Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nahdiya Rahmah
"Kanker menjadi salah satu penyebab kematian utama pada 10 juta kasus di seluruh dunia pada tahun 2020. Salah satu terapi yang dapat diberikan kepada pasien kanker yaitu menggunakan obat sitostatika. Proses produksi obat sitostatika menurut CPOB memerlukan penanganan khusus seperti produksi di gedung terpisah dari produk non sitostatika, area produksi yang dedikatif, pengaturan sistem tata udara, dan pengaturan kelas kebersihan untuk proses produksi sediaan steril, serta perlindungan terhadap personel dan produk. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah proses produksi sediaan sitostatika di PT CKD OTTO Pharmaceuticals, menganalisis kesesuaian proses produksi sediaan sitostatika dengan CPOB dan menganalisis perbedaan proses produksi sediaan sitostatika dibandingkan proses produksi sediaan steril lainnya. Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan proses produksi sediaan sitostatika di PT CKD OTTO Pharmaceuticals meliputi tahapan  penerimaan bahan awal dan bahan kemas, sampling bahan awal dan bahan kemas, penyiapan sebelum produksi, sterilisasi, pencucian vial dan depyrogenation, penimbangan material, mixing, transfer produk, filling, freeze drying, crimping, external washer, inspeksi visual, pelabelan, pengemasan sekunder, hingga proses agregasi. Seluruh proses produksi sediaan sitostatika di PT CKD OTTO Pharmaceuticals telah sesuai dengan CPOB meliputi aspek bangunan-fasilitas, personalia, kelas kebersihan yang digunakan, pengaturan tekanan udara, sistem terkait produksi, hingga monitoring lingkungan. Terakhir, perbedaan proses produksi sediaan sitostatika dibandingkan proses produksi sediaan steril lainnya terletak pada bangunan, tekanan udara yang digunakan, tahapan penerimaan bahan awal, penimbangan material, mixing, filing, dan external washer.

Cancer is one of the leading causes of death in 10 million cases worldwide in 2020. One of the therapies that can be given to cancer patients is using cytostatic drugs. The production process of cytostatics according to CPOB requires special handling such as production in a separate building from non-cytostatics products, dedicative production areas, air system settings, and hygiene class settings for the production process of sterile preparations, as well as protection of personnel and products. This study aims to examine the production process of cytostatics preparations at PT CKD OTTO Pharmaceuticals, analyze the suitability of the production process of cytostatics preparations with CPOB and analyze the differences in the production process of cytostatics preparations compared to the production process of other sterile preparations. Data collection was carried out by observation, interview, and literature study. The results showed that the production process of cytostatics preparations at PT CKD OTTO Pharmaceuticals included the stages of receiving initial materials and packaging materials, sampling initial materials and packaging materials, pre-production preparation, sterilization, vial washing and depyrogenation, material weighing, mixing, product transfer, filling, freeze drying, crimping, external washer, visual inspection, labeling, secondary packaging, to the aggregation process. The entire production process of cytostatics preparations at PT CKD OTTO Pharmaceuticals is in accordance with CPOB, including aspects of building-facilities, personnel, hygiene classes used, air pressure settings, production-related systems, and environmental monitoring. Finally, the difference in the production process of cytostatics preparations compared to the production process of other sterile preparations lies in the building, the air pressure used, the stages of receiving initial materials, weighing materials, mixing, filing, and external washers.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Departemen Farmasi FMIPA-UI, 2006
615.4 ANA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Artiningsih
"Suspensi antasida merupakan suatu sediaan yang banyak dipergunakan untuk mengobati penderita gangguan gastrointestinal. Telah dilakukan penelitian formulasi sediaan antasida dengan tujuan untuk mendepatkan formula suspensi antasida yang reletif baik dan stabi1 secara fisik. Zat berkhasiat yang dipakai dalam suspensi adalah : A1luminium hidroksida
koloidal, Magnesium trisi1ikat dan Dimetil polisiloxan, dengan zat pensuspensi C.M.C, Veegum dan kombinasi Aerosil dengen "Tween 80. Evaluesi stabi1itas suspensi dilakukan dengan mengukur para
meter : rupa sediaan (appearance), volume sedimentasi (Hu/ho), diameter partike1, sifat a1iran dan viskositas dari
sediaan setelah pembuatan dan se1ama penyimpanan hingga 3 bulan. Dari data diperoleh hasi1 formu1a antasida yang re1atif baik dan stabil secare fisik ada1ah sediaan dengan zat
pengental campuran C.M.C. dan Veegum ± 2% b/v dengan konsentrasi masing-masing ± 1% b/v dan Aerosi1 3-4% dikombinasikan dangen Tween- 80 0,1%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 1977
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
TA1427
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arimbi Purinada Miandari
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB), suatu penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi di Indonesia. Namun demikian, terapi oral antituberkulosis dalam jangka panjang dapat menimbulkan sejumlah efek samping dan berpotensi kepada ketidakpatuhan pasien. Pada kasus ini terapi inhalasi dinilai sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan efektivitas pengobatan tuberkulosis yang prospektif. Faktanya, tidak ada satupun sediaan inhalasi untuk antituberkulosis di Indonesia hingga saat ini. Sehingga tujuan penulisan ini adalah mengeksplorasi perkembangan dan mengidentifikasi tantangan dalam penelitian sediaan inhalasi antituberkulosis, serta prospek produksi sediaan inhalasi di Indonesia. Metode literature review dilakukan dengan pencarian dengan kata kunci antituberculosis inhalation pada google scholar, ScienceDirect, PubMed, situs clinical trial FDA dan situs BPOM. Penelitian terbaru sudah terfokus pada sediaan dry powder inhalation (DPI), letak perbedaan terlihat dari cara produksi dan zat pembawa obat. Ditemukan beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sediaan inhalasi, diantaranya, mekanisme pertahanan dari paru-paru, informasi pengembangan obat yang belum terkumpul secara komprehensif, proses produksi yang berbeda, biaya produksi yang jauh lebih mahal, dan sulit menemukan model biologis untuk pengujian yang tepat. Namun, terdapat banyak bentuk rekayasa partikel dan kombinasi formulasi untuk pengembangan sistem pengiriman inhalasi. Sediaan dalam bentuk DPI dengan metode spray drying yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia.

ABSTRACT
Tuberculosis (TB), a respiratory infection caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis, is one of the diseases with a high prevalence in Indonesia. However, long-term antituberculosis oral therapy could cause several side effects and had a potential for disobedience patients. In this case, the inhalation therapy is considered one of the strategies to increase prospective tuberculosis treatment effectiveness. In fact, there is no inhalation device for antituberculosis in Indonesia until now. Therefore, this paper aims to explore developments and identify challenges in research on antituberculosis inhalation dosage forms and the prospects for inhalation dosage forms production in Indonesia. The literature review method was performed by searching for the keyword antituberculosis inhalation on google scholar, ScienceDirect, PubMed, FDA clinical trial sites, and BPOM sites. Recent research has focused on dry powder inhalation (DPI), where differences were seen in how they were produced and the drug carrier. Several challenges were found in the deal with the development of inhalation preparations, including defense mechanisms of the lungs, drug development information that had not been collected comprehensively, different production processes, much more expensive manufacturing costs, and difficult to find biological models for proper testing. However, there were many techniques of particle engineering and a combination of formulations for the development of inhalation delivery systems. Preparations in form of DPI with spray drying method that may be applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
"ABSTRAK
Telah dilakukan Pemeriksaan Biológis Membran Li9f iiisasi
Epidermis Dan Dermis Kulit Babi Steril Setelah Perlakuan
Kimia Dan Radiasi Pada Luka Terbuka Buatan. Membran
dibuat dengan alat derniatoirt yang diatur pada ketebalan
0,25 mm. Kedua meinbran di rendain dalain larutan natrium
hipoklorit 0,2 % selama 30 menit dan setelah dibilas,
diliofilisasi. selania 7 jam. Membran kemudian diradiasi
dengan dosis 25 KGray pada kecepatan 5 KGray perjain.
Penieriksaan biologis dilakukan pada luka terbuka yang
dibuat pada kelinçi percobaan. Pada punggung tiapkelinci
dibuat empat huah luka dengan kedalainan hingga paniculus
carnosus. Masing-inasing luka tersebut diperlakukan dengan
membran epidermis, menibran dermis, sofratulle sebagai peinbanding
dan kasa kontrol. Keberhasilan penyembuhan luka
dihitung dengan caa inengukur persentase luas luka yang
tinggal pada hari tertentu, dan mengukur kecepatan kontraksi
inenurut nietode Billingham-Russel yang diinpdifikasi.
Hasil percobaan inenunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
benmakna pada rata-rata persentase luas luka yang tinggal
dan rata-rata kecepatan kontraksi antara membran liof illsasi.
epidermis dan menibran liofjlj.sasj dermis kulit babi
pada p.0,05.

ABSTRACT
A Biological Examination of Lyophilized Porcine Skin
Epidermal And Dermal Membranes After Chemical And Irradiation
Treatments On Artificial Open Wound has been carried
out. Membranes were made by dermatxne set at 0.25 mm.
After soaking in 0.2% sodium hipochioric for 30 minutes
and cleansing with water s these membranes were lyophilized
for 7 hours and irradiated with dose 25 Kray at rate of 5
KGray per hour.
Biological examination was carried out on artificial
open wound in white rabbits. Four wokinds with depth
through paniculus carnosus were made on the back of the
rabbit. Each wound was treated with subsequently epiderml
membrane, dermal membrane, sofratulle and control
gauze. The success of the treatment was measured with the
percentage of the left-wound area on certain observation
day and contraction rate according to Billinghaiu-Russe].
method.
The result of this experiment showed that there is
no significant difference f9r the mean percentage of the
left-wound area and the mean contraction rate between porcine
skin epidermal membrane and porcine skin dermal membrane
for p.0.05

"
1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Tungadi
Jakarta: Sagung Seto, 2020
615.19 ROB t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Larasati Nurhidayah
"Pemusnahan adalah kegiatan transaksi pengeluaran obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang kedaluwarsa, hasil penarikan, dan rusak secara permanen hingga tidak layak dikembalikan menjadi aset lagi. Pemusnahan obat adalah kegiatan yang dapat terjadi di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, apotek, industri, dan distributor farmasi. Pemusnahan bertujuan untuk menjamin sediaan yang tidak layak digunakan ditangani sesuai standar dan dapat mengurangi beban penyimpanan. Tiap jenis sediaan memiliki prosedur dan metode yang sesuai untuk memastikan pemusnahan dilakukan dengan tuntas. Pengelolaan pemusnahan obat yang tidak benar menjadi masalah dunia yang dapat berujung menjadi masalah lingkungan yang membahayakan masyarakat karena kontaminasi air bersih dan tanah. Distributor farmasi memiliki risiko menampung sediaan farmasi tidak masuk persyaratan yang harus dimusnahkan sesuai persyaratan sebagai bentuk kepatuhan dan dukungan terhadap keselamatan lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji persyaratan dan tata cara pemusnahan obat tidak masuk persyaratan di distributor farmasi sebagai referensi untuk menyusun pedoman pemusnahan. Tata cara dan persyaratan pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dikaji dari beberapa regulasi dan sumber yang berlaku, terbaru, dan relevan. Hasil kajian merangkum tentang regulasi terkait pemusnahan, tata cara penanganan obat reguler dan narkotika-psikotropika-prekursor tidak masuk persyaratan, dokumen dan berita acara, metode pemusnahan sediaan tidak masuk persyaratan, serta persyaratan fasilitas untuk pengelolaan limbah.

Disposal is a transactional act of extracting expired, recalled, permanently damaged drug and disposable medical supplies. Drug disposal could occur in health facilities such as hospital, pharmacy, industrial plant, and pharmaceutical distributor. Disposal is done to assure unqualified medical supplies are handled according to standards and reduce inventory burden. Some types of supply need special methods and procedures to ensure thorough extermination. Improper drug disposal management is a worldwide problem that can cause dangerous environmental and population problems from contaminated water and soil. Pharmaceutical distributor has the likelihood to store unqualified medical supplies that need to be disposed in order to support environmental safety and as a form of compliance. This study is done to collect and assess conditions and procedures disposal of unqualified products in pharmaceutical distributor as a reference to compile a disposal guideline. Conditions and procedures were collected and assessed from new, relevant, and related sources. Result of this study is concluded to related regulations, unqualified regular and regulated drugs handling procedures, archives and reports, disposal methods, and facility’s requirements to handle waste.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuningtyas Nirmala Putri
"Saat ini, pengembangan sediaan fitofarmaka perlu dilakukan suatu uji quality control (QC) untuk menjamin mutu dan keamanan dari sediaan tersebut. Oleh karena itu, standardisasi dan metode analisis yang valid baik pada bahan baku maupun produk jadi merupakan faktor penting dalam pengembangan sediaan fitofarmaka. Sediaan fitofarmaka yang digunakan untuk mengobati diare banyak mengandung ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val). Biomarker dari ekstrak daun jambu biji yaitu kuersetin, sedangkan biomarker dari ekstrak rimpang kunyit yaitu kurkuminoid. Kadar dari kurkuminoid dan kuersetin dapat dipengaruhi oleh umur tanaman, jenis tanah dan tempat tumbuh.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan kondisi optimum analisis kurkuminoid dan kuersetin serta mengetahui kadarnya dalam tablet obat diare yang mengandung ekstrak daun jambu biji dan rimpang kunyit dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) densitometri. Hasil penelitian menunjukkan fase gerak terbaik adalah toluenaseton-metanol-asam format (46:8:5:1) pada panjang gelombang 426 nm untuk kurkuminoid dan 303 nm untuk kuersetin. Kurva kalibrasi kurkuminoid antara 612-1632 ppm, dan kuersetin antara 81,12-405,6 ppm. Batas deteksi dan kuantitasi kurkuminoid berturut-turut sebesar 100,65 ppm dan 335,49 ppm, sedangkan batas deteksi dan kuantitasi kuersetin berturut-turut sebesar 17,92 ppm dan 59,72 ppm. Kadar rata-rata kurkuminoid sebelum dikoreksi sebesar 2541,59 μg/g dan kadar rata kuersetin sebelum dikoreksi sebesar 306,55 μg/g. Perolehan kembali kurkuminoid adalah 71,02 % dan kuersetin adalah 94,57 %. Kadar rata-rata kurkuminoid setelah dikoreksi sebesar 3578,70 μg/g dan kadar rata kuersetin setelah dikoreksi sebesar 324,16 μg/g.

Recently, developing of phytopharmaca needs quality control (QC) test to ensure the quality and safety. Thus, standardization and validation analysis methods of raw materials and product are an important factor in developing of phytopharmaca. The phytopharmaca for diarrhoea treatment contains extract of guava leaves and turmeric rhizome. Biomarker from extract of guava leave is quercetin, while biomarker from turmeric rhizome is curcuminoid. Curcuminoid and quercetin contents are influenced by the age of plants themselves, cultivate type and place of growth.
The purpose of this research was to get the analysis method for curcuminoid and quercetin contents in diarrhoea tablet contains extract of guava leaves and turmeric rhizome with using High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) method densitometry. The result shows toluene-acetone-methanol-formic acid (46:8:5:1) is the best mobile phase at 426 nm for curcuminoid and 303 nm for quercetin. The calibration curve of curcuminoid between 612-1632 ppm, and quercetin between 81,12-405,6 ppm. Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantitation (LOQ) of curcuminoid is 100,65 ppm and 335,49 ppm respectively, while Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantitation (LOQ) of quercetin is 17,92 ppm and 59,72 ppm respectively. The average content of curcuminoid before corrected is about 2541,59 μg/g and quercetin is 306,55 μg/g. The recovery of curcuminoid is 71,02 % and quercetin 94,57 %."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S32916
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>