Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Raihan
"Pada tahun 2021, Presiden Joko Widodo menanda tangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/Atau Musik. Dikarenakan beberapa peraturan yang dinilai bermasalah, berselang 5 bulan kemudian, Aliansi Musisi dan Pencipta Lagu Indonesia atau AMPLI resmi berdiri dan secara tegas menolak PP No. 56 Tahun 2021. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam guna meraih data primer, dan mengurasi data sekunder melalui peraturan, situs daring dan media sosial. Penelitian ini mengidentigikasi AMPLI sebagai kelompok kepentingan menggunakan konsep dari Janda, Berry, Goldman & Hula (2011), pembentukan kelompok politik dengan Disturbance Theory oleh Truman (1951), dan strategi kelompok kepentingan menggunakan konsep lobbying dari Keefe, Abraham, Flanigan, Jones, Ogul & Spanier (1983). Temuan dari penelitian sejauh ini mengidentifikasi bahwa AMPLI sebagai kelompok kepentingan telah melakukan strategi direct & indirect lobbying. Indirect lobbying sendiri terbagi menjadi 4 (empat) kategori: grassroots lobbying, constituent pressures, political campaign, dan citizen participations, di mana AMPLI menjalankan keempat indirect lobbying tersebut sebagai strateginya. Akan tetapi direct lobbying yang dilakukan oleh AMPLI kurang optimal karena tidak memiliki kontak langsung dengan legislator terkait. Kemenkumham beserta DJKI kemudian merevisi dan menerbitkan Permenkumham No. 9 Tahun 2022 sebagai Peraturan Pelaksanaan PP No. 56 Tahun 2022 yang baru dan telah memenuhi tuntutan AMPLI meski secara parsial, karena AMPLI bukan satu-satunya faktor penyebab Permenkumham No. 20 Tahun 2021 direvisi.

In 2021, President Joko Widodo signed Government Regulation of the Republic of Indonesia (PP) Number 56 of 2021 concerning Management of Song and/or Music Copyright Royalties. Due to several regulations that were considered problematic, five months later, the Alliance of Indonesian Musicians and Songwriters or AMPLI was officially established and firmly rejected PP No. 56 of 2021. This research uses a qualitative method with in-depth interview techniques to collect primary data, and curate secondary data through regulations, online sites and social media. This study identifies AMPLI as an interest group using the concept of Janda, Berry, Goldman & Hula (2011), formation of political groups with Disturbance Theory by Truman (1951), and interest group strategy using the concept of lobbying from Keefe, Abraham, Flanigan, Jones, Ogul & Spaniers (1983). The findings from the research so far identify that AMPLI as an interest group has carried out a direct & indirect lobbying strategy. Indirect lobbying itself is divided into 4 (four) categories: grassroots lobbying, constituent pressure, political campaigns, and citizen participation, where AMPLI implements these four indirect lobbies as its strategy. However, direct lobbying by AMPLI was not optimal because AMPLI did not have direct contact with the relevant legislators. Kemenkumham and DJKI then revised and published Permenkumham No. 9 of 2022 as the new Implementing Regulation of PP No. 56 of 2022 and has fulfilled AMPLI's demands even if partially, because AMPLI is not the only factor causing Permenkumham No. 20 of 2021 revised."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Faisal Maulana
"Layanan streaming digital merupakan sebuah layanan pemutaran musik, dimana musisi akan mendapatkan penghasilan dalam bentuk royalti dari setiap pemutaran yang dilakukan pada layanan tersebut. Dalam proses distribusi royalti pada layanan streaming digital menghadirkan pihak ketiga antara musisi dan layanan streaming digital, yaitu aggregator/distributor digital. Dengan hadirnya pihak ketiga dalam distribusi royalti dapat menyebabkan kerumitan terhadap implementasi pemotongan pajak penghasilan atas royalti tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak pada implementasi pemotongan pajak penghasilan atas royalti musik pada layanan streaming digital serta analisis implementasi pemotongan pajak penghasilan atas royalti musik pada layanan streaming digital yang ditinjau dari asas ease of administration. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan studi pustaka sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih belum adanya pemenuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak pada implementasi pemotongan pajak penghasilan atas royalti musik pada layanan streaming digital. Terdapat tiga aspek penghambat terjadinya pemenuhan kewajiban perpajakan dari proses bisnis layanan streaming digital, diantaranya merupakan sisi regulasi, edukasi dan kejelasan kontrak pada pihak pihak di proses bisnis layanan streaming digital, pemotongan pajak penghasilan atas royalti musik pada layanan streaming digital juga masih belum memenuhi asas ease of administration.

Digital streaming services are music playback services, where musicians will earn income in the form of royalties from every playback made on the service. In the process of distributing royalties on digital streaming services, a third party is present between musicians and digital streaming services, namely digital aggregators/distributors. The presence of a third party in the distribution of royalties can cause complications in the implementation of income tax deductions on these royalties. This study aims to analyze the fulfillment of taxpayers' tax obligations in the implementation of income tax deductions on music royalties on digital streaming services and an analysis of the implementation of income tax deductions on music royalties on digital streaming services reviewed from the principle of ease of administration. The approach used in this study is a qualitative approach with in-depth interviews and literature studies as data collection techniques. The results of this study indicate that there is still no fulfillment of taxpayers' tax obligations in the implementation of income tax deductions on music royalties on digital streaming services. There are three aspects that hinder the fulfillment of tax obligations from the digital streaming service business process, including the regulatory side, education and clarity of contracts for the parties in the digital streaming service business process, income tax deductions on music royalties on digital streaming services also still do not meet the principle of ease of administration."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianti
"ABSTRAK
Para pengguna ciptaan lagu mengalami kebingungan dalam hal kepada pihak mana mereka harus membayar royalti atas suatu lagu yang mereka umumkan. Hal ini dikarenakan pengaturan mengenai collecting society dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia hanya berdasarkan kesepakatan antara organisasi profesi dengan Pengguna Ciptaan saja. Di Indonesia, ada beberapa lembaga yang memungut royalti. Salah satunya adalah Karya Cipta Indonesia. Asosiasi Rekaman Industri Indonesia menyatakan bahwa Karya Cipta Indonesia tidak berhak memungut royalti karena tidak diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta dan sistem pemungutan royaltinya hanya didasarkan atas pemberian kuasa.
Tesis ini berisi analisis mengenai cara mengatasi ambiguitas collecting society di Indonesia terkait dengan pemungutan royalti terhadap pengumuman suatu lagu dan lembaga mana yang berhak memungut royalti terhadap pengumuman suatu lagu. Oleh karena pengaturan mengenai pemungutan royalti hanya berdasarkan kesepakatan saja maka pada dasarnya pihak manapun berwenang untuk memungut royalti atas pengumuman lagu jika ada kuasa dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta. Sehingga tidak ada ambiguitas collecting society di Indonesia mengingat ruang lingkup Asosiasi Industri Rekaman Indonesia adalah berhubungan dengan produser rekaman, sedangkan Karya Cipta Indonesia merupakan suatu lembaga yang memungut royalti.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif-empiric dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Saran Penulis adalah Pencipta/Pemegang Hak Cipta sebaiknya memberi kuasa kepada lembaga yang telah mengikuti aturan Confederation International des Societes des Auters et Compositeurs mengingat karena merupakan konfederasi dari seluruh collecting society di seluruh dunia dan ketentuan mengenai collecting society hanya sebagian kecil diatur oleh Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku saat ini.

ABSTRACT
Song's users feel confuse about to whom the royalty that they have to pay when they announce a song. These things happen because the law about collecting society in Indonesian copyrights law only based on the deal between the organization and the users. There are some organizations in Indonesia that collect the royalty. One of them is Karya Cipta Indonesia. Asosiasi Rekaman Indonesia stated that Karya Cipta Indonesia does not have the rights to collect the royalty because it is not mentioned and ruled by the Indonesian copyrights laws and the collecting system are also only based on the mandatory that has been given before.
This thesis content is about how to handle ambiguity in collecting society in Indonesia related with the royalty collecting when a song is being announced and which organization that has the right to do that. Because of the rules about royalty collecting is only based on the agreement, then any organizations have the right to collect it if there is a mandate from the creator. So there will not be an ambiguity in collecting society in Indonesia, considering the scope in Asosiasi Industri Rekaman Indonesia related with the recording producers, while Karya cipta Indonesia is an organization that collect the royalty.
This thesis using the normative-empirical research methode and being analyzed with qualitative approach. The creator should give the mandatory to the organizations that have followed the rules in Confederation International des Societes des Auters et Compositeurs considering this is the confederation from all the collecting society in the world and the laws about collecting society only some that have been ruled by the copyrights laws this time."
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2007
T 02328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library