Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Pradana Bagja Kusumah
Abstrak :
ABSTRAK
Garam merupakan salah satu komoditi yang sudah memiliki status strategis di Indonesia, pemanfaatan dari garam bukan hanya sekedar untuk konsumsi melainkan dapat digunakan juga sebagai bahan baku untuk berbagai macam industri. Jika dilihat dari sisi iproduksi, igaram iIndonesia imemiliki itren iyang icenderung imenurun ipada isetiap itahunnya isementara desakan kebutuhan garam selalu meningkat. Kondisi tersebut yang mencadi pemicu lahirnya kebijakan impor garam. Berbagai persoalan dihadapi dalam memenuhi kebutuhan garam nasional. Untuk itu pemerintah menetapkan program swasembada garam yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2019 berdasarkan keterangan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Penelitian ini dilakukan guna menganalisis mengenai mungkinkah Indonesia dapat mencapai swasembada garam pada tahun 2019? Dengan menggunakan data time series dalam kurun waktu 2001 hingga 2017. Variabel pada sisi impor adalah: harga garam impor, iharga igaram inasional, iproduksi igaram inasional, ikurs inilai itukar, ikebutuhan igaram inasional, ijumlah ipenduduk dan produk domestik bruto. Sementara variabel pada sisi produksi dalam negeri adalah; luas area lahan tambak garam, tenaga kerja tambak garam dan curah hujan. iMetode iyang idigunakan iadalah ianalisis ideskriptif idan imodel ikuantitatif iError iCorrection iModel i (ECM) iuntuk imelihat ipengaruh idalam ijangka ipanjang idan ijangka ipendek. Hasil ipenelitian menunjukan Swasembada garam yang ditargetkan oleh pemerintah pada tahun 2019 akan sangan sulit dicapai, mengingat kebutuhan garam nasional yang semakin meningkat dengan tidak diiringi oleh pertumbuhan produksi dalam negeri yang sangat signifikan. Dari sisi produksi garam nasional dalam jangka panjang, variabel tenaga kerja garam tambak memiliki, luas area lahan tambak garam memiliki pengaruh positif dan signifikan, sementara itu untuk curah hujan imemiliki ipengaruh inegatif idan isignifikan. iDalam ijangka ipendek imenunjukan hasil yang sama yakni curah hujan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan, sedangkan tenaga kerja garam tambak dan luas area lahan tambak memiliki pengaruh positif dan signifikan. Dari sisi permintaan impor garam dalam jangka panjang, variabel harga garam impor dan jumlah penduduk memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan, untuk harga garam nasional, kebutuhan garam nasional, nilai tukar, produksi dalam negeri dan produk domestik bruto memiliki pengaruh positif dan signifikan. Dalam jangka pendek hanya produk domestik bruto yang memiliki pengaruh negatif dan signifikan, sementara itu kebutuhan garam nasional, harga garam nasional dan produksi garam nasional menunjukan pengaruh yang positif dan signifikan.
ABSTRACT
Salt is one of the commodities that already has a strategic status in Indonesia, its use is not only for daily consumption but also as an industrial raw material. Indonesian salt production has a trend that tends to decrease while the need for salt commodities is increasing. Needs not accompanied by domestic production inventories require a salt import policy to meet domestic salt consumption. Various problems are faced in meeting national salt needs. For this reason, the government sets a salt self-sufficiency program which is targeted to be achieved in 2019 based on information from the Coordinating Ministry of Maritime Affairs. This research was carried out to analyze about is it possible that Indonesia can achieve salt self-sufficiency in 2019? Using time series data in the period 2001 to 2017. Variables on the import side are: imported salt prices, national salt prices, national salt production, exchange rate, national salt requirements, population and gross domestic product. While the variables on the domestic production side are; area of salt ponds, salt farm labor and rainfall. Thei imethod iused iis idescriptive ianalysis iand iquantitative error correction model (ECM) model to see the effects in the long and short term. The results show that salt self-sufficiency targeted by the government in 2019 will be difficult to achieve, given the increasing national salt demand not accompanied by very significant growth in domestic production. In terms of national salt production in the long run, the variable salt farm laborers have, the area of salt farm land has a positive and significant influence, while for rainfall ihas ia inegative iand isignificant ieffect. iIn ithe ishort iterm, ithe isame iresults ishow that irainfall ihas ia inegative iand isignificant ieffect, while the labor of salt ponds and the area of ponds have a positive and significant effect. In terms of demand for import of salt in the long term, the variable price of imported salt and population has a negative and significant effect, for national salt prices, national salt requirements, exchange rates, domestic production and gross domestic product has a positive and significant effect. In the short term, only gross domestic product has a negative and significant influence, while national salt needs, national salt prices and national salt production have a positive and significant ef
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T51759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Wahyuni
Abstrak :
Swasembada beras telah mampu dicapai pada tahun 1984, namun beberapa tahun terakhir ini ketahanan pangan mulai terancam. Daerah transmigrasi mempunyai potensi yang sangat besar dalam membantu penyediaan pangan seperti ketersediaan lahan dan sumber daya manusia. Kunci utama untuk mendukung kegiatan tersebut adalah penyediaan sarana produksi pertanian khususnya benih dengan memenuhi kriteria 6 tepat yaitu tepat jumlah, mutu, waktu, varietas, tempat dan harga. Dalam penyediaan sarana produksi di daerah transmigrasi ditemui kendala antara lain : Pemukiman transmigrasi umumnya sulit dijangkau dan belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, adanya kebutuhan benih dalam jumlah yang cukup besar pada waktu yang bersamaan, namun belum didukung perencanaan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dan kuantitatif yang merupakan studi kasus padi Kawasan Mesuji Atas II/G Propinsi Lampung. Analisis yang digunakan adalah:(1) Analisis persediaan untuk menentukan jumlah dan waktu yang ekonomis dalam penyediaan benih dengan pendekatan rumus EOO, (2) Analisis faktor penyediaan benih dengan tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kawasan Mesuji Atas II/G dalam satu tahun membutuhkan benih sebanyak 126.000 kg yang dibagi dalam 2 musim tanam yaitu MT. Oktober-Maret dan April-September. Dari analisis persediaan diperoleh bahwa jumlah pemesanan ekonomis untuk MT. Oktober-Maret adalah EOQ = 22.135, frekuensi pemesanan (F) = 4 kali dengan jangka waktu antar tiap pesanan (T) = 7,5 had. Sedangkan untuk musim tanam April-September EOQ = 15.652, frekuensi pemesanan (F) = 3 kali dengan jangka waktu antar tiap pesanan (T) = 10 hari. Sedangkan analisis sensitivitas harga terhadap- jumlah pemesanan ekonomis atau EOQ dengan regresi memberikan hasil bahwa setiap kenaikan satu satuan rupiah tidak memberikan dampak yang nyata terhadap terhadap jumlah pemesanan ekonomis. Analisis terhadap faktor yang mempengaruhi penyediaan benih menunjukan bahwa penyediaan benih belum dapat memenuhi kriteria 6 tepat. Secara kontinum total nilai setiap faktor terletak pada daerah "kurang". Dari hasil penelitian ini disarankan kepada instansi yang berwenang agar dalam penyediaan benih Kawasan Mesuji Atas II/G dibuat perencanaan kebutuhan benih untuk diinformasikan kepada produsen/sumber benih,peningkatan bimbingan perbenihan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T10126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Pratomo
Abstrak :
Program desa mandiri energi (DME) pada awalnya dilaksanakan sebagai sebuah program pemerintah untuk menghadapi gejolak harga minyak mentah dunia di tahun 2005, dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Berbagai sumber bahan bakar alternatif dikembangkan di berbagai daerah, termasuk salah satunya adalah minyak jarak. Program DME berbasis minyak jarak ini, berawal dari adanya kebutuhan dari PT RNI untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar bagi pabrik-pabrik gula yang dimilikinya. Dalam perkembangannya, program ini terus berkembang di berbagai daerah. Salah satu daerah yang menjadi DME minyak jarak ini adalah Desa Tanjungharjo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Desa ini kemudian dicanangkan sebagai DME berbasis jarak oleh Presiden SBY, yang sekaligus menjanjikan bantuan kepada para kelompok tani untuk pengembangan tanaman jarak. Dana bantuan yang telah diberikan oleh PERTAMINA juga sudah disalurkan dan dibelikan mesin pengolah minyak jarak di Kecamatan Toro. Namun dalam perkembangannya, DME yang ada tersebut tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya berhenti. Kegagalan inilah yang kemudian dicoba untuk diteliti dalam penelitan ini. Khususnya terkait dengan aspek sosial yang menyebabkan kegagalan DME tersebut. Selanjutnya dengan SSM, penelitian ini mencoba melakukan rekonstruksi model pemberdayaan masyarakat yang cocok untuk pengembangan DME ke depan.
Energy independent village program (DME) was initially implemented as a government program to cope with price volatility of crude oil in 2005, and simultaneously reduce dependence on fuel. Various sources of alternative fuels developed in various areas, including the one of which is castor oil. DME program is based on castor oil, originated from the need of RNI to meet the needs of fuel for sugar mills owned. In its development, this program continues to grow in many areas. One area that became DME castor oil is Tanjungharjo Village, District Ngaringan, Grobogan, Central Java. The village was later proclaimed as DME-based distance by the President, who also promised assistance to farmers' groups for the development of Jatropha. A grant has been given by Pertamina also been distributed and bought machinery processing castor oil in the District of Toro. But in its development, the DME that is not working as expected and eventually stopped. Failure is then attempted to be studied in this research. Particularly with respect to social aspects that led to the failure of the DME. Furthermore, the SSM, this study tries to reconstruct a model of community empowerment that is suitable for the future development of DME.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Wahyudiyana
Abstrak :
Sebagai negara agraris, struktur masyarakat di Indonesia sangat didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani. Menyadari bahwa sumber pertanian merupakan sektor tumpuan hidup sebagian besar penduduknya, maka pemerintah melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui pembangunan pertanian. Harus diakui bahwa upaya pembangunan pertanian telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa. Diantaranya adalah keberhasilan mencapai swasembada beras nasional pada dekade 1983. Keberhasilan ini tidak terlepas dari penerapan kebijakan Revolusi Hijau sebagai strategi pembangunan pertanian di Indonesia. Namun sayangnya, keberhasilan tersebut masih menyisakan permasalahan pada tingkat mikro. Komunitas petani, terutama petani berlahan sempit, tidak memperoleh manfaat dari keberhasilan-keberhasilan tersebut. Mereka masih hidup dalam kondisi subsisten, pas-pasan dan bisa dibilang miskin. Kenyataan tersebut menyisakan sebuah pertanyaan yaitu, mengapa komunitas petani masih berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, padahal upaya-upaya pemberdayaan terhadap petani melalui program KUT misalnya, sudah dilakukan, Sementara itu, Sekretariat Bina Desa, juga melakukan upaya yang sama dengan menggunakan model pemberdayaan yang lebih bersifat holistik integratif kedalam sebuah rangkaian kegiatan Pendampingan Sosial. Untuk mengetahui implikasi penerapan program KUT dan pelaksanaan model pemberdayaan tersebut serta perubahan-perubahan yang diharapkan, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metoda diskriptif kualitatif yang dilakukan di desa Jambangan, kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Dengan metode ini diharapkan informasi-informasi yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi serta implikasi pemberdayaan yang dilakukan dapat diperoleh secara akurat dan kompehensif. Kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada pemahaman kemiskinan dan subsistensi kehidupan komunitas petani sebagai fenomena yang multidimensional. Kemiskinan bukan hanya permasalahan ekonomis semata, melainkan sebuah kondisi ketidakberdayaan dan kerentaan. Unluk mengatasinya hanya dapat dilakukan melalui proses pemberdayaan secara komprehensif dimana selain memungkinkan terjadinya peningkatan kesejahteraan diharapkan juga memungkinkan terjadinya transformasi sosial. Dari penelitian ini ditemukan sebuah realitas bahwa kondisi subsistensi yang dialami komunitas petani di desa Jambangan Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi selain disebabkan oleh faktor-faktor internal, juga disebabkan oleh kondisi ketidakberdayaan mereka terhadap kekuatan-kekuatan besar yang berada di sekelilingnya. Sedangkan program KUT yang menyediakan pinjaman modal kerja sebagai upaya pemerintah dalam memberdayakan petani pada kenyataannya belum cukup mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara Melalui serangkaian kegiatan pendampingan komunitas, Sekertariat Bina Desa mencoba melakukan pemberdayaan yang lebih bersifat holistik inregrarrf. Pendekatan ini meyakini bahwa dalam memberdayakan komunitas tidak cukup dengan hanya melakukan intervensi-intervensi yang bersifat material. Akan tetapi secara mendasar perlu dilakukan pendidikan kerakyatan (pendidikan musyawarah) yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial dan proses penyadaran (Conscientiaarion), sehinga akan muncul kesadaran kritis di kalangan komunitas bahwa mereka adalah subyek dalam menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Melalui pengorganisasian komunitas ini, diharapkan akan terjadi penguatan komunitas petani, sehingga pada gilirannya mereka akan mampu mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategisnya dan sekaligus mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingannya. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa Pendamping memiliki peran yang strategis dalam proses pemberdayaan ini. Dengan melakukan peran-peran sebagai fasilitator, motivator, edukator, advokator serta peran-peran lainnya, telah menjadikan pendamping Sekertariat Bina Desa sebagai teman/ kawan dialog komunitas dampingannya untuk memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Namun demikian, melakukan pendampingan komunitas bukanlah pekerjaan yang mudah. Dari penelitian ini ditemukan fakta bahwa masih diperlukan waktu yang panjang untuk menjadikan komunitas petani sebagai kekuatan sosial. Pada umumnya komunitas belum menjadikan kebutuhan-kebutuhan strategis sebagai kepentingan yang harus diperjuangkan. Namun patut dicatat bahwa upaya Pengembangan Ekonomi Rakyat (PER) yang terintegrasi kedalam kegiatan pendampingan sosial lebih banyak menjamin petani untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal karena hanya dilakukan berdasarakan kebutuhan dan prakarsa komunitas. Berdasarkan temuan diatas, disarankan kepada pemerintah untuk melakukan perencanaan dan melaksanakan program secara partisipatif dan akomodatif terhadap kepentingan-kepentingan rakyat. Frekuensi Pelatihan-pelatihan pendamping sedapat mungkin dapat lebih-lebih saling dilakukan Sekretariat Bina Desa, sebagai upaya peningkatan kapasitas pendamping dan merangsang munculnya local leader untuk menjadi pendamping. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan akselerasi proses penyadaran komunitas, Persiapan sosial harus dilakukan secara lebih matang dalam melakukan pendampingan sosial, sehingga kesamaan persepsi komunitas dampingan tentang tujuan-tujuan pemberdayaan dapat terbentuk secara memadai.
2001
T9877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library