Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusdijono
"Lebih dari 5,000 kepala keluarga pengungsi Madura korban kerusuhan Sambas di Kalbar ditempatkan di daerah baru dalam program relokasi. Rancangan dan implementasi program pembangunan didaerah ini perlu hati-hati agar tidak mengulang kegagalan umum pembangunan selama ini, yakni meningkatnya kemiskinan, merusak lingkungan hidup, dan menimbulkan kekerasan sosial baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan intervensi program bantuan dan pemulihan bagi pengungsi Madura di Kalimantan Barat. Dengan demikian, fokus penelitian ini adalah tentang capaian program pembangunan di kawasan relokasi pengungsi Madura. Metode penelitian ini bersifat riset evaluatif dengan pendekatan kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif. Informasi yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif dipakai sebagai informasi awal untuk penggalian lebih mendalain dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan ditiga satuan relokasi, yakni Parit Bhakti Suci, Tebang Kacang SP II, dan Parit Haji AIi. Kesemuanya berlokasi di Kecamatan Sungai Raya.
Konsep yang dirujuk dalam penelitian ini adalah model pembangunan transiormatif berkelanjutan yang diajukan terutama oleh Korten, D (2002, terjemahan) dan Jan Nederveen Pieterse, J.N (2001). Konsep tersebut dipakai untuk memeriksa apakah kebijakan Pemerintah dan implementasinya untuk membangun kembali para pengungsi di relokasi sesuai dengan model pembangunan tersebut. Hal ini perlu diamati agar pembangunan tidak mengarah kepada timbulnya kemiskinan baru dan berpotensi kearah munculnya kerusuhan baru.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana masih sangat terbatas (jalan, lahan, rumah) dan dengan kualitas kurang baik atau sudah rusak. Sebagian pengungsi yang meninggalkan rumah di relokasi akibat rendahnya akses terhadap sumber daya (tanah pertanian terbatas, gambut, tanah dalam sengketa, status belum jelas).
Sebaliknya pertambahan penghuni di kawasan relokasi dicirikan oleh tinginya akses terhadap sumber daya. Dalam jangka pendek, para pengungsi di kawasan relokasi cenderung terhindar dari kemungkinan munculnya kerusuhan baru karena rendahnya intensitas interaksi dengan masyarakat luar, tetapi keterbatasan prasarana pembangunan juga membuat kapasitas mereka sangat rendah untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Sebaliknya upaya rekonsiliasi telah banyak diupayakan baik oleh Pemerintah maupun lembaga-lembaga non Pemerintah. Namun, para pengungsi di relokasi sementara ini tidak berminat untuk kembali ke tempat asal mereka, melainkan menghendaki bantuan Pemerintah agar mereka dapat menjual asset fisik yang mereka tinggalkan. Perlu adanya intervensi lebih lanjut untuk issue tersebut.
Selain Pemerintah, banyak lembaga internasional dan sedikit lembaga swadaya masyarakat (LSM) ambil bagian dalam pembangunan kembali pengungsi di relokasi sejak awa] penempatan. Program pembinaan pengungsi dari Pemerintah selesai tahun 2002, sedangkan program lembaga internasional umumnya selesai pada tahun 2004, kecuali CRS yang bekerja sama dengan LSM lokal melanjutkan dengan program pertanian berkelanjutan dan peace building.
Indikasi pembangunan transformative-berkelanjutan sejauh ini belum muncul. Partisipasi masyarakat baru muncul sebagai akibat intervensi program sebatas "respons" terhadap intervensi. Program belum mampu mendorong munculnya inisiatif masyarakat untuk turut mengendalikan kebijakan dan intervensi program yang terkait dengan upaya perbaikan kehidupan mereka (transformasi sosial). Ini dapat dimaklumi karena kapasitas mereka masih sangat terbatas, perlu ada pemberdayaan dengan membangun prasarana dan ruang inisiatif lebih luas, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat pengungsi.
Direkomendasikan bahwa dalam jangka pendek, Pemerintah dan pihak lain tidak mendorong terjadinya pemulangan kembali pengungsi ke tempat asal, melainkan terus melanjutkan untuk membangun prasarana dan sarana (transportasi, perbaikan rumah), legalitas tanah, dan membangun kapasitas (kemampuan) para pengungsi dalam konteks peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta ruang untuk berinisiatif dan ambil bagian dalam pembangunan. Untuk jangka waktu menengah Pemerintah dan agen pembangunan lain direkomendasikan untuk mendorong upaya rekonsiliasi dikalangan tokoh masyarakat terkait, serta dalam jangka panjang perlu diupayakan repatriasi para pengungsi Madura."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdo Nefisco
"Penelitian mengenai Polisi dan Unjuk Rasa Anarkis di Jakarta bertujuan untuk menunjukkan penanganan unjuk rasa yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Selatan yang dilakukan oleh satuan dalmas dalam rangka meredam aksi anarkis yang dilakukan oleh para pengunjuk rasa saat menyampaikan aspirasinya di muka umum dengan baik dan tidak melakukan pelanggaran hak asasi man usia.
Unjuk rasa yang terjadi di Jakarta Selatan dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari masyarakat Jakarta Selatan sendiri dan masyarakat yang berasal dari Iuar wilayah Jakarta Selatan seperti Depok, Tangerang, Bekasi dan dan luar pulau Jawa. Aspirasi yang disampaikan meliputi masalah tenaga kerja, korupsi, hak asasi manusia dan lain - lain.
Unjuk unjuk rasa anarkis yang dilakukan oleo Front Persatuan Rakyat Papua Barat ( Front Pepera - PB ) yang dipimpin oleh Arkilus di kantor Freeport Gedung Plaza 89 JI. Rasuna Said Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan dengan tuntutan agar dilakukan penutupan secara total kegiatan produksi PT. Freeport Indonesia di Papua Barat dan Laskar Pembela Islam ( LPT ) yang dipimpin oleh Ustadz Mustiin dengan tuntutan agar majalah Playboy ditarik peredarannya di masyarakat dalam waktu 3 x 24 jam merupakan suatu bentuk tindakan melanggar hukum dan tidak sejalan dengan semangat reformasi.
Dalam menangani unjuk rasa damai dan anarkis yang terjadi di wilayah hukum Jakarta Selatan, satuan dalmas mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku. Penanganan unjuk rasa yang dilakukan oleh satuan dalmas Pokes Metro Jakarta Selatan masih bersifat sesaat, reaktif dan melakukan tindakan represif saat kegiatan unjuk rasa mengarah pada tindakan anarkis. Tindakan represif dilakukan oleh satuan dalmas sebagai reaksi spontan dan balasan terhadap aksi anarkis yang dilakukan pengunjuk rasa.
Penanganan unjuk rasa anarkis oleh satuan dalmas Polres Metro Jakarta Selatan dengan menggunakan personal yang terbatas sehingga hal ini sangat mempengaruhi efektifitas penanganan di lapangan. Anggota dalmas yang terlibat dalam penanganan unjuk rasa anarkis tidak semuanya memiliki pendidikan khusus mengenai dalmas tetapi hanya melalui pelatihan secara rutin di Mako Pokes yang dilaksanakan secara internal sehingga pemahaman terhadap kegiatan. unjuk rasa masih dilihat sebagai gangguan kamtibmas bukan sebagai proses demokrasi yang sedang berjalan.
Walaupun masih terdapat keterbasan yang dimiliki oleh satuan dalmas Polres Metro Jakarta Selatan dalam menangani unjuk rasa anarkis, namun dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan baik tanpa adanya keluhan dari pengunjuk rasa tentang perlakuan anggota dalmas yang dapat mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia.

This research is about police and brutal demonstration in south Jakarta which show the implementation of riot police to redeem the brutal demonstration in order to the protect the interest of the other people in the community life and avoid the violation of the human right. Demonstration in south Jakarta is done by people who live in and outside of south Jakarta area such as Depok, Tangerang, Bekasi and other area. Their aspiration is about manpower, corruption, human right and etc.
Brutal demonstration which done by Front of Unity Pepole West Papua who lead by Arkilus at Freeport office. They want that the company totally stop in west Papua because it's doesn't give the benefit for local people even though that company has operated for years. And the other brutality riot is done by Islam Defender Front They want that Playboy magazines do not distribute in the community and give 72 hours for implementing. Those actions are not same as reformation spirit and break the law.
For preventing the brutal demonstration in south Jakarta jurisdiction, the not police always point to the law in order to do right thing. Police riot do their job still in the moment, reactive and take the repressive action when the riot become worst (brutal action). They do the repressive action as the impact of spontaneous reaction from brutal demonstration. Preventing the brutal riot is done by limited personnel; it's very hard because this condition can influence the effective when they do their job in the field.
Only some of riot police personnel have the education and training about riot lesson. Some of them are given special training once in a week in the office of South Jakarta Metropolitan Police. They still face the riot as a disturbance in the community and not as democracy process. Even though the riot police of south Jakarta have debility in preventing the brutal riot but they can do their job properly without complaining from the community and avoid the violation of the human right."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mardiani
"Pada 26 Desember 1996 meletus kerusuhan di Tasikmalaya, Jawa Barat. Skripsi ini berupaya untuk mengungkapkan sebab-sebab serta dampak kerusuhan tersebut dengan menggunakan metode penelitian, yakni metode sejarah. Pemicu terjadinya kerusuhan tersebut adalah kasus penganiayaan ustadz oleh oknum Polisi. Kasus penganiayaan kemudian menimbulkan rasa solidaritas dari generasi muda Islam Tasikmalaya yang direpresentasikan dalam bentuk acara doa bersama pada 26 Desember 1996 di Mesjid Agung Tasikmalaya. Setelah acara doa bersama, ketidakpuasan akan penanganan kasus penganiaayaan membuat massa melakukan tindak kekerasan terhadap simbol kepolisian lalu bergeser pada tindak kekerasan terhadap aset etnis Tionghoa. Pergeseran sasaran kekerasan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori collective action dari Charles Tilly. Kerusuhan di Tasikmalaya pada 1996, meminjam istilah Charles Tilly, termasuk dalam aksi kolektif dengan kekerasan bentuk brawls (aksi tanpa kekerasan yang berakhir dengan penyerangan) yang bergeser menjadi opportunism (kekerasan yang memanfaatkan kesempatan).
......At December 26th 1996 a soical riot emerged in Tasikmalaya, West Java. Using methods of history as its research method, this thesis tries to explain causes and affects of that riot. The triger of the riot was ustadz’s mistreatment case by policemen. Hence, arising of the solidarity from Islam youth of Tasikmalaya. Then, they reacted by doing doa bersama at Mesjid Agung Tasikmalaya. At the end, mass felt unsatisfied toward mistreatment case handling, they did violence action to police symbol and shift to Chinese assets. Based on Charles Tilly’s collective action theory, the riot in Tasikmalaya is collective action by violence. The type of this collective action is brawls (nonviolence action which end by attacking) which is switching to opportunism (violence that exploiting opportunity)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butler, Richard
London: Angus & Robertson, 1983
994.570 31 BUT e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Realita Prihandini
"Video klip musik bukan lah hal yang asing untuk dijadikan media kritik atau media protes. Melalui video klip suatu musisi dapat menyampaikan opini, perspektif dan kritik terhadap suatu instansi atau pun organisasi. Menggunakan video klip musik, kritik dan protes dapat dengan mudah diterima dan dipahami oleh konsumen musisi itu sendiri. Oleh Karena itu, pada era globalisasi seperti dewasa ini video klip musik adalah salah satu cara yang paling mudah untuk menarik perhatian masyarakat terlebih para penikmat musik. Selain dapat menarik perhatian dari penikmat musik, musisi tersebut juga dapat mendapatkan simpatisan yang akan mendukung kritik sang musisi agar kritik dan protes tersebut dapat disuarakan lebih luas lagi. Dalam penerapannya, mayoritas kritik yang diangkat oleh musisi seperti Pussy Riot dalam video klip musiknya adalah konflik hubungan pemerintah dengan rakyatnya.Video klip Pussy Riot yang berjudul “Chaika” dirilis pada tahun 2016 adalah salah satu video klip yang mengkritik seorang jaksa Rusia bernama Yury Chaika dan pemerintahan Vladimir Putin. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis oleh Fairclough dan juga didukung oleh teori Counter-Hegemony dari Antonio Gramsci dan teori Putinisme. Hasil penelitian adalah kritik dan protes yang dilakukan Pussy Riot melalui representasi dalam video klip “Chaika”.
......Music Video is not a foreign platform to critic or to protest. A musician can express their relevant opinion or protest against an instantion or an organization through a music video. Criticism and protest can be accepted and can be understood easier by the consumers with music video as the platform. Particularly in this era of globalization music video is one of the easiest way for musicians to draw attention from the music lovers. Other than drawing attention from the music lovers, a musician can also gain more supporters who support the musician so that the criticism and protest of the musician can be heard even more. In it’s application, majority of the criticism which is voiced by musicians such as Pussy Riot, is the conflict between the Government and the citizens. Music video titled “Chaika” produced by Pussy Riot in the year 2016 is a music video that is used by the Pussy Riot to critic a Russian Prosecutor named Yury Chaika and the President Putin’s reign. The music video This research uses the method of Critical Discourse Analysis by Fairclough. Moreover this research also use the theory of Counter-Hegemony by Antonio Gramsci and Putinism theory to support the writing. The result of this research elaborates how Pussy Riot uses Music Video of “Chaika” as a platform to express Counter-Hegemony against the Putin’s reign through “Chaika” music video visual and lyrics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Palguna Arwijaya
"Sumber Daya Manusia SDM merupakan kunci dari reformasi Polri. Agarmendapatkan jumlah dan kualitas SDM yang sesuai, maka harus dilaksanakanproses rekrutmen yang profesional. Pada tahun 2012 hingga saat ini, Polrimengadakan rekrutmen untuk Tamtama Brimob. Namun permasalahanya, jumlahanggota yang direkrut masih dirasa kurang dan dampaknya dirasakan saatmelaksanakan kemampuan penanggulangan huru hara PHH dalam bentuk demopenistaan agama yang berlangsung pada tanggal 2 Desember 2012 di DKI Jakarta,dimana petugas belum mampu mencegah tindakan massa yang berhasilmelakukan tindakan anarkis.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis suatuimplementasi dan konsekuensi pelaksanaan program rekrutmen tamtama brimobdalam mendukung kemampuan PHH terkait penanganan demo penistaan agama diDKI Jakarta tahun 2016 dengan metode pendekatan deskriptif kualitatif denganmenggunakan teori implementasi dan rekrutmen serta menggunakan konseppenanggulangan huru hara dan konsep kamtibmas.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rekrutmen tamtama sudah berjalan dengan baik menggunakanprinsip BETAH Bersih, Transparansi, Akuntabel, dan Humanis namun belummaksimal akibat jumlah anggota Tamtama yang direkrut tidak sesuai dengan yangdibutuhkan. Pada pelaksanaanya yang lebih banyak direkrut adalah polisiberpangkat bintara, sehingga penggemukan di level bintara menyebabkan tidakadanya perbedaan perlakuan dalam pembagiaan tugas antara bintara dan tamtama.Hal ini menjadikan pelaksanaan tugas PHH Brimob tidak maksimal seperti saatpenanganan demo penistaan agama di DKI Jakarta tahun 2016. Konsekuensinyatercermin ketika demonstrasi berkembang cepat menjadi anarkis akibat jumlahpetugas Tamtama yang turun tidak sebanding dengan tugas demonstran.
......
Human resource management is the reformation key in IndonesianNational Police. In order to obtain the appropriate amount and best quality ofpersonnel, a professional recruitment process must be required. Since 2012 untilnow, Indonesian National Police still holding a mobile brigade tamtama personnelrecruitment. However, the problem is the number of recruited members is less andthe impact is occurring when the mobile brigade riot control units implementstheir duties to anticipate the blasphemy demonstration in Jakarta on December 2nd2012, where the officers have not been able to prevent the demonstrator that doingan anarchist actions.
The aims of this research to analyze the implementation andconsequence of the implementation of mobile brigade tamtama personnelrecruitment supports the abilities of riot control on blasphemy handlingdemonstration in Jakarta 2016 using qualitative descriptive method. This researchuses implementation and recruitment theory. A concept that the research use areriot control and public order and safety concept.
The result and conclusions of thisresearch are mobile brigade Tamtama Personnel Recruitment has been done wellby using a good principles such as Clean, Transparent, Accountable, andHumanist BETAH but it rsquo s still has many flaws due to the planning of therecruited members are not fit with those already recruited, which is recruitinglarge number of bintara and less tamtama. Because of that, there are no differenceof task hiring and job descriptions between bintara and tamtama. It makes theabilities of riot control being decreased. In the The consequence of less MobileBrigade Personnel who is not comparable with the number of demonstrators is thedemonstration very quickly becomes anarchist"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Abdul Aziz
"ABSTRAK
Data aggregation atau segala proses pengumpulan informasi dan penyederhanaan dalam bentuk ringkasan yang mudah untuk dipahami kerap menjadi permasalahan dalam sebuah sistem Internet of Things (IoT). Sistem operasi RIOT adalah sebuah  sistem operasi khusus untuk mikrokontroller yang mensupport modularity, real-time, dan memiliki container data seperti Phydat yang dapat mengolah banyak jenis data. Penggunaan sistem operasi RIOT akan dapat menyelesaikan permasalahan agregasi data pada sistem IoT, meskipun begitu arsitektur jaringan saat ini yaitu Internet Protocol (IP) masih kurang maksimal dalam menerapkan agregasi data pada lingkungan IoT. Named Data Networking (NDN) yang merupakan arsitektur jaringan yang bersifat data-sentris hadir sebagai solusi permasalahan jaringan IoT dengan menggunakan struktur jaringan yang low powered, reliable, secure, dan robust. Dalam skripsi ini, penulis merancang penerapan NDN di sistem operasi RIOT pada sebuah alat plant monitoring untuk mengatasi permasalahan sistem yang kurang layak untuk menjalankan fungsi agregasi data.

ABSTRACT
Data aggregation is any process in which information is gathered and expressed in a simpler form, data aggregation is one the persisting problem in an Internet of Things (IoT) system. RIOT Operating system is a dedicated operating system for a low powered microcontroller that supports modularity, real-time, and cluster data management using data container. The usage of RIOT operating system can solve the existing problem of data aggregation in IoT system, however that current network architechture which is Internet Protocol (IP) is also not suitable for data aggregation purposes. Named Data Networking (NDN) is a new network architechture that has data centric as its main core, the focus on data mean the focus on device communication can shift from host to the data itself. NDN can be one of the solutions for creating a better environment for data aggregation purposes because the structure of NDN is designed for low powered, reliable, secure, and robust. For this thesis, writer hope to implement NDN together with RIOT operating system on a plant monitoring IoT device as to show how NDN-RIOT can create a better environment for data aggregation."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Suryaningtyas
"Skripsi ini menceritakan tentang kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia pada tahun 1971 Walaupun sudah ada yang melakukan tapi tema ini tetap menarik untuk di teliti.Kebijakan Ekonomi baru dikeluarkan setelah peristiwa kerusuhan anti-Cina
pada 13 Mei 1969. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan kerusuhan yang sama tidak akan terjadi lagi di Malaysia. Karena perbedaan ekonomi antara etnis Melayu dan Cina diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya kerusuhan. Sehingga pemerintah Malaysia merasa perlu mengeluarkan Kebijakan yang tujuannya untuk memperbaiki ekonomi masyarakat Malaysia, khusunya ekonomi orang-orang melayu.

This Undergraduate thesis explain the economic policy that was released by the goverment of Malaysia in 1971. Although this theme has been written before but it still interesting to analyze. The Economic Policy was released after the anti-China riot event on May 13 th 1969. This policy expected to solve riot in Malaysia. The indiferent of the economic level between Malayan ethnic and Chinese ethnic is considered as one of the caused of the riot. Therefore, the Goverment of Malaysia thought of need to release the policy which was aimed to improve the economic of Malaysian, especially for the Malayan ethnic."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S12120
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library