differences in b-wave amplitude, b-wave implicite time, sum OP amplitude and sum OP implicit time ERG after 150 mg pycnogenol supplementation for 8 weeks in mild-moderate NPDR compare with placebo."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>