Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Suharto
Abstrak :
ABSTRAK
Banten yang terletak di bagian paling barat dari Pulau Jawa terkenal karena kefanatikannya dalam agama dan sifatnya yang suka memberontak. Dalam abad ke-19 tradisi revolusionernya menemukan ungkapannya dalam serangkaian pemberontakan yang berpuncak pada pemberontakan petani Banten tahun 1888. Tahun 1926, Banten menjadi panggung pemberontakan komunis yang cukup meresahkan pemerintah Hindia Belanda. Pemberontakan itu gagal, namun akibatnya praja dan orang-orang Belanda. Pada jaman pendudukan Jepang beberapa Ulama Banten diangkat dalam jabatan-jabatan resmi. Pengangkatan ini nampaknya dimaksudkan untuk menentramkan perasaan orang Banten.

Bagaimana sikap mereka setelah Indonesia merdeka, khususnya pada masa awal? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dilakukan penelitian. Dari hasil penelitian, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut.

Setelah proklasmasi kemerdekaan dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945, berita itu sampai di Bantentanggal 20 Agustus 1945, disampaikan langsung oleh beberapa pemuda dari Jakarta yang disuruh oleh Chairul Saleh. Berita itu diterima oleh beberapa tokoh masyarakat dan pemuda Banten, selanjutnya mereka sebarluaskan pada masyarakat di seluruh Banten.

K.H. Tubagus Ahmad Khatib diangkat sebagai Residen Banten dan K.H. Syam'un sebagai pimpinan militer. Kebencian mereka terhadap pamong praja dan orang-orang Belanda tidak hilang. Pada bulan Oktober dilakukan penurunan dan penggantian pejabat-pejabat lama dan menggantinya dengan pejabat-pejabat baru yang terdiri dari kaum ulama, meskipun mereka tidak punya keahlian dalam bidang itu. Bersamaan dengan itu, di sana muncul Dewan Rakyat yang dipimpin oleh Ce Mamat. Dewan ini yang berpusat di Ciomas, melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap pejabat-pejabat yang tidak mereka sukai karena tingkah laku mereka di masa kolonial. Dewan ini yang bertindak sebagai lembaga eksekutif tidak lama berkuasa. Pada bulan Januari 1946 Dewan dapat ditumpas oleh TNI. Untuk sementara, kaum ulama masih dapat menduduki jabatan-jabatan pamong praja akan tetapi mereka lambat laun diganti.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Zulia Djohan
Abstrak :
ABSTRAK
Cut Zulia Djohan, Konflik Uleebalang dan Ulama dalam Revolusi Sosial di Aceh Besar, Desember 1945-Maret 1946. Tulisan ini mengungkapkan konflik di antara dua kelompok terhormat di Aceh, yaitu kelompok uleebalang sebagai pemuka adat dan ulama selaku pemuka agama. Peristiwa sejarah, yaitu masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang serta awal kemerdekaan berpengaruh terhadap kedudukan mereka. Kadar kecurigaan bahwa masing-masing pihak lebih pantas menjalankan roda pemerintahan menjadikan keduanya semakin terpisah. Konflik akhirnya muncul kepermukaan, mengakibatkan pecahnya perang saudara yang disebut sebagai Peristiwa Cumbok. Dampak dari Peristiwa Cumbok tersebut akhirnya meluas. Kadar kecurigaan masing-masing pihak semakin tinggi, timbul isyu-isyu yang saling menjelekkan untuk mengambil simpati massa.

Tulisan ini menguraikan bahwa konflik yang ada di antara kedua kelompok di Aceh tersebut, bukan sekedar persoalan agama atau adat, karena hal yang utama dari konflik tersebut adalah faktor kedudukan, pengaruh dan kekuasaan.
1995
S12195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library