Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Syah Reza Anwar
Abstrak :
Pendahuluan: Endometriosis berkaitan dengan adanya inflamasi  kronik,  gangguan  maturasi  oosit,  peningkatan stress  oksidatif  radikal,  dan  apoptosis  yang  kemudian  mendasari  terjadinya  infertilitas pada wanita usia subur.  Fertilisasi In Vitro (FIV)  merupakan  salah  satu  teknik  yang dapat menangani  infertilitas  dengan  tingkat  keberhasilannya  bergantung  dengan  kualitas  oosit  yang diambil  untuk  menjadi  embrio.  Kualitas oosit dipengaruhi  oleh  nutrisi. Profil  mikronutrien  seperti  vitamin  D  dan  zink  dianggap mempengaruhi  fungsi  reproduksi  melalui aktivitas  anti-inflamasi,  anti-apoptosis dan  anti-oksidan  yang dimiliki. Sayangnya, urgensi untuk menjaga adekuasi nutrisi  ini  sering diabaikan. Selain itu juga hingga saat ini  belum  ada  acuan  untuk  memprediksi  kadar  profil  vitamin  D  dan  zink  dalam serum  dan  cairan  folikular  yang  berhubungan  pada  pasien  endometriosis  itu  sendiri. Tujuan: Penelitian ini membandingkan kadar vitamin D dan zink di serum dan cairan folikular pada pasien endometriosis dan non-endometriosis. Metode: Studi ini merupakan studi potong lintang yang dilaksanakan pada pasien Fertilisasi In Vitro (FIV) di Klinik Yasmin, RSCM Kencana selama Juli –  Desember 2020. Data klinis diperoleh melalui rekam medis dan wawancara pasien. Data laboratorium diperoleh melalui sampel darah dan cairan folikuler yang diperoleh bersamaan dengan prosedur Ovum Pick Up (OPU). Sampel kemudian dikelompokkan menjadi kelompok endometriosis dan non-endometriosis. Setelah itu data disajikan dalam tabel dan dianalisis dengan uji parametrik, yaitu uji-t berpasangan bila sebaran data normal atau uji non parametrik, yaitu uji Mann-Whitney bila sebaran data tidak normal. Data dianalisis dengan SPSS 24. Hasil: Dari jumlah sampel 26 pasien pada studi ini, didapatkan tidak adanya perbedaan bermakna dari vitamin D serum pada pasien endometriosis (22,83 (5,00 – 40,00)) dan non endometriosis (30,11 (10,40-76,10)), namun secara rerata kadar vitamin D serum pada pasien endometriosis lebih rendah. Kadar vitamin D cairan folikular pada pasien endometriosis (15,33 (4,50-36,32)) dan non-endometriosis (23,64 (4,98-60,22)) tidak berbeda bermakna (P>0,05). Kadar zink serum pada pasien endometriosis (75,23 ± 11,58) dan non-endometriosis (79,46 ± 12,09) tidak berbeda bermakna (P>0,05). Konsentrasi zink paada cairan folikular tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara pasien endometriosis (39,00 (22,00 – 49,00)) dan tanpa endometriosis (51,00 (19,00-95,00)) (P>0,05).  Kesimpulan: Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kadar vitamin D serta zink serum dan cairan folikular pada pasien endometriosis dan non-endometriosis.  ......Background: Endometriosis associates with chronic inflammation, dysfunction of oocyte maturation, increase of oxidative stress, and apoptosis which underlie infertility problem in reproductive female. In-Vitro Fertilization (IVF) is a technique used to treat infertility with the success rate depending on the quality of the oocytes extracted to become embryos. Oocyte quality is influenced by nutrition. Micronutrient profiles such as vitamin D and zink are thought to influence reproductive function through their anti-inflammatory, anti-apoptotic and anti-oxidant activities. However, the urgency of maintaining nutritional adequacy is often overlooked. In addition, until now there is no reference for predicting levels of vitamin D and zink in serum and follicular fluid associated with endometriosis. Method: This study is a cross-sectional study conducted on In Vitro Fertilization (FIV) patients at the Yasmin Clinic, RSCM Kencana during July – December 2020. Clinical data were obtained through medical records and patient interviews. Laboratory data were obtained through blood and follicular fluid samples obtained in conjunction with the Ovum Pick Up (OPU) procedure. The samples were then grouped into endometriosis and non-endometriosis groups. After that the data are presented in tables and analyzed by parametric test, namely paired t-test if the data distribution is normal or non-parametric test, namely the Mann-Whitney test if the data distribution is not normal. Data were analyzed by SPSS 24. Result: From a total sample of 26 patients in this study, there was no significant difference in serum vitamin D in patients with endometriosis (22.83 (5.00 – 40.00)) and non-endometriosis (30.11 (10.40-76.10). )), but the mean serum vitamin D level in endometriosis patients was lower. Follicular fluid vitamin D levels in patients with endometriosis (15.33 (4.50-36.32)) and non-endometriosis (23.64 (4.98-60.22)) were not significantly different (P>0.05) . Serum zink levels in patients with endometriosis (75.23 ± 11.58) and non-endometriosis (79.46 ± 12.09) were not significantly different (P>0.05). Zink concentration in follicular fluid did not show a significant difference between endometriosis patients (39.00 (22.00 – 49.00)) and without endometriosis (51.00 (19.00-95.00)) (P>0.05) . Conclusion: There was no significant difference between the levels of vitamin D and serum zink and follicular fluid in patients with endometriosis and non-endometriosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Rinaldi
Abstrak :
Latar Belakang : Peningkatan persentase usia lanjut Indonesia disertai proporsi perempuan melebihi laki-laki meningkatan masalah kesehatan perempuan usia lanjut khususnya jatuh. Kelemahan otot kuadriseps femoris adalah faktor risiko jatuh yang dan dapat diintervensi serta seringkali muneul bersamaan dengan defisiensi vitamin D pada usia lanjut. Penelitian di dunia tentang hubungan keduanya belum signifikan bahkan ada yang tidak signifikan sehingga masih kontroversi. Penelitian ini dilakukan di Indonesia yang mengalami dua musim dengan alat ukur dinamometer Cybex yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya guna melengkapi hasil-hasil yang sudah ada. . MetodoIogi : Penelitian dilakukan di tiga panti werdha di Jakarta dan satu di Bekasi dengan desain korelatif potong lintang pada bulan Januari 2005 terhadap perempuan mandiri berusia 60 tahun atau lebih. Subyek diperiksa kekuatan otot kuadriseps femoris dengan alat dinamometer Cybex pada kecepatan 150°Idetik sebanyak 2 set (3 repetisi dengan waktu istirahat 30 detik). Konsentrasi 25 (OH) D diperiksa dengan cara ELISA. Basil : Dari 67 perempuan usila yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, lima orang diantaranya mengundurkan diri saat pemeriksaan kekuatan otot kuadriseps femoris. Rerata (SB) usia adalah 71,1 (7,2) tahun, konsentrasi vitamin D serum adalah 68,2 (21,6) nmoill, dengan konsentrasi < 50 nmoIll sebesar 22,6%, median (minimum-maksimum ) kekuatan otot kuadriseps femoris adalah 40,00 (11-116) N.m., dengan persentase subyek yang mengalami kelemahan otot sebesar 82,3%. Terdapat korelasi konsentrasi 25 (OH)D serum dengan kekuatan otot kuadriseps femoris (r = 0,327 ; P = 0,009). Simpulan : Pada perempuan usia lanjut Indonesia konsentrasi 25(OH)D serum berkorelasi dengan kekuatan otot kuadriseps femoris. Proporsi perempuan usia lanjut dengan kekuatan otot yang lemah lebih besar dibandingkan dengan dengan perempuan usia lanjut dengan kekuatan otot yang normal. Besamya proporsi kelompok kekuatan otot yang lemah lebih besar pada kelompok usia yang lebih tua. Proporsi status vitamin D berturut-turut dari yang paling besar sampai yang paling kecil adalah normal dan defisiensi vitamin D.
Background The increase of elderly people in Indonesia with a higher proportion of women impact on the increase of the health problem , especially the falls. One of the falls risk factor that could be intervented is the femoral quadriceps weakness. More commonly vitamin D deficiency may also occur some previous studies on the correlation between falls and vitamin D deficiency showed no significant results and it remains controversial. This study was performed in Indonesia and using a cybex dynamometer. It is a reliable tool to measure the muscle strength and has been validated. Objective To investigate correlation between serum vitamin D (25(OH)D) concentration and the femoral quadriceps femoral muscle strength in Indonesia elderly women in nursing homes Methods This study was a cross sectional. correlative study and conducted at three nursing. homes in Jakarta and one nursing homes in Bekasi. On January 2005. The subjects were women aged 60 years or above. Those selected study subjects underwent the femoral quadriceps muscle strength examination with cybex dynamometer on speed of 15001second, twice (three repetition with a rest time of 30 second). 25 (OH)D concentration was measured by ELISA. Results Out of 67 subjects met the required criteria for this study. Five subjects were discharged when femoral quadriceps muscle strength examinations were performed. The mean age was 71.1 (SD 7.2) years old while the mean serum vitamin D concentration was 6&2 (SD 21.6) nmolIl. Vitamin D deficiency 50 nmolll) was found in 22.6% of subjects. It was also found that the median (minimum-maximum) femoral quadriceps muscle strength was 40.00 (11-116) N.m. Approximately, 82.3% of subjects had muscle weakness overall, there was a correlation between serum 25 (OH)D concentration and femoral quadriceps muscle strength ( r = 0.327; P = 0.009).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Jessica
Abstrak :
Latar Belakang: Stroke iskemik merupakan penyebab kematian terbanyak kedua dan penyebab utama disabilitas di seluruh dunia. Beberapa faktor risiko yang sudah diketahui diantaranya pola hidup, penyakit komorbid, usia, jenis kelamin, dan ras. Namun, kadar serum vitamin D yang kurang ternyata juga dikaitkan dengan penyakit neurodegeneratif, serta luaran klinis yang lebih buruk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan pada stroke iskemik yang dinilai berdasarkan NIHSS. Pada penelitian ini juga akan menilai asupan vitamin D serta pajanan sinar matahari. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien stroke iskemik di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Universitas Indonesia. Karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis kelamin, faktor risiko, penyakit komorbid dengan komplikasi, asupan protein, asupan lemak, asupan vitamin D, pajanan sinar matahari, kadar serum vitamin D, serta derajat keparahan. Dilakukan analisis korelasi kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan berdasarkan NIHSS. Hasil: Terdapat 59 subjek dengan diagnosis stroke iskemik dengan rerata usia 63 tahun dan mayoritas laki-laki (62,7%). Faktor risiko terbanyak adalah hipertensi (83,1%), berat badan lebih dan obesitas (64,4%), merokok (57,6%), dan diabetes melitus (42,4%). Penyakit komorbid dengan komplikasi tersering yang ditemukan adalah gangguan jantung (35,6%). Sebanyak 79,7% subjek penelitian memiliki asupan protein yang kurang, sedangkan asupan lemak seluruhnya tergolong cukup. Sebagian besar (52,5%) subjek penelitian memiliki status asupan vitamin D kurang, 5 orang mengonsumsi suplementasi vitamin D secara rutin, derajat pajanan sinar matahari rendah (89,8%). Sebanyak 59,3% memiliki status kadar serum vitamin D defisiensi dengan derajat keparahan terbanyak adalah skor NIHSS 5-15 (76,3%). Terdapat korelasi antara asupan vitamin D dengan derajat keparahan stroke iskemik (r -0,307, p 0,018). Kesimpulan: Kadar serum vitamin D memiliki korelasi dengan derajat keparahan stroke iskemik (r -0,469, p <0,001). Kadar serum vitamin D yang kurang berbanding terbalik dengan skor NIHSS yang didapatkan pada penderita stroke iskemik onset akut. ......Background: Ischemic stroke is the second leading cause of death and the leading cause of disability worldwide. Some of the known risk factors include lifestyle, comorbid diseases, age, gender, and race. However, deficient serum vitamin D levels are also associated with neurodegenerative diseases, as well as worse clinical outcomes. This study was conducted to determine the correlation of serum vitamin D levels with severity in ischemic stroke as assessed by the NIHSS. This study will also assess vitamin D intake and sunlight exposure. Methods: This study is a cross-sectional study on ischemic stroke patients at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and University of Indonesia Hospital. Characteristics of the study subjects included age, gender, risk factors, comorbid diseases with complications, protein intake, fat intake, vitamin D intake, sun exposure, serum vitamin D levels, and severity. Correlation analysis of serum vitamin D levels with severity based on NIHSS was conducted. Results: There were 59 subjects with a diagnosis of ischemic stroke with an average age of 63 years and the majority were male (62.7%). The most common risk factors were hypertension (83.1%), overweight and obesity (64.4%), smoking (57.6%), and diabetes mellitus (42.4%). Comorbid disease with the most common complication found were cardiac disorders (35.6%). A total of 79.7% of the study subjects had insufficient protein intake, while the fat intake was entirely considered adequate. Most (52.5%) of the study subjects had deficient vitamin D intake status, 5 people took vitamin D supplementation regularly, the degree of sun exposure was low (89.8%). A total of 59.3% had vitamin D deficiency serum level status with the most severity being NIHSS score 5-15 (76.3%). There was a correlation between vitamin D intake and ischemic stroke severity (r -0,307, p 0,018). Conclusion: Serum vitamin D levels have a correlation with ischemic stroke severity (r -0,469, p <0,001). Insufficient serum vitamin D levels are inversely proportional to the NIHSS score obtained in patients with acute onset ischemic stroke.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Sofiyana
Abstrak :
ABSTRAK
Preeklampsia ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuri. Vitamin D diduga berperan pada pengaturan tekanan darah dengan menghambat pembentukan renin dan angiotensin II. Penelitian ini merupakan penelitian dengan disain potong lintang komparatif yang bertujuan untuk melihat perbandingan status vitamin D pada ibu hamil normal dan preeklampsia. Perempuan hamil berusia 18-40 tahun, terdiri dari 33 hamil normal dan 33 preeklampsia yang datang di poliklinik dan ruang bersalin Rumah Sakit Tarakan, Jakarta diikutsertakan dalam penelitian ini. Data umur, usia kehamilan, paritas, pendidikan, paparan sinar matahari, asupan vitamin D dengan cara FFQ semikuantitatif didapatkan dengan wawancara, dan dilakukan pengukuran lingkar lengan atas dan kadar vitamin D serum. Tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal umur, usia kehamilan, paritas, paparan sinar matahari, asupan vitamin D, lingkar lengan atas dan kadar vitamin D serum antara hamil normal dengan preeklampsia.Asupan vitamin D lebih rendah dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan pada hamil normal maupun preeklampsia. Defisiensi vitamin D terlihat pada 50% preeklampsia dan 33% hamil normal. Kesimpulan: kadar vitamin D serum tidak berbeda bermakna pada hamil normal maupun preeklampsia.
ABSTRACT
Preeclampsia is a condition with high blood pressure and proteinuria during pregnancy. Vitamin D plays a role in the regulation of blood pressure by inhibiting renin and angiotensin II formation. This study was a comparative crosssectional study aiming to compare serum vitamin D concentration among normal pregnancy and preeclampsia. Pregnant women aged 18-40 years,were recruitedconsisting of 33 subjects with normal pregnancy and 33 subjects with preeclampsia. Data on age, gestational age, parity, education , MUAC, vitamin D intake using semi-quantitative FFQ, sun exposure and serum vitamin D concentration were assessed. There were no significant differences of age, gestational age, parity, education, vitamin D intake, sun exposure, MUAC and serum vitamin D concentration between normal and preeclamptic pregnancy. In both groups, vitamin D intake was lower than recommended dietary allowance. Half of preeclampsia suffered from vitamin D deficiency, while it was only 33% among normal pregnancy. Conclusion: serum vitamin D was not different among normal pregnancy and preeclampsia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library