Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dya Pratama Andryan
"Latar Belakang : Aplikasi mHealth menjadi modalitas menjanjikan dalam prevensi sekunder sindrom koroner akut. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi mHealth HARKIT iCare terhadap angka rehospitalisasi dan kepatuhan minum obat.
Tujuan : Mengetahui efek penggunaan aplikasi HARKIT iCare dibandingkan dengan layanan standar terhadap angka rehospitalisasi dan kepatuhan minum obat.
Metode : Studi ini adalah uji klinis acak tunggal,106 subyek pasien pasca-sindrom koroner akut dirandomisasi dengan permutasi blok acak ke kelompok aplikasi berbasis aplikasi ponsel pintar HARKIT iCare atau layanan standar. Subyek diikuti selama 6 bulan lalu dilihat angka rehospitalisasi dan kepatuhan minum obat menggunakan MMAS-8 sebagai parameter luaran.
Hasil : Rehospitalisasi berulang lebih rendah pada kelompok iCare dibandingkan kontrol setelah dilakukan analisis multivariat (2 [3.7%] vs 7 [13.5%], HR 0.11 [IK 95% 0.01-0.98], p=.048). Rehospitalisasi tak terencana lebih rendah pada kelompok iCare dibanding kontrol, tidak berbeda bermakna (13 [24.1%] vs 16 [30.8%], HR 0.73 [IK 95% 0.35-1.53], p=.41). HARKIT iCare berkorelasi pada peningkatan tingkat kepatuhan secara signifikan setelah dilakukan analisis multivariat (16 [30.8%] vs 26 [48.1%], RR 2.37 [IK 95% 1.00-5.61], p=.049). Terdapat peningkatan bermakna secara statistik perbedaan nilai median kepatuhan minum obat berdasarkan MMAS awal dan akhir pada kelompok iCare dibandingkan kontrol (iCare - MMAS awal 6.5 [2-8] akhir 8 [4-8] Δ median = +1.5, p=.000 ; kontrol - MMAS awal 7 [3-8], akhir 8 [5-8], Δ median = +1, p=0.053 ).
Kesimpulan Penggunaan aplikasi HARKIT iCare berkorelasi dengan angka rehospitalisasi berulang yang lebih rendah dan peningkatan derajat kepatuhan minum obat diukur dengan peningkatan median MMAS.

Background Smartphone based mHealth applications is a promising platform for increase adherence to secondary prevention programs post acute coronary syndrome. The aim of this study is to know the impact of smartphone based mHealth applications HARKIT iCare on rehospitalization and medication adherence.
Objective To determine the impact of HARKIT iCare apps on secondary prevention compared to standard care on rehospitalization and medication adherence.
Method Study was a single blinded randomized clinical trial involving 106 subjects post-acute coronary syndrome. Subjects were randomized by permuted block randomization into HARKIT iCare (intervention) group or standard care. Subjects were followed for 6 months. The outcome of this study was rates of unplanned and recurrent rehospitalization, and also medication adherence by questionnare MMAS-8.
Result Recurrent hospitalization occurred fewer in the iCare group compared to control (Adjusted, 2 [3.7%] vs 7 [13.5%], HR 0.11 [CI 95% 0.01-0.98], p=.048). Unplanned rehospitalization also occured fewer in iCare group compared to control, significantly different (13 [24.1%] vs 16 [30.8%], HR 0.73 [CI 95% 0.35-1.53], p=.41). HARKIT iCare related to increased levels of adherence (Adjusted, 16 [30.8%] vs 26 [48.1%], RR 2.34 [CI 95% 1.03-5.33], p=.049). Comparison between pre and post median MMAS was significant for iCare group but not with control group. (iCare - MMAS pre 6.5 [2-8] post 8 [4-8] Δ median = +1.5, p=.000 ; control - MMAS pre 7 [3-8], post 8 [5-8], Δ median = +1, p=.053).
Conclusion HARKIT iCare related with fewer recurrent rehospitalization, increase of medication adherence and improvement of median MMAS significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Eta Risnawati
"ABSTRAK
Nama: Nyoman Eta RisnawatiProgram Studi: Program Magister Ilmu KeperawatanJudul: Analisis Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Perilaku Pasien Stroke dalam Melakukan Pencegahan SekunderPencegahan sekunder stroke merupkan salah satu upaya yang diyakini mampu untuk mencegah terjadinya stroke berulang serta peningkatan angka ketergantungan pasien stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinan yang berhubungan dengan perilaku pasien stroke dalam melakukan pencegahan sekunder stroke. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 102 pasien stroke yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata perilaku pasien stroke dalam melakukan pencegahan sekunder adalah 56,14 7,466. Perilaku pasien stroke dalam melakukan pencegahan sekunder berhubungan secara signifikan dengan pengetahuan tentang stroke p=0,007 , motivasi dalam melakukan pencegahan sekunder p= 0,0005 , persepsi diri tentang penyakit p=0,001 , efikasi diri responden dalam melakukan aktivitas sehari-hari p=0,0005 , dan kecemasan p=0,0005 . Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling berhubungan dengan perilaku pasien stroke dalam melakukan pencegahan sekunder adalah efikasi diri responden dalam melakukan aktivitas sehari-hari ?=0,876 . Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perawat dengan mempertimbangkan faktor-faktor determinan tersebut dalam memberikan edukasi kesehatan dan discharge planning kepada pasien. Kata Kunci: faktor determinan, pasien stroke, perilaku pencegahan sekunder

ABSTRACT
Name Nyoman Eta RisnawatiDegree Magister of Nursing ProgrammeTitle The Analysis of Determinant Factor Related with Stroke Patient Behavior in Secondary PreventionSecondary prevention of stroke is proven to be effective in preventing recurrent stroke and reducing the dependency of stroke patients. This study aimed to identify the determinants of the secondary prevention behaviour among stroke patients in Bali. This research is a cross sectional analytic design involved 102 stroke patients. The samples were recruited by applying consecutive sampling technique. The results of this study showed that the mean score of the secondary prevention behaviour among stroke patients in Bali was 56.14 7.466. The secondary prevention behaviors among stroke patients was significantly related to knowledge about stroke p 0,007 , motivation in doing secondary prevention p 0.0005 , self perception about disease p 0,001 , self efficacy in doing daily activity p 0.0005 , and anxiety p 0.0005 . Multivariate analysis, showed that the most dominant factor related to the secondary prevention practices among the stroke patient was the self efficacy in doing daily activities 0,876 . This study recommended nurses to consider determinant factors in providing discharge planning to the patients. Keywords determinants, stroke patients, secondary prevention "
Depok: 2018
T49374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juju Juariah
"Pasien PJK pasca CABG beresiko mengalami serangan berulang. Meskipun revaskularisasi berhasil, namun CABG tetap merupakan operasi paliatif, pasien tetap beresiko mengalami kejadian kardiovaskular di masa mendatang. Graft vena safena memiliki tingkat kegagalan hingga 20% setelah satu tahun dan setinggi 50 % setelah 5 tahun. Kegagalan cangkok/graft (setelah 1 bulan) akibat hyperplasia intimal dan aterosklerosis. (Kasper.Dennis L., Hauser, Stephen L, Jameson, J.Larry, Fauci, Anthony S, Longo, Dan Loscalzo, 2015). Pencegahan sekunder dilakukan sebagai upaya untuk menjaga patensi graft dan meningkatkan kualitas hidup tertinggi. Penelitian ini penelitian korelatif dengan desain cross-sectional. Responden penelitian ini pasien compos mentis post CABG 2 minggu sampai dengan 1 tahun di Rumah Sakit PJNHK, tidak ada keluhan sesak dan tidak nyeri dada, dengan jumlah adalah 106 responden yang direkrut secara teknik sampling. Hasil studi menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan terhadap perilaku pencegahan sekunder paska CABG dengan p = 0,043, terdapat hubungan antara sikap terhadap perilaku pencegahan sekunder pasca CABG dengan p = 0,19, adanya hubungan pengetahuan terhadap sikap pencegahan sekunder paska CABG dengan p= 0,019. Pasien pasca CABG perlu mendapatkan edukasi tentang pencegahan sekunder secara berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup yang optimal.

Patients with CHD after CABG are at risk for recurrent attacks. Despite successful revascularization, but CABG remains a palliative surgery, the patient remains at risk for future cardiovascular events. Saphenous vein grafts have a failure rate of up to 20% after one year and as high as 50% after 5 years. Graft failure (after 1 month) due to intimal hyperplasia and atherosclerosis. (Kasper. Dennis L., Hauser, Stephen L, Jameson, J. Larry, Fauci, Anthony S, Longo, Dan Loscalzo, 2015). Secondary prevention is carried out as an effort to maintain graft patency and improve the highest quality of life. This study is a correlative study with a cross-sectional design. Respondents in this study were patients with post-CABG compos mentis 2 weeks to 1 year at the PJNHK Hospital, there were no complaints of shortness of breath and no chest pain, with a total of 106 respondents recruited by sampling technique. The results of the study show that there is a relationship between knowledge on secondary prevention behavior after CABG with p = 0.043, there is a relationship between attitudes towards secondary prevention behavior after CABG with p = 0.19, there is a relationship between knowledge and attitudes for secondary prevention after CABG with p = 0.019. Post-CABG patients need to receive education about secondary prevention on an ongoing basis to improve optimal quality of life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Shafira
"Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker paling umum kedua di kalangan wanita Indonesia, dengan insiden tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah karena akses terbatas pada pencegahan dan pengobatan. Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah alat skrining yang banyak digunakan untuk deteksi dini lesi prekanker serviks di daerah dengan sumber daya terbatas. Studi ini meneliti prevalensi hasil IVA. Abnormal dalam program skrinign yang dilakukan di Cipinang Melayu, Jakarta, dari tahun 2019 hingga 2022.
Metode
Penelitian deskriptif cross-sectional ini menggunakan data sekunder dari program skrining IVA oleh Female Cance Programme (FCP) FKUI. Data dari 3.231 partisipan Wanita dianalisis untuk hasil IVA abnormal, termasuk servisitis (ringan, sedang, berat), hasil IVA positif, dan dugaan kanker serviks. Tingkat prevalensi dikalkulasi untuk setiap hasil abnormal, termasuk kondisi ginekologi lainnya.
Hasil
Dari sampel yang valid, 2.5% (n = 77) dinyatakan positif IVA, 3.63% (n = 114) didiagnosis dengan servisitis, dan 0.06% (n = 2) dicurigai kanker serviks. Servisitis sedang adalah diagnosis yang paling umum (2%). Kondisi ginekologi lainnya termasuk polip dan kista, ditemukan pada 1.4% partisipan. Ada pengurangan partisipasi skrining yang signifikan pada tahun 2020 akibat pandemic COVID-19, namun terjadi peningkatan hasil IVA positif pada tahun 2022.
Kesimpulan
Prevalensi hasil IVA positif dan servisitis dalam studi ini lebih rendah disbandingkan dengan studi serupa yang dilakukan di Indonesia dan negara lain. Namun, penelitian ini menunjukkan pentingnya upaya skrining yang konsisten untuk mendeteksi lesi prekanker sejak dini. Studi longitudinal diperlukan untuk melacak perkembangan dan mengkonfirmasi temuan awal serta menilai perkembangan penyakit.

Introduction
Cervical cancer is the second most common cancer in Indonesian women, with a high incidence in low- and middle-income countries due to limited access to prevention and treatment. Visual Inspection with Acetic Acis (VIA) is a widely used screening tool for screening of precancerous cervical lesions in resource-limited settings. This study examined the prevalence of abnormal VIA results in a screening program conducted in Cipinang Melayu, Jakarta, from 2019 to 2022.
Method
This descriptive cross-sectional study utilized secondary data from the Female Cancer Programme (FCP) FKUI VIA screening program. Data from 3,231 female participants were analyzed for abnormal VIA findings, including cervicitis (mild, moderate, severe), positive VIA results, and suspected cervical cancer. Prevalence rates were calculated for each abnormal result including other gynaecological conditions.
Results
Out of each corresponding valid sample, 2.5% (n = 77) tested VIA-positive, 3.63% (n = 114) were diagnosed with cervicitis, and 0.06% (n = 2) were suspected of cervical cancer. Moderate cervicitis was the most common diagnosis (2%). Miscellaneous gynaecological conditions, including polyps and cysts, were identified in 1.4% of participants. There was a notable reduction in screening participation in 2020 due to the COVID-19 pandemic, but an increase in VIA-positive results in 2022.
Conclusion
The prevalence of VIA-positive results and cervicitis in this study is lower compared to similar studies conducted in Indonesia and other countries. However, the study highlights the importance of consistent screening efforts to detect precancerous lesions early. Longitudinal studies are required to track progression and to confirm initial findings and assess disease progression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library