Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Rikaz Prabowo
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan pendidikan di Pontianak pada periode 1914-1941. Pada periode ini, banyak berdiri sekolah Islam yang memadukan pelajaran agama dengan kurikulum pemerintah kolonial. Penelitian ini penting dilakukan karena studi-studi sebelumnya belum menguraikan secara detail tentang kontestasi pendidikan di level lokal. Penelitian ini menggunakan metode sejarah melalui tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada awal abad ke-20 pemerintah kolonial membentuk sejumlah sekolah, seperti Europesche Lagere School (ELS) dan Hollandsch Inlands School (HIS) di Pontianak. Dualisme, diskriminasi, dan gradualisme
menyebabkan sekolah-sekolah tersebut belum dapat dijangkau banyak orang dan tidak setara. Sekolah-sekolah jenis ini tidak memasukkan pelajaran agama. Hal ini disinyalir berdampak kepada semakin menjauhkan pelajar dari budaya asli penduduk Hindia. Kondisi itu mendorong perubahan model pendidikan nonformal melalui surau menjadi sebuah sekolah. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi sekolah-sekolah Belanda serta adanya aturan dari
Priesterraden dan Ordonansi Sekolah Liar. Ulama tidak dapat lagi secara bebas menyampaikan pengajarannya kecuali mendapatkan izin dan rekomendasi. Sekolah Islam pertama yang berdiri di Pontianak yakni Perguruan Alqadriah (1914) dan Perguruan Saigoniah (1925). Perubahan bentuk sekolah ditandai dengan adopsi mata pelajaran umum (pengetahuan Barat) dan bahasa Belanda. Sekolah Islam yang didirikan, menyamakan kurikulumnya setara dengan tingkatan dan jenis sekolah pemerintah. Sekolah Muhammadiyah (1927) berjenis
volksschool dan mendapatkan kepanduan ‘Hizbul Wathan’. Perguruan Al-Islamiyah (1926) dan Perguruan Raudhatul Islamiyah (1936) membuka schakelschool yang lulusannya disamakan dengan HIS."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2022
900 HAN 5:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Defison
"[ABSTRAK
Kebudayaan, khususnya komponen nilai, dapat dipelajari melalui proses
pendidikan. Pendidikan menjadi isu penting karena pendidikan memainkan peran
yang penting dalam sosialisasi pada diri anak-anak. Menjadi sesuatu yang
kontradiktif ketika budaya di sekolah bertentangan budaya di masyarakat,
khususnya budaya di sebagian kalangan pelajar. Misalnya, masyarakat tidak
membenarkan kenakalan pelajar seperti tawuran, pergaulan bebas dan penyalah
gunaan narkoba. Tetapi justru sebagian pelajar justru terlibat dalam kenakalan
pelajar tersebut.Sekolah sebagai lembaga pendidikan tentunya mempunyai peran
penting untuk membendung kenakalan pelajar. Sekolah pada umumnya memiliki
visi, misi, nilai, program dan tata tertib yang menentang kenakalan pelajar
tersebut. Visi, misi, nilai, program dan tata tertib sekolah dapat disebut sebagai
school culture. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan school culture di
SMA Islam Terpadu Nurul Fikri (SMAIT NF) Depok. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus.
Nilai SMART merupakan inti school culture SMAIT NF Depok. School culture
SMAIT NF Depok secara umum cukup berjalan cukup baik. Hal tersebut
didukung oleh pelaksanaan sosialisasi SMART sejak Masa Orientasi Sekolah
(MOS). SMART juga dimasukkan ke dalam buku pedoman tata tertib siswa dan
dievaluasi setiap bulan. SMART juga berlaku bagi guru dan karyawan tetapi
sosialisasi dan evaluasi belum optimal. Tetapi elemen school culture yang masih
lemah di SMAIT NF Depok adalah dokumentasi sejarah dan artefak simbolik.
Nilai SMART yang berlaku bagi semua warga SMAIT NF Depok baik siswa,
guru maupun karyawan seharusnya didukung oleh kebijakan, konsep dan berbagai
perangkat yang lebih tepat guna. Sehingga nilai SMART secara konkret dapat
bekerja sebagai inti shoool culture SMAIT NF Depok.

ABSTRACT
Culture, especially a value component can be learnt through a learning process.
Education becomes an important issue because education plays the crucial role in
socialization especially for children. Being a contradictive when culture in the school
is against the culture in society, especially the culture in students. For instance, the
society blames teenages delinquency for example riot and loothing, free sex, and
drug abuse. However a part of the students are involved in the teenages delinquency.
School as the education institution has the crucial role to prevent teenages
delinquency. Generally, school owns vision, missions, values, program and
regulations which are against the teenages delinquency. Vision, missions, values,
program and regulations are mentioned as a school culture. The research aims to
describe school culture in Nurul Fikri Depok Integrated Islamic Senior High School
(SMAIT NF). This research uses qualitative approach by case study strategy.
SMART value is the core of the school culture of SMAIT NF Depok. Generally, the
school culture of SMAIT NF Depok carries out well. It has been supported by an
implementation of SMART socialization since School Orientation Period
(SOP/MOS). SMART is included in a guidance book of students regulations and it
is evaluated every month. SMART is also intended for teachers and staff, however
the socialization and evaluation have not been optimal. The weak elements of school
culture in SMAIT NF Depok are historical documentation and symbolic artefact.
SMART value which is valid for all SMAIT NF Depok society both students,
teachers and staff must be supported by the exact and useable policy, concept and
various frames. Therefore SMART value can concretely work as the school culture
core of SMAIT NF Depok, Culture, especially a value component can be learnt through a learning process.
Education becomes an important issue because education plays the crucial role in
socialization especially for children. Being a contradictive when culture in the school
is against the culture in society, especially the culture in students. For instance, the
society blames teenages delinquency for example riot and loothing, free sex, and
drug abuse. However a part of the students are involved in the teenages delinquency.
School as the education institution has the crucial role to prevent teenages
delinquency. Generally, school owns vision, missions, values, program and
regulations which are against the teenages delinquency. Vision, missions, values,
program and regulations are mentioned as a school culture. The research aims to
describe school culture in Nurul Fikri Depok Integrated Islamic Senior High School
(SMAIT NF). This research uses qualitative approach by case study strategy.
SMART value is the core of the school culture of SMAIT NF Depok. Generally, the
school culture of SMAIT NF Depok carries out well. It has been supported by an
implementation of SMART socialization since School Orientation Period
(SOP/MOS). SMART is included in a guidance book of students regulations and it
is evaluated every month. SMART is also intended for teachers and staff, however
the socialization and evaluation have not been optimal. The weak elements of school
culture in SMAIT NF Depok are historical documentation and symbolic artefact.
SMART value which is valid for all SMAIT NF Depok society both students,
teachers and staff must be supported by the exact and useable policy, concept and
various frames. Therefore SMART value can concretely work as the school culture
core of SMAIT NF Depok]"
2012
T43539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Syaiful Huda
"

Prestasi akademik dalam rangkaian proses pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya spiritual well-being dan resiliensi. Berdasarkan data dan laporan hasil ujian nasional, siswa sekolah Islam berasrama pada umumnya belum mampu mendapatkan prestasi akademik yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Spiritual well-being dan resiliensi dengan prestasi akademik siswa sekolah Islam berasrama. sampel penelitian ini adalah madrasah tsanawiyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah. penelitian ini menggunakan metode campuran, teknik pengumpulan data untuk penelitian kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan dua kuesioner yaitu spiritual well-being scale untuk mengukur spiritual well-being, dan resilience scale untuk mengukur resiliensi, sedangkan untuk pengukuran prestasi akademik menggunakan nilai rapor siswa. Untuk pengumpulan data kualitatif, penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Partisipan dalam penelitian kuantitatif adalah 263 siswa, dan partisipan penelitian kualitatif adalah 3 guru dan 4 siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spiritual well-being tidak berkorelasi secara signifikan dengan prestasi akademik. Resiliensi ditemukan berkorelasi secara signifikan dengan prestasi akademik. Sementara itu spiritual well-being dan resiliensi secara bersamaan terbukti tidak berkontribusi secara signifikan terhadap prestasi akademik.

 

Kata Kunci : Prestasi Akademik, Spiritual well-being, Resiliensi, Sekolah Islam Berasrama


Academic achievement in the series of educational processes is influenced by many factors, including spiritual well-being and resilience. Based on the data and national exam results report, generally the boarding school students have not been able to obtain good academic achievement. The study aims to find out the relationship between Spiritual well-being and resilience with the academic achievement of boarding schools of Islamic students. This research sample is Madrasah tsanawiyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah. This study uses mixed methods, data collection techniques for quantitative research in this study using two questionnaires which are Spiritual well-being scale, resilience scale. and student`s raport book to measure student`s academic achievement, while data collection for qualitative reseach, the researcher uses the interview techniques. Participants in quantitative research were 263 students, and qualitative research participants were 3 teachers and 4 students. The results of this study show that Spiritual well-being is not significantly correlated with academic achievement. Resiliency is found to be significantly correlated with academic achievement. While Spiritual well-being and resilience are simultaneously proved to not contribute significantly to academic achievement.

Keywords: Academic achievement, Spiritual well-being, Resilience, Islamic Boarding School

"
2019
T53225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Afriansyah
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai internalisasi multikulturalisme di Sekolah
dengan latar keagamaan yang berbeda. Lokasi penelitian adalah SMAI Al Izhar
dengan latar keagamaan Islam dan SMA Kolese Gonzaga dengan latar keagamaan
Katolik. Kedua Sekolah berlokasi di Jakarta Selatan. Penelitian ini denga
menggunakan metode kualitatif dengan strategi studi kasus. pertama, untuk
menjelaskan perbandingan internalisasi multikulturalisme di SMAI Al Izhar dan
SMA Kolese Gonzaga yang memiliki latar keagamaan berbeda. Kedua, untuk
menjelaskan mengenai praktik multikultural dilihat melalui pola-pola relasi yang
terjalin antara aktor-aktor yang terlibat dalam proses internalisasi
multikulturalisme di sekolah. Analisis mengenai internalisasi multikulturalisme
dan praktik multikulturalisme di sekolah diketahui dari peran masing-masing
aktor yang terlibat di sekolah yaitu, Kepala Sekolah (Pimpinan Sekolah), Guru,
Karyawan, Peserta Didik dan Orang Tua Peserta Didik.
Beberapa temuan yang didapat pada penelitian ini dapat digambarkan
dalam beberapa aspek. Pertama, internalisasi multikulturalisme dipengaruhi oleh
nilai keagamaan masing-masing sekolah yang mewujud pada visi, misi, dan core
values. Kedua, internalisasi multikulturalisme kepada peserta didik dilakukan
melalui kegiatan pembelajaran dan program-program yang dirancang sekolah.
Ketiga, praktik multikulturalisme dilihat melalui pola-pola relasi yang terjalin
antara aktor-aktor yang terlibat dalam proses internalisasi multikulturalisme di
sekolah.

ABSTRACT
This study discusses the internalization of multiculturalism in school with
different religious background. SMAI Al Izhar with Islamic religious background
and SMA Kolese Gonzaga with Catholic religious background. Both of Schools
are located in South Jakarta. This study using qualitative methods with case study
strategy. The aims of this study are,first, to explain the internalization of
multiculturalism in SMAI Al Izhar and SMA Kolese Gonzaga which has a
different religious background. Second, to explain the practice of multicultural
through the patterns of relationships that exist between the actors involved in the
process of internalization of multiculturalism in schools. Analysis of the
internalization of multiculturalism and the practice of multiculturalism in school
known from the relationship pattern of each actor involved in the school. The
actors are Vice Pronciples, Teachers, Students. Employees, and the parents of
students.
This study can describe in several aspects. First, internalization of
multiculturalism influenced by religious values of each school as embodied in the
vision, mission, and core values. Second, internalization of multiculturalism
through learning activities and programs are designed by school. Third, the
practice of multiculturalism through the patterns of relationshipsthat exist between
the actors who involved in the process of internalization of multiculturalism in
schools."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T38945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library