Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Ulber
Abstrak :
Pembangunan Desa sebagai upaya dalam proses modernisasi dan memacu laju pembangunan secara menyeluruh dan berencana, menjadi pusat perhatian negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini. Usaha untuk menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta dan warga desa. Dalam prakteknya, peran dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis warga desa dalam pembangunan desa. Berbagai teori mengatakan, bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemimpin desa khususnya pimpinan dan kepemimpinan pemerintah desa atau Kepala Desa. Sebab pada tingkat pemerintahan yang paling bawah, Kepala Desa sebagai pimpinan pemerintah desa atau aktor dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa, menjadi ujung tombak pelaksanaan dan terlaksananya pembangunan desa maupun dalam menumbuhkan kesadaran warga desa untuk berperan serta dalam pembangunan desa. Untuk mencapai kepemimpinan pemerintah desa yang efektif dalam menggerakkan dan meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan, paling sedikit ada tiga aspek pokok yang penting diperhatikan. Pertama, intensitas dan kualitas aspek fungsional kepemimpinan, yaitu memberi dorongan, pengarahan, bimbingan, interaksi komunikasi dua arah dan pelibatan warga dalam pembuatan keputusan. Kedua, perilaku pemimpin atau gaya kepemimpinan yang digunakan dalam menjalankan aktivitas dan peranan kepemimpinan. Keempat, agar dalam menjalankan aktivitas fungsi dan peranan kepemimpinan maupun gaya kepemimpinan efektif untuk mempengaruhi atau meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa, maka perlu diperhatikan aspek nilai sosial dan budaya, khususnya tuntutan nilai-nilai budaya tradisional tentang pola perilaku interaksi hubungan kemasyarakatan dalam sistem hubungan kekerabatan di mama kepemimpinan itu berlangsung yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola perilaku interaksi pemimpin-pengikut atau Kepala Desa-Warga Desa. Sehubungan adanya hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan dan hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi masyarakat desa yang dipengaruhi oleh aspek sosial budaya/nilai budaya, maka berdasarkan kajian teoritis dimunculkan dua bagian hipotesis, yaitu: Pertama, terdapat hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi warga desa. Di sini, intensitas pelaksanaan aktivitas motivasi, pengarahan, bimbingan, interaksi komunikasi dua arah yang dilakukan kepala desa, serta memberi kesempatan yang luas kepada warga desa untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan desa (sebagai variabel independen "X") mempengaruhi tingkat partisipasi warga desa dalam pembangunan desa (sebagai variabel dependen "Y"). Dengan kata lain, jika X tinggi, maka Y tinggi. Kedua, nilai-nilai budaya tradisional tentang pola perilaku interaksi dalam hubungan kekerabatan mempengaruhi hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi warga desa. Di sini, jika posisi kedudukan/otoritas pimpinan pemerintah desa dilegitimasi nilai-nilai tradisional dan pimpinan pemerintah desa menempatkan posisi perilakunya dalam. pola hubungan sistem kekerabatan dalam berinteraksi dengan masyarakat desa, maka kepemimpinan pemerintah desa relatif efektif dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Setelah data yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Spearman, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. Meningkatnya partisipasi warga desa dalam pelaksanaan pembangunan desa ternyata disebabkan oleh intensifnya Kepala Desa memberikan dorongan, pengarahan, bimbingan, komunikasi dua arah dan diberikannya kesempatan kepada warga desa untuk ikutserta dalam pembuatan keputusan desa yang berhubungan dengan pembangunan desa. Dari lima aspek aktivitas kepemimpinan pemerintah desa dan masing-masing aspek merupakan sub hipotesis atau hipotesis kerja penelitian, maka kesempatan yang diberikan kepada warga deasa untuk ikut serta atau ambil bagian dalam pembuatan keputusan desa lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan partipasi warga desa. Sedangkan aktivitas dorongan adalah yang paling kecil pengaruhnya, sebab yang paling diinginkan oleh warga desa adalah tindakan dan pembuatan nyata dari pemimpin pemerintah desa. 2. Hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan dipengaruhi oleh kemampuan kepala desa untuk menyesuaikan pola perilaku interaksi hubungannya dengan masyarakat desa dalam konteks tuntutan nilai-nilai tradisional sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu keberhasilan kepala desa menggerakkan dan meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan desa adalah karena kepemimpinan pemerintah desa memperoleh dukungan atau legalitas dan ligitimasi dari para pernimpin informal desa khususnya pemimpin informal tradisional. Dengan kata lain, posisi dan otoritas Kepala Desa dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa dilegitimasi secara tradisional. Juga dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa Kepala Desa tidak menonjolkan aspek otoritas formal yang dimilikinya dimana ia berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai budaya dalam hubungan kekerabatan. Dengan demikian aspek nilai budaya tradisional perlu diperhatikan dan dimanfaatkan karena mempengaruhi efektifitas kepemimpinan pemerintah desa untuk menggerakkan partisipasi warga desa dalam pembangunan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T6713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrori
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah pengembangan suatu daerah sebetulnya merupakan suatu masalah yang tidak bisa dipisahkan dengan Masalah Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Banyak para ahli yang memperdebatkan teori-teori atau pendekatan-pendekatan yang lebih cocok untuk mengembangkan suatu daerah, tetapi nampaknya perdebatan tersebut masih akan berlangsung terus, karena diantara mereka memang sulit untuk menemukan suatu teori atau suatu pendekatan yang manjur yang bisa digunakan di setiap daerah yang mempunyai potensi yang sangat heterogen. Walaupun demikian, diantara perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ahli, diantara mereka sebetulnya mempunyai konsensus bahwa pembangunan daerah haruslah merupakan bagian dari pembangunan secara keseluruhan.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dirasakan di Indonesia, karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan suatu proses untuk meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh penjuru tanah air.
Di dalam Trilogi Pembangunan juga disebutkan bahwa unsur atau logi pertama dari Trilogi Pembangunan ialah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh tanah air. Untuk mewujudkan adanya pemerataan pembangunan di seluruh tanah air, maka Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mencantumkan perlunya pembangunan daerah berdampingan dengan pembangunan sektoral, dalam suatu kerangka pembangunan nasional, sesuai dengan konsep wawasan nusantara.
Karena Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari berbagai daerah dengan tingkat perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang masing-masing berbeda. Maka hal ini menuntut penanganan yang berbeda pula bagi masing-masing daerah.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dinyatakan oleh Benyamin Fisher, dengan mana ia mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah mencapai suatu tahap pembangunan nasional yang menuntut dipentingkannya kebijaksanaan pembangunan daerah atau regional.
Di dalam Repelita IV, kebijaksanaan pembangunan daerah antara lain akan diarahkan pada keserasian antara pembangunan regional dengan pembangunan sektoral serta peningkatan pendapatan daerah.
Untuk mencapai keserasian antara pembangunan sektoral dengan pembangunan regional, diperlukan adanya perencanaan regional di daerah tersebut. Perencanaan regional juga menjadi penting karena dalam proses pembangunan daerah, biasanya daerah tersebut dihadapkan dengan masalah keterbatasan berbagai sumber yang dibutuhkan untuk pembangunan, tetapi di lain pihak daerah tersebut harus mampu menghasilkan suatu output yang maksimal, sehingga untuk mencapai semuanya ini diperlukan adanya suatu perencanaan regional.
Selain diperlukan adanya perencanaan regional yang tepat, daerah dalam membangun atau mengembangkan dirinya juga memerlukan adanya sumber dana dari daerah tersebut dalam jumlah yang mencukupi, sehingga kombinasi dari perencanaan regional dan peningkatan keuangan daerah akan merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk mengembangkan suatu daerah.
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabalok, Jojor Marina
Abstrak :
Pemberdayaan masyarakat berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan konsep pemberdayaan atau penguatan potensi (empowerment) masyarakat yang meletakkan individu sebagai subjek dan memberi ruang partisipasi penuh mereka ke dalam sebuah program pemberdayaan itu sendiri. Inisiatif kreatif dari masyarakat merupakan sumber daya paling utama. Partisipasi mereka mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring hingga evaluasi program. Pemberdayaan nelayan melalui bantuan paket bergulir sarana penangkapan ikan di Muara Angke merupakan salah satu program dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat nelayan pra sejahtera di Muara Angke. Evaluasi program bertujuan untuk mempelajari apakah program mencapai tujuan dan bagaimana program mencapai tujuan dan untuk mendapatkan informasi dan menarik pelajaran dari pengalaman mengenai pengelolaan program, keluaran. manfaat dan dampak dari program pemberdayaan yang baru selesai dilaksanakan, maupun yang sudah berfungsi, sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian program selanjutnya. Metode analisa berpikir logis (logical framework analysis) dengan melihat input, output, outcome dan impact bertujuan untuk melakukan penyesuaian/sinergi antara berbagai elemen tersebut agar terjadi suatu keselarasan antara aktifitas yang dilakukan dengan tujuan program, sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan prosedur dan kesalahan sasaran. Hasil evaluasi program pemberdayaan melalui analisa input hingga impact menunjukkan kekuatan program pemberdayaan adalah nelayan mempunyai kesempatan untuk memiliki sarana penangkapan yang berimplikasi kepada peningkatan kepercayaan diri (self confidients) nelayan. Hal ini penting karena mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan bukan saja terkait dengan masalah penopang hidup (life sustenance), melainkan juga dengan masalah harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). Semua itu dimaksudkan agar orang miskin itu bisa menjadi lebih manusiawi (in order to be more human). Adapun kelemahan program pemberdayaan ini adalah 1) perencanaan program tidak partisipatif, hal ini ditunjukkan dengan minimnya partisipasi masyarakat nelayan dalam setiap penentuan tahap proyek, mulai dan perencanaan hingga implementasi, 2) Input dan aktivitas program yang berkenaan dengan peningkatan kapasitas tidak mendapat prioritas, dan 3) Implementasi program kurang komprehensif, baik dengan program lainnya dalam kaitannya dengan pengembangan nelayan di Jakarta, maupun program pasca proyek. Salah satunya ditunjukkan dengan tidak adanya fasilitator lokal yang seharusnya memfasilitasi pengembangan komunitas nelayan setelah program berjalan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyono Hendarsin
Abstrak :
ABSTRAK
Sesudah Pulau Greenland, pulau Irian adalah merupakan pulau kedua terbesar di dunia. Ia berbentuk sebagai seekor naga, kepalanya menghadap ke arah Barat tepat di bawah garis Khatulistiwa. Badan serta ekornya terletak di sebelah Utara dari setengah bagian Timur benua Australia.

Tetapi ada pula yang menggambarkan pulau yang letaknya di ujung Timur Indonesia ini sebagai seekor burung raksasa.

Pada saat ini pulau Irian dipisahkan oleh garis perbatasan yaitu 141° Bujur Timur yang membagi pulau itu menjadi dua ialah :

a. Sebelah Timur, bermula adalah daerah perwalian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diserahkan administrasinya kepada Australia kemudian pada tahun 1975 menjadi sebuah negara merdeka dengan nama Papua New Guinea (PNG).

b. Sebelah Barat yang mula-mula bernama Irian Barat karena terletak di sebelah Barat, kemudian Irian Barat merupakan suatu propinsi sendiri dengan nama baru Irian Jaya.

Garis perbatasan 141º yang berlaku sekarang ini baru diadakan pada tanggal 16 Mei 1895 di Graven hage, negeri Belanda pada waktu pemerintah Belanda dan pemerintah Inggris merasa perlu menetapkan perbatasan antara wilayah kekuasaan masing-masing di pulau Irian. Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya terletak antara 0°Garis Khatulistiwa-9° Lintang Selatan, 130° Bujur Timur -141° Bujur Timur dengan jarak terjauh dari Barat ke Timur sekitar 1.221 km dan jarak terjauh dari Utara ke Selatan sekitar 999 km merupakan propinsi yang termuda setelah Propinsi Tingkat I Timor Timur. Tanggal 1 Mei 1986 genap sudah usia Propinsi Irian Jaya 23 tahun sejak kembalinya ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Walaupun telah berusia 23 tahun keadaan Propinsi Irian Jaya pada umumnya masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan Propinsi Daerah Tingkat I lainnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini disebabkan pemerintah jajahan Hindia Belanda dahulu tidak pernah menaruh perhatian terhadap pulau Irian ini, seperti diungkapkan oleh R.C. Bone dalam bukunya "The Dynamics of the Western New Guinea (Irian Barat) Problem" yang dikutip oleh Ross Garnaut-Chris Manning, menyebutkan :

"Irian jajahan Belanda sebagai anak tiriHindia Belanda, daerah terlupa yang hanya berguna sebagai benteng terhadap gangguan asing, suatu tempat tamasya untuk hukuman tugas bagi pegawai- pegawai sipil yang melanggar disiplin dan sebagai tempat pengasingan untuk pejuang-pejuang kemerdekaan".

Di samping faktor tidak diperhatikannya Pulau Irian oleh penjajah Hindia Belanda dahulu faktor-faktor lainnya adalah:

a. Faktor geografis yang sangat luas (diperkirakan sekitar 410.660 km2 atau 3,5 x pulau Jawa) dengan topografinya yang sangat bervariasi.

b. Faktor penduduk yang sangat langka dibandingkan luasnya dengan jumlah hanya sekitar 1,2 juta jiwa hidupnya terpencar-pencar dengan isolasi alam yang masih sulit dijangkau dengan komunikasi dan transportasi.
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library