Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firza Savira Fauzi
"Eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan bagian terbesar dari total beban PPOK dalam sistem perawatan kesehatan. Meskipun algoritma terapi merekomendasikan monoterapi sebagai pilihan pertama, terapi kombinasi lebih sering diresepkan pada pasien dengan eksaserbasi PPOK akut di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2018. Oleh karena itu, analisis efektivitas biaya perlu dilakukan sebagai pertimbangan untuk pemilihan masa depan. terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas biaya menggunakan terapi kombinasi ipratropium-salbutamol dibandingkan dengan salbutamol pada pasien dengan eksaserbasi akut pasien rawat inap PPOK di Rumah Sakit Persahabatan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional deskriptif retrospektif dengan data sekunder dalam bentuk rekam medis pasien. Subjek penelitian adalah eksaserbasi akut pada pasien PPOK yang menerima terapi kombinasi dengan ipratropium-salbutamol atau salbutamol di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2018. Karakteristik pasien dianalisis dengan metode statistik deskriptif menggunakan IBM SPSS v25.0. Efektivitas ditentukan berdasarkan peningkatan aliran ekspirasi puncak pasien ≥10% dan biaya yang digunakan dilihat dari perspektif rumah sakit dengan komponen biaya medis langsung. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemilihan terapi kombinasi ipratropium-salbutamol akan membutuhkan biaya tambahan sebesar Rp 1.090.362,87 untuk meningkatkan 1 unit efektivitas.

Acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) constitutes the largest part of the total burden of COPD in the health care system. Although the therapeutic algorithm recommends monotherapy as the first choice, combination therapy is more often prescribed in patients with acute exacerbation of COPD at Friendship Hospital in 2018. Therefore, a cost-effectiveness analysis needs to be carried out as a consideration for the selection of future therapies. The purpose of this study was to analyze the cost-effectiveness of using ipratropium-salbutamol combination therapy compared with salbutamol in patients with acute exacerbation of COPD inpatients at the Friendship Hospital. This study used a retrospective descriptive cross-sectional design with secondary data in the form of a patient's medical record. Subjects were acute exacerbation of COPD inpatients who received combination therapy with ipratropium-salbutamol or salbutamol at Friendship Hospital in 2018. Patient characteristics were analyzed by descriptive statistical methods using IBM SPSS v25.0. Effectiveness is determined based on an increase in the patient's peak expiratory flow ≥10% and the cost used is seen from a hospital perspective with a direct medical cost component. Based on the research, it can be concluded that the selection of ipratropium-salbutamol combination therapy will require an additional cost of Rp 1,090,362.87 to increase 1 unit of effectiveness.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Barasila
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Valentine
"Metformin adalah antidiabetika oral yang banyak digunakan pada
penderita diabetes yang overweight. Kadar metformin dalam darah harus
selalu dipantau agar tidak menyebabkan laktasidosis. Pada penelitian ini,
telah dilakukan validasi metode analisis metformin dalam plasma manusia in
vitro secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pasangan ion dengan
salbutamol sulfat sebagai baku dalam. Sampel plasma yang mengandung
metformin HCl dan salbutamol sulfat diekstraksi menggunakan asetonitril
sebagai pengendap protein. Metode KCKT menggunakan kolom Kromasil ®
C18 (5 μm, Akzo Nobel) dengan panjang kolom 250 x 4,6 mm. Fase gerak
dan pelarut yang digunakan campuran asetonitril , dapar kalium dihidrogen
fosfat 0,01 M dan natrium dodesil sulfat 0,01 M (30:70:0,5, v/v/v) pH 5,1 ,
dengan laju alir 1,0 mL/menit dan dideteksi dengan detektor UV-Vis pada
panjang gelombang 234 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini
memberikan nilai linearitas pada rentang konsentrasi 0,05054-2,02 μg/mL
dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999, Lower Limit of Quantitation
(LLOQ) 0,05054 μg/mL, presisi 4,31 hingga 4,83 % dan akurasi (% diff) -8,32
hingga 9,22 %. Uji perolehan kembali metformin berkisar antara 98,33
hingga 104,56 %. Hasil validasi metode memenuhi kriteria yang ditetapkan."
Universitas Indonesia, 2007
S32633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukmanul Hakim
"ABSTRAK Salbutamol sulfat adalah beta-adrenoreceptor agonist yang digunakan sebagai bronkodilator pada penyakit asma, bronkitis, dan penyumbatan saluran udara. Obat ini memiliki waktu paruh biologis yang singkat hanya sekitar 4-6 jam dan bioavailabilitasnya yang rendah, sehingga harus diberikan berulang kali untuk memperoleh efek terapeutik yang diharapkan. Konsumsi yang berulang kali ini dapat menimbulkan efek samping. Oleh karena itu, perlu suatu pendekatan atau sistem dalam penghantaran zat terapeutik ke tempat target melalui mode pelepasan obat terkontrol yang berkelanjutan. Salah satu upaya untuk mengembangkan sistem ini yaitu dengan melakukan mikroenkapsulasi salbutamol sulfat menggunakan polimer biocompatible dan biodegradable berupa polipaduan poli(D,L-asam laktat) dan polikaprolakton (PDLLA 60 : PCL 40 % w/w) dengan metode penguapan pelarut minyak dalam air (m/a) dan menggunakan Span 80-Tween 80 sebagai pengemulsi yang akan menghasilkan mikrokapsul. Berdasarkan optimasi mikrosfer diperoleh kecepatan pengadukan emulsi yang optimal sebesar 700 rpm selama 1 jam dan kecepatan ppengadukan dispersi selama 1 jam dengan konsentrasi Span 80-Tween 80 0,1420 mol/L (2% v/v) dengan perbandingan 70:30. Efisiensi enkapsulasi salbutamol sulfat tertinggi sebesar 84,48%, sementara hasil uji disolusi mikrokapsul salbutamol sulfat dengan penyalut polipaduan PDLLA-PCL yang dilakukan secara in-vitro diperoleh sebesar 3,18% dalam larutan HCl pH 1,2 dengan volume 125 mL dan  1,59% dalam larutan buffer fosfat pH 7,4 dengan volume 125 mL. Sementara pada volume masing-masing 900 mL diperoleh berturut-turut sebesar 32,21% pada pH 1,2 dan 17,18% pada pH 7,4. Mekanisme pelepasan obat dari matriks polimer terjadi melalui difusi terkontrol yang mampu menahan laju pelepasan obat. Berdasarkan karakterisasi mikrosfer menggunakan PSA ditemukan ukuran yang ideal sebagai pengantar obat salbutamol sulfat dan hasil analisis menggunakan FTIR menunjukkan interaksi antara kedua polimer adalah interaksi secara fisika, begitupun juga interaksi antara mikrosfer dan obat. Sementara hasil pengamatan menggunakan SEM dan MO menunjukkan bentuk mikrosfer dan mikrokapsul yang cukup bulat, kecil dan seragam. Setelah melalui uji disolusi terlihat mikrokapsul rusak yang ditandai dengan porinya terlihat lebih terbuka, selain itu tekstur permukaannya yang terlihat lebih kasar dibandingkan sebelum didisolusi.
ABSTRACT Salbutamol sulfate is beta-adrenoreceptor agonist that used as a bronchodilator in asthma, thoracic bronchi and airway obstruction . This drug has a short biological half-life of only 4-6 hours and a low bioavailability, so it must be given repeatedly to obtain the expected therapeutic effect. Repeated consumption can cause side effects. Therefore, an approach or system is needed in the delivery of therapeutic substances to the target site through a continuous controlled drug release mode. One effort to develop this system is by microencapsulating salbutamol sulfate using biocompatible and biodegradable polymers in the form of poly (D,L-lactic acid) and polycaprolactone (PDLLA 60 : PCL 40 % w/w) using oil in water (o/w) emulsification and using Span 80 -Tween 80 as an emulsifier will produce microcapsules. Based on the optimization of the microspheres obtained by the stirring speed optimal emulsion of 700 rpm for 1 hour and speed of stirring dispersion for 1 hour with a concentration of Span 80-Tween 80% 0,1420 mol/L (2% v/v) in ratio of 70:30. The highest encapsulation efficiency of salbutamol suphate is 84.48%, while the dissolution test results of salbutamol sulfate microcapsules coated with the PDLLA-PCL polyblend was carried out in-vitro obtained at 3.18% in HCl solution at pH 1.2 with a volume of 125 mL and amounted to 1.59% in phosphate buffer solution at pH 7,4 with a volume of 125 mL. While with the volume of 900 mL was obtained respectively 32.21%  at pH 1.2 and 17.18% at pH 7.4. The mechanism of drug release from the polymer matrix occurs  through controlled diffusion which is able to sustain the rate of drug release . Based on the characterization of the microsphere using PSA found the ideal size as an salbutamol sulfate drug delivery carrier and the results of analysis using FTIR showed the interaction between the two polymers is the physical interaction, as well as the interaction between microspheres and drugs . While the results of observations using SEM and optical microscope show the shape of microspheres and microcapsules that are quite round, small and uniform with smaller pores. After going through the dissolution test, it was seen that damaged microcapsules marked with the pores seem more open, besides the surface texture that seem rougher than before it was dissolved.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Grace Natasya
"Sediaan sirup salbutamol sulfat dan guaifenesin kerap digunakan untuk mengobati penyakit pada saluran pernafasan seperti asma dan penyakit paru obstruktif (PPOK). Namun sediaan sirup mempunyai stabilitas yang buruk sehingga batas waktu penggunaan sirup tersebut setelah diracik atau setelah kemasan primer dibuka (beyond use date) perlu diketahui. Penelitian ini dilakukan dengan maksud menentukan kondisi optimum analisis dan menentukan beyond use date (BUD) sirup salbutamol sulfat dan guaifenesin. Kondisi optimum untuk analisis dilakukan dalam mode isokratik dan kolom Waters® Spherisorb ODS2 C18 (250 × 4,6 mm, 5 μm) dengan komposisi fase gerak dapar fosfat 0,05 M , pH 4,5 – metanol (50 : 50 v/v), panjang gelombang 276 nm, laju fase gerak 1 mL/menit, dan volume injeksi sebesar 20 μL. Penentuan BUD dalam sampel dilakukan dengan perhitungan t90 sampel yang telah dikondisikan dan disimulasikan sesuai dengan arahan pemakaian selama 39 hari. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan BUD berdasarkan konvensi United State of Pharmacopeia (USP). Hasil penelitian menunjukan bahwa 2 merek sirup kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin memiliki hasil perhitungan nilai t90 selama 7 hari untuk sirup uji A dan 9 hari untuk sirup uji B. Nilai tersebut berbeda dengan BUD yang tertera pada USP yaitu 35 hari.

Salbutamol sulfate and guaifenesin syrup are often used to treat diseases on respiratory tract such as asthma and obstructive pulmonary disease (COPD). However, syrup preparations have poor stability, so the time limit for using the syrup after it is mixed or after the primary packaging is opened (beyond use date) needs to be known. This research was conducted with the aim of determining the optimum conditions of analysis and determining beyond use date (BUD) of salbutamol sulfate and guaifenesin syrup. The optimum conditions for the analysis were carried out in isocratic mode and a Waters® Spherisorb ODS2 C18 column (250 × 4.6 mm, 5 μm) with the mobile phase composition of 0.05 M, pH 4,5 phosphate buffer – methanol (50 : 50 v/v), wavelength 276 nm, mobile phase rate of 1 mL/min, and injection volume of 20 μL. The determination of the BUD in the sample was carried out by calculating the t90 sample which had been conditioned and simulated according to the user guidelines for 39 days. These results were then compared with the BUD standard on the United State of Pharmacopoeia (USP) convention. The results of this study indicate that the 2 brands of syrup combination of salbutamol sulphate and guaifenesin have a calculated t90 value of 7 days for test syrup A and 9 days for test syrup B. These result values are different from the BUD listed on the USP, which is 35 days."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library