Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Lestari Pramesti
"Renjatan sepsis pada anak diasosiasikan dengan angka mortalitas yang sangat tinggi dengan rentang 5% pada negara maju dan 35% pada negara berkembang. Skor PELOD-2 merupakan penilaian yang telah divalidasi dalam memprediksi mortalitas anak dengan renjatan sepsis tetapi membutuhkan banyak pemeriksaan penunjang tambahan yang tidak selalu tersedia diseluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, serta membutuhkan biaya yang cukup besar. Skor vasoaktif-inotropik (VIS) merupakan metode sederhana yang awal nya digunakan sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit jantung bawaan pascaoperasi. Namun hingga saat ini telah banyak studi yang menunjukkan kemampuan VISdalam memprediksi mortalitas pada anak dengan berbagai penyakit kritis, termasuk renjatan sepsis,tetapi belum ada penelitian di dunia yang membandingkan kemampuan VIS dan PELOD-2 dalam memprediksi mortalitas anak dengan renjatan sepsis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan VIS serta membandingkan kemampuan VIS dan PELOD-2dalam memprediksi mortalitas anak dengan renjatan sepsis. Penelitian ini merupakan sebuah studi kohort retrospektif dengan subyek anak berusia 1 bulan hingga 18 tahun dengan renjatan sepsis yang dirawat di PICU RSCM. Sebanyak 89 subyek memenuhi kriteria inklusi dengan prevalensrenjatan sepsis di PICU RSCM 17,6% dan angka kematian 78,6%. Skor vasoaktif - inotropik ≥ 11 memiliki sensitivitas 78,87%, spesifisitas 72,22%, positive predictive value(PPV)91,80%, dan negative predictive value (NPV) 46,43%. Diperoleh area under curve(AUC) berturut-turut untuk VIS dan PELOD-20,779 dan 0,757. Hasil tersebut menunjukkan bahwa VIS memiliki kemampuan yang cukup baik sebagai prediktor mortalitas anak dengan renjatan sepsis dengan titik potong ≥11, serta memiliki kemampuan yang tidak berbeda bermakna dibandingkan PELOD-2(p=0,747). Oleh karena itu, VIS dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas anak dengan renjatan sepsis.

Septic shock in children is associated with a very high mortality rate in the range of 5% in developed countries and 35% in developing countries. The PELOD-2 score is amvalidated toolin predicting the mortality of patients with septic shockyet requires many additional evaluations which are costly and not always available in every health service facilities in Indonesia. Vasoactive - inotropic score (VIS) is a simple method that was initially used as a predictor of morbidity and mortality in postoperative patients with congenital heart disease.Nevertheless, many studies have shown the ability of VIS in predicting mortality in pediatric patients with various critical illnesses,including septic shock. However,until this study, there had been no research in the world that compares the ability of VIS and PELOD-2 in predicting mortality in pediatric patients with septic shock. Therefore, this study aims toevaluate the ability of VIS, and to compare VIS with PELOD-2 in predicting mortality in pediatric patients with septic shock. This study is a retrospective cohort study with subjects of children aged 1 month to 18 years withseptic shock treated inthe Pediatric Intensive Care Unit, Cipto Mangunkusumo National Hospital, Indonesia. A total of 89 subjects met the inclusion criteria with the prevalence of septic shock 17.6% and mortality rate78.6%. Vasoactive-inotropic score ≥11 has a sensitivity of 78.87%, specificity 72.22%, positive predictive value(PPV)91.80%, and negative predictive value (NPV) 46.43%. Obtained area under curves (AUC)respectively for VIS andPELOD-2 are0.779 and 0.757. Therefore,it can be concluded that VIS has agood ability to predict mortality in children with septic shock with ≥11 as the optimum cut-off,and has no significant difference compared to PELOD-2(p=0.747). Hence, VIS can be used as a predictor of mortality inpediatric patients with septicshock."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Rina Amalia Caromina
"Kebocoran plasma sistemik pada sepsis dapat mengakibatkan berbagai komplikasi dari renjatan sampai kematian. Belum ada teknik andal untuk menilai kebocoran plasma sistemik pada anak. Degradasi glikokaliks, ditandai meningkatnya sindekan-1 dalam darah, menyebabkan perubahan permeabilitas vaskular sistemik. Pada glomerulus bermanifestasi sebagai albuminuria sehingga kenaikan rasio albumin-kreatinin (ACR) urin berpotensi menggambarkan kebocoran plasma sistemik. Sampai saat ini belum ada rujukan nilai sindekan-1 dan ACR urin sebagai penanda kebocoran plasma sistemik pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ACR urin dan nilai rujukan ACR urin sebagai penanda kebocoran plasma sistemik pada anak sepsis dan mengkaji kaitannya dengan sindekan-1.
Penelitian ini terdiri atas studi deskriptif pada anak sehat dan penelitian longitudinal prospektif dengan rancangan potong lintang berulang terhadap anak sepsis, dilakukan di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUP Kariadi Semarang dalam rentang waktu Maret–Desember 2015. Dilakukan pemeriksaan sindekan-1 dan ACR urin pada pasien sepsis yang dirawat di instalasi rawat intensif anak pada hari rawatan ke-1, 2, 3 dan 7, dan mencatat skor Pediatric Logistic Organ Dysfunction pada hari rawatan ke-1 dan 3.
Tiga puluh subjek sehat dan 49 subjek sepsis diikutsertakan dalam penelitian. Pada kelompok sehat didapati median ACR urin 10,5 (3–88) mg/g dan rerata sindekan-1 sebesar 27,7 (SB 2,24) ng/mL. Sindekan-1 di atas persentil 90 (41,42 ng/mL) ditetapkan sebagai batasan kebocoran plasma sistemik. Didapati 40 orang (81,6%) subjek sepsis dengan sindekan-1 > 41,42 ng/mL dan 33 orang (67,3%) menunjukkan ACR urin > 300 mg/g pada hari rawatan 1. Didapati koefisien korelasi (r) 0,32 (P < 0,001) antara ACR urin dan sindekan-1. Area under the curve ACR urin terhadap kebocoran plasma sistemik diperoleh sebesar 65,7% (95% IK 54,5–77%; P = 0,012). ACR urin > 157,5 mg/g ditetapkan sebagai cut-off point kebocoran plasma sistemik dengan sensitivitas 77,4% dan spesifisitas 48%. ACR urin dapat digunakan sebagai penanda kebocoran plasma sistemik, peningkatan ACR urin akan mengikuti peningkatan sindekan-1.

Systemic plasma leakage during sepsis can cause several complications from shock to death. There is no feasible measurement of systemic plasma leakage in children. Glycocalyx degradation, marked by increased serum syndecan-1, alters vascular permeability. In the glomerulus this can manifest as albuminuria, therefore elevated urinary albumin-creatinine ratio (ACR) potentially provides an index of systemic plasma leakage. Nowadays. there is no reference value of syndecan-1 and urinary ACR as a marker of systemic plasma leakage in pediatric population. This study aims to analyze the role of urinary ACR and to determine its reference value as a marker of systemic plasma leakage in pediatric sepsis, by analyzing its correlation with syndecan-1.
This study consisted of descriptive study on healthy children and longitudinal prospective study with repeated cross-sectional design on septic children, was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, Haji Adam Malik Hospital Medan and Kariadi Hospital Semarang from March to December 2015. We examined serum syndecan-1 and urinary ACR of septic patients in pediatric intensive care unit on day 1, 2, 3 and 7. Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD) score were recorded on day 1 and 3.
Thirty healthy subjects and 49 septic subjects were recruited. In the healthy group, median of urinary ACR was 10.5 (3–88) mg/g and mean of syndecan-1 was 27.7 + 2.24) ng/mL. Syndecan-1 more than 90th percentile (41.42 ng/mL) was determined as systemic plasma leakage. Forty (81.6%) septic subjects had syndecan-1 > 41.42 ng/mL and 33 (67.3%) subjects had urinary ACR > 300 mg/g on day 1. Correlation coefficient (r) between urinary ACR and syndecan-1 was 0.32 (P < 0.001). Area under the curve of urinary ACR and plasma leakage was 65.7% (95% CI 54.5–77%; p = 0.012). Urinary ACR > 157.5 mg/g was determined as cut-off point of systemic plasma leakage with sensitivity 77.4% and specificity 48%. Urinary ACR can be used as marker of systemic plasma leakage. Increased urinary ACR would indicate increased syndecan-1.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Aizah Lawang
"Latar Belakang: Tujuan penelitian untuk melihat neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) pada pasien sepsis. Dimana NGAL merupakan biomarker yang dini untuk acute kidney injury (AKI). Metode Penelitian Penelitian kualitatif dengan desain uji diagnostik Pengambilan sampel secara cross sectional dan consecutive sampling pada 50 orang anak yang sepsis yang terdiri dari 28 sepsis, 22 sepsis berat di ruang rawat intensif anak di RS. Ciptomangunkusomo Jakarta dan RS.Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Hasil: Kadar NGAL urin pada pasien sepsis berat lebih tinggi dibandingkan sepsis. Nilai sensitifitas NGAL urin 100% dan spesifisitas 63,63%. NGAL urin meningkat lebih dulu bila dibandingkan dengan kreatinin serum. Kesimpulan NGAL dapat dipakai sebagai petanda dini terjadinya AKI.

Introduction: The aim of this study to observe the neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) in pediatric sepsis. From previous study NGAL was early biomarker for AKI. Methods. This study is a qualitative study for diagnostic test. Sample was collected by cross sectional and consecutive sampling on 50 sepsis children, consist of 28 sepsis, 22 severe sepsis in pediatric intensive care unit Ciptomangunkusomo Hospital Jakarta and Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar.
Result: The value of urinary NGAL in severe sepsis is higher than sepsis. The Sensitivity and specificity is 100% and 63,63% this study suggest that urinary NGAL increase earlier than serum creatinine. Conclusion. Therefore urinary NGAL can be used as early biomarker for AKI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library