Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faradina Dillafiesta Sekarningtyas
"ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai pergeseran makna kecantikan di kalangan perempuan muda di era berkembangnya media baru di Indonesia. Penulis berangkat dari studi sebelumnya yaitu dimana nilai-nilai kecantikan yang dibentuk lebih difokuskan pada postur tubuh perempuan secara keseluruhan. Berbeda dengan studi sebelumnya, artikel ini melihat bahwa makna kecantikan yang dibentuk dalam konteks media baru telah memfokuskan perhatiannya pada bentuk dan tampilan wajah seperti yang digambarkan oleh beauty vlogger. Penulis beragumen bahwa pada masyarakat digital, realita kecantikan yang direpresentasikan oleh beauty vlogger telah menguatkan pemaknaan remaja akan tren kecantikan pada tampilan wajah dan berimplikasi pada munculnya representasi diri secara online. Hasil analisis menunjukan bahwa makna kecantikan yang dibangun oleh beauty vlogger terhadap tubuh telah menghadirkan: kecantikan sebagai ldquo;simbol rdquo; dan kecantikan sebagai ldquo;agen rdquo;. Proses dari pemaknaan kecantikan tersebut, kemudian direpresentasikan melalui selfies, caption dan pemberian filter pada foto yang dibagikan di media sosial. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara mendalam kepada delapan remaja perempuan yang berusia 17-24 tahun dan menjadi viewers beauty vlogger.

ABSTRACT
This article discusses the shifting meaning of beauty among young women in the era of the development of new media in Indonesia. The author sets out from previous studies where the values ??of beauty that is formed more focused on the shape of the female body as a whole. In contrast to previous studies, this article sees that the meaning of beauty shaped in the context of new media has focused its attention on the shape and appearance of faces as portrayed by beauty vloggers. The authors argue that in the digital community, the beauty reality represented by beauty vlogger has reinforced the adolescent meaning of beauty trends in facial appearance and has implications for the emergence of self-representation online. The results of the analysis show that the beauty meaning built by beauty vlogger against the body has presented: beauty as symbol and beauty as agent . The process of the meaning of beauty, then represented through selfies, captions and filtering on photos that are shared on social media. This article uses a qualitative approach with observation techniques and in-depth interviews to eight girls aged 17-24 years old and become beauty vlogger rsquo;s viewers."
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ayunda Nurvitasari
"Sosial media tidak hanya menjadi sarana informasi efisien yang menghubungan satu dengan yang lain tetapi juga sebuah medium representasi diri. Penelitian ini merupakan upaya untuk menganalisis konstruksi identitas online di sosial media, khususunya pengguna Twitter, sebagai implikasi penggunaan sosial media. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian diri (self-assessment) untuk mengidentifikasi tujuan penggunaan dan aktivitas pengguna Twitter, diikuti dengan penjelasan lebih lanjut dan interpretasi terkait dengan permasalahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Twitter memfasilitasi penggunanya untuk mengeksplor representasi diri online mereka secara bebas. Di samping itu, konstruksi identitas di Twitter mencakup karakteristik-karakteristik selektif representasi diri, yakni asynchronous dan reduced cues. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa konstruksi identitas adalah sebuah upaya memperoleh pengakuan dari orang lain sebab sangat terpengaruh oleh kehadiran sosial (social presence). Walaupun demikian, penting untuk mempertimbangkan representasi diri online sebagai sebuah dimensi baru dari identitas seseorang yang tidak kalah nyata dari identitas offline berdasarkan fakta bahwa keberadaan dunia online dan offline akan cenderung saling terkait dan terhubung satu sama lain.

Social media has not only become an efficient communication tool that connects people but also a medium of self-representation. This paper attempts to examine the construction of online identity on social media, specifically Twitter users, as the implication of social media use. This research uses self-assessment approach to identify Twitter users? purposes and activities while using the particular social media platform, followed by further explanation and interpretation in relation to the matter. The findings suggest that Twitter platform enables its? users explore their online self-representation more freely. In addition, the identity construction on Twitter involves both characteristics of selective self-representation, namely asynchronous and reduced cues. The result also considers online identity construction as an attempt to attain acceptance from others since it is highly influenced by social presence. However, it?s important to think of online self-representation as a new dimension of one?s identity which is as real as the offline identity based on the fact that the nature of online and offline world are likely to intertwine and overlap one another."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Arkitra Nura Hismayana
"Media sosial adalah media yang memiliki banyak pengguna dan digemari oleh masyarakat saat ini. Salah satu media sosial yang paling banyak digunakan adalah Instagram. Di Instagram, kita dapat membagikan informasi dan berinteraksi melalui teks, video, foto, dan suara.  Namun, ternyata fungsi Instagram saat ini bukan hanya sebagai media komunikasi saja, tetapi juga dapat membentuk citra diri seseorang. Citra diri ini berkaitan erat dengan self-representation. Para pengguna Instagram seakan-akan merasa mendapatkan bentuk penghargaan diri yang sangat luar biasa karena dapat melakukan representasi diri melalui media sosial yang sesuai dengan ekspektasi mereka. Salah satu bentuk dari self-representation adalah dengan membangun citra tubuh agar dapat menarik lebih banyak pengikut. Karena memiliki daya tarik dan exposure yang tinggi, mereka bisa mendapatkan tawaran dari berbagai brand dan menghasilkan uang. Hal tersebut dilakukan oleh mayoritas selebriti mikro tanah air. Dalam implementasinya, selebriti mikro memiliki kharisma  dan penampilan fisik bukan seperti orang biasa. Hal ini bukanlah hal yang negatif jika media sosial dijadikan self-representation, namun hal ini dapat mempengaruhi persepsi representasi diri bagi pengguna media sosial yang dapat berdampak pada kehidupan yang sesungguhnya.

Social media is the media most favored by the public in the current era. One of the most widely used social media is Instagram. On Instagram, we can share information and interact through text, video, photos and sound. However, it turns out that the current function of Instagram is not only as a medium of communication, but also can shape one's self-image. This self-image is closely related to self-representation. Instagram users seem to feel that they are getting an extraordinary form of self-esteem because they can represent themselves through social media according to their expectations. One form of self-representation is building body image in order to attract more followers. Because they have high traction and exposure, they can get offers from various brands and make money. This is done by the majority of Indonesian micro celebrities. In its implementation, micro celebrities have charisma and physical appearance that are not like ordinary people. This is not a negative thing if social media is used as self-representation, but this can affect the perception of self-representation for social media users which can have an impact on real life."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Valentine Ruth Pebrina
"Media sosial menjadi salah satu bentuk media baru yang paling diminati dewasa ini bagi sejumlah orang ataupun kelompok tertentu dalam merepresentasikan diri mereka. Untuk kondisi ini sangat terlihat jelas sekali dari kehidupan para beauty influencer di media sosial yang menunjukkan intensitas penggunaan media sosial dalam upaya memperoleh engagement atau self curated melalui bentuk konten yang mereka unggah. Tidak bisa dipungkiri dalam menggunakan media sosial tersebut, para beauty influencer memiliki berbagai keyakinan tentang media maupun teknologi baru yang nampak membuat mereka menyadari pilihan medium yang dapat digunakan dalam bermedia sosial. Hal ini yang kemudian menjadi menarik perhatian karena dalam praktiknya para beauty influencer ketika memilih media mereka tidak hanya terpaku pada satu macam media sosial saja, melainkan memiliki media lain yang mereka gunakan sehingga kerap dapat dilihat dalam kaca mata praktik media switching. Berdasarkan fokus media yang menjadi perhatian saya dalam hal ini adalah terkait dengan penggunaan media sosial Instagram dan juga Tik Tok. Terlebih praktik yang diperlihatkan dalam kasus ini berhubungan selama pandemi Covid-19 yang menunjukkan tingginya penggunaan media sosial di masyarakat. Maka berangkat dari itu dalam temuan lapangan saya di penelitian ini dengan melihat berbagai bentuk ideologi media yang terlihat dari pengalaman, pemahaman, dan proses yang diilhami oleh para beauty influencer ketika bermedia sosial seyogianya dapat memperlihatkan bagaimana mereka senantiasa menggunakan media sosial pilihannya untuk mengekspresikan dan menampilkan diri.

Social media has become one of the most sought after media as of late for a number of people or certain groups in representing themselves. For this condition, it seems clear from the lives of beauty influencers on social media who shows the intensity of using social media in an effort to get engagement or self-curated through the forms of content they upload. It can’t be put aside that in using social media the beauty influencers themselves also have various beliefs on the new media and technology which makes them aware of the choices in which medium can be used for social media. This is what is then interesting because in their practice of choosing media they are not limited to one single social media, there are other social medias that they use and from that it is often seen through the practice of social media switching. Based on the media focused on in this, my focus is related to the use of the social media Instagram and Tik Tok. Moreover, the practices shown in this case are related during the Covid-19 pandemic which shows the high use of social media in society. Therefore, from that, within the findings of this research, by looking at the various forms of media ideology seen from the experiences, understandings, and processes of the beauty influencers when using social media it can be seen how they continuously use the social media of their choice to express and present themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarisa Irene
"ABSTRACT
Melihat persoalan representasi pengungsi dan pencari suaka tidak seharusnya terbatas pada kajian terhadap liputan media. Tulisan ini berfokus pada self representation pengungsi di Instagram, salah satu platform media sosial yang paling banyak digunakan di dunia, yang juga tidak dapat dipahami secara terpisah dari kehidupan sehari-hari mereka sebagai pengungsi. Berangkat dari pengamatan terhadap pengungsi muda Oromo, dipahami bahwa penggunaan Instagram dan media sosial lainnya merupakan sebuah partisipasi online untuk mengisi hari-hari mereka selama hidup dalam transit. Tidak hanya memfasilitasi mereka untuk mengakses hiburan dan pengetahuan baru, Instagram juga menjadi sebuah ruang untuk mereka membangun dan mempertahankan relasi, serta merepresentasikan diri mereka sendiri, untuk berbicara tentang dan untuk diri sendiri dengan foto, video, dan caption. Hal ini termasuk merayakan momen-momen duniawi mereka, sekaligus mengakses dan mengekspresikan kegembiraan itu sendiri. Berbagai postingan mereka tersebut memicu rekonstruksi refugeeness dalam benak audiens atau sesama pengguna Instagram yang mengenal mereka sebagai pengungsi dan telah berinteraksi secara online dan offline. Oleh karena itu, tulisan ini menawarkan untuk menempatkan refugeeness dalam ruang dialektis agar membuka pemahaman yang menyeluruh dan kontekstual terhadap kehidupan para pengungsi, khususnya urban refugees yang hidup dalam transit. 

ABSRTRACT
Seeing the matter of representation of refugees and asylum seekers should not be bounded in terms of media coverage, this paper focuses on refugees self-representation in Instagram, one of the most used social media platform in the world, which also cannot be understood separately from their daily life as refugees. Drawing from the observation on young Oromo refugees, it is realized that the use of Instagram and other social media is a form of online participation to fill their days while living in transit. Not only facilitates them to access entertainment and new insights, Instagram also provides a space for them to build and maintain relations, and represent themselves, to talk about and for themselves with photos, videos and captions. This includes celebrating their mundane moments as well as accessing and expressing happiness itself. Their posts later become even more interesting in regards to its effect on the audience or other users who know them as refugees and have interacted with them online and offline, for it evokes a reconstruction of refugeeness. Therefore, this paper offers to place refugeeness in a dialectic space to open a thorough and also contextual understanding towards the lives of refugees, especially urban refugees living in transit."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library