Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizqa Pramesti Wardhani
"Konsep Edward Said (1978) tentang Orientalisme telah memainkan peran penting dalam membentuk bagaimana Barat memandang Timur lebih rendah daripada mereka. Hal ini juga memengaruhi beberapa negara Asia untuk menggambarkan diri mereka dengan cara Barat memandang mereka: rekan yang lebih rendah dari Barat. Fenomena ini disebut self-Orientalism, dan terdapat di berbagai media, termasuk iklan pariwisata. Dengan menggunakan kerangka teori Communicative Event Analysis milik Fairclough, penelitian ini mencoba untuk menemukan bukti self-Orientalism di iklan Wonderful Indonesia The More You Feel the More You Know (2018) dan apa yang mendorong Indonesia untuk menerapkan konsep tersebut. Penelitian ini dibagi menjadi empat bagian: kerangka waktu yang bergeser, orang-orang lokal yang ramah tetapi tidak berdaya, posisi Putri Marino yang ambigu, dan menampilkan modernitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Orientalisme sendiri, sebagaimana dibuktikan dalam iklan ini secara dominan diinternalisasi oleh pengaruh Barat daripada keinginan Indonesia untuk mencapai modernitas. Hal ini karena `cultural inferiority complex`, yang meyakini bahwa budaya Barat lebih baik daripada budaya Indonesia, telah berakar dalam masyarakat Indonesia sejak masa kolonial.

The concept of Edward Said`s (1978) Orientalism has played an important role in shaping how the West (Occident) perceives the East (Orient) to be inferior to them. It has also influenced some Asian countries to depict themselves in a way the West views them: an inferior counterpart to the West. This phenomenon is called self-Orientalism, and it is evident in various media, including tourism advertisements. By using Fairclough`s three-dimensional Communicative Event Analysis, this paper tries to find evidence of self-Orientalism in Wonderful Indonesia`s The More You Feel the More You Know (2018) and what prompts Indonesia to apply such concept. This paper is divided into four sections: the shifting time frame, the friendly but helpless local people, the ambiguous position of Putri Marino, and displaying modernity. The results show that self-Orientalism, as evidenced in this advertisement are dominantly internalized by Western influences rather than Indonesia`s striving for modernity. This is because the `cultural inferiority complex`, which believes that Western culture is better than Indonesian culture, has rooted within Indonesian society since the colonial period.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ektada Bilhadi Mohamad
"Dalam makalah ilmiah ini, saya mencoba berefleksi atas pengalaman saya dalam program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) untuk menunjukkan bagaimana program-program yang dilaksanakan dalamnya beserta dengan diskursus mengenai ekspektasi akan partisipan IISMA ini, mengindikasikan bahwa IISMA merupakan proyek untuk mempromosikan budaya Indonesia dan juga mencoba menciptakan citra tersendiri untuk 'orang Indonesia' di mata masyarakat asing. Namun, saya melihat bahwa dalam upaya mempromosikan kebudayaan Indonesia ini, para koordinator IISMA mengedepankan suatu konsepsi kebudayaan Indonesia yang dibentuk oleh pemikiran Orientalis yang mendorong kami untuk menampilkan kebudayaan Indonesia selayaknya sebuah kebudayaan yang primitif, statis, dan eksotis . Dalam hal ini, saya juga akan menarasikan upaya-upaya saya untuk melawan cara berpikir self-orientalist tersebut, baik itu melalui upaya-upaya untuk mengubah konstruksi self-orientalist itu sendiri, atau dengan menggunakan penggambaran eksotis tersebut untuk memahami identitas saya itu sendiri.
......In this paper, I aim to reflect upon experiences from my participation in the Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) program to show how the various programs and discourse regarding the expectations for the recipients of the awards point to the program being a project of promoting Indonesian culture and in cultivating a specific image of ‘an Indonesian’ in the eyes of our foreign audience. However, I argue that in these efforts of promoting Indonesian culture, the coordinators of the IISMA program push forward a conception of Indonesian culture that is shaped by Orientalist thought which push us to portray our own culture in a manner that reinforces depictions that paint us as a primitive, static, and exotic culture. I will also narrate how throughout my participation in this event, I have attempted to exercise my own agency to resist against these self-orientalist modes of thinking, either in attempts to reshape them or in using them to find my place during my time abroad.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library