Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nicoletta, Julie
Woodstock: Countryman Press, 1995.
720.828 8 NIC a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Prasetyo Nugroho
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
TA1013
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sabda Nugraha Dwi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
TA1032
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinita Apritasari
"ABSTRAK
Dalam sistem EBF, jarak link memiliki fungsi untuk memberikan
penampang yang lemah pada frame sehingga akan memberikan kapasitas deformasi plastis dan mendisipasi energi yang muncul akibat gempa. Link yang cukup panjang maka disipasi energi diperoleh dari flexural yielding, sementara link tidak terlalu panjang, maka link akan mengalami shear yielding. Shear yielding memungkinkan untuk terjadinya pengembangan deformasi plastis yang besar tanpa adanya
pengembangan strain lokal berlebihan yang muncul pada flexural yielding. Oleh karena itu, sistem EBF dengan shear yielding link lebih stabil dan menunjukkan daktilitas yang lebih baik dibandingkan dengan flexural yielding link.
Dalam perkembangan dunia arsitektur, bangunan tidak hanya dilihat
berdasarkan fungsi dan kekuatannya, namun juga estetika dan seninya. Jika dinilai berdasarkan fungsi dan estetika, frame tanpa bracing lebih baik digunakan untuk penggunaan ruang seperti jendela dan bukaan pada dinding lainnya. Namun, jika dibandingkan dengan sistem bangunan tanpa bracing, sistem bangunan dengan bracing akan menunjukkan kekuatan yang lebih baik terhadap beban lateral.
Sehingga untuk dapat mengimbangi kebutuhan kekuatan dan estetika bangunan, flexural yielding link dapat dijadikan sebagai aternatif solusi karena mampu memberikan ruang yang lebih luas dibandingkan dengan shear yielding link.
Pada penelitian ini, dilakukan eksperimen pada portal baja dengan sistem struktur Eccentrically Braced Frames (EBF) dengan menggunakan flexural link dan menggunakan analisa dinamik dengan menggunakan eccentric mass shaker. Dilakukan juga pemodelan numerik pada portal tersebut dengan software OpenSEES.

ABSTRACT
In an EBF system, the length of a link functions to give a frame a weak section that provides a plastic deformation capacity and dissipates energy that emerges from earthquakes. Longer links dissipate energy through flexural yielding while shorter links dissipate energy through shear yielding. Shear yielding allows for larger development of plastic deformation without experiencing excessive local strain, as is what happens when links experience flexural yielding. For that reason,
shear link EBFs tend to be more stable and more ductile than flexural link EBFs.
A look from the perspective of the world of architecture denotes that a
structure is not only seen from its function and strength, but also its aesthetic and artistry. Functionally and aesthetically speaking, unbraced frames are better utilized for windows and other wall openings. However, braced frames have been known to show better resistances to lateral loading when compared with unbraced frames. To resolve this issue between strength and aesthetics, flexural link EBFs proves to
be a viable alternative because of its ability to provide larger clearance space than shear link EBFs.
In this research, an experiment will be conducted on a steel frame utilizing the flexural link Eccentrically Braced Frame (EBF) system. A dynamic analysis using an eccentric mass shaker will be conducted. The frame will also be numerically modelled on OpenSEES."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Priambodo Kusumo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan Chin Tuck Against Resistance (CTAR) dengan latihan Shaker terhadap peningkatan kekuatan kontraksi otot suprahyoid pada pasien karsinoma nasofaring dengan disfagia pasca kemoradiasi. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan pada karsinoma nasofaring pasca kemoradiasi yang datang berobat ke Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan nilai kekuatan kontraksi otot suprahyoid dengan menggunakan alat Vitalstim. Data diambil pada baseline, minggu ke-2, dan minggu ke-4. Latihan dilakukan di rumah dan latihan biofeedback di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo 2 kali seminggu. Subjek penelitian terdiri dari 8 Latihan CTAR dan 6 latihan Shaker. Terdapat peningkatan kekuatan kontraksi otot suprahyoid pada Latihan CTAR pada minggu ke-2 dry swallowing : 93,5(51-118), p<0,05, isotonik : 114(48-140), p<0,05. Peningkatan kekuatan kontraksi otot suprahyoid Latihan Shaker terjadi pada minggu ke-4 dry swallowing :102,5(35-162), p<0,05, isometrik : 83(61-139), p<0,05, Isotonik : 121(73-151), p<0,05. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan antara Latihan CTAR dan Latihan Shaker. Kesimpulan penelitian ini adalah kedua kelompok menunjukkan peningkataan kekuatan kontraksi otot suprahyoid dari data baseline setelah 4 minggu latihan, namun perbandingan antar kedua kelompok tidak berbeda signifikan. Latihan CTAR memberikan perbaikan sejak minggu ke-2, sedangkan latihan Shaker pada minggu ke-4.

This study aims to determine the effect of Chin Tuck Against Resistance (CTAR) exercise with Shaker exercise on increasing the strength of suprahyoid muscle contraction in nasopharyngeal carcinoma patients with post-chemoradiation dysphagia. This research is a preliminary study on nasopharyngeal carcinoma after chemoradiation who came to the Medical Rehabilitation Polyclinic of Cipto Mangunkusumo Hospital. Examination of the strength value of suprahyoid muscle contraction using the Vitalstim tool. Data were taken at baseline, week 2, and week 4. Exercises were performed at home and biofeedback exercises at the Medical Rehabilitation Polyclinic of Cipto Mangunkusumo Hospital twice a week. The study subjects consisted of 8 CTAR exercises and 6 Shaker exercises. There was an increase in suprahyoid muscle contraction strength in CTAR Exercise at week 2 of dry swallowing: 93.5 (51-118), p<0.05, isotonic: 114(48-140), p<0,05. Increased suprahyoid muscle contraction strength Shaker exercise occurred at week 4 dry swallowing: 102.5 (35-162), p<0.05, isometric: 83 (61-139), p<0.05, Isotonic: 121(73-151), p<0,05. There was no significant difference when compared between CTAR Exercise and Shaker Exercise. This study concludes that both groups showed increased suprahyoid muscle contraction strength from baseline data after 4 weeks of training. Still, the comparison between the two groups was not significantly different. CTAR exercise provides improvement since week 2, while the Shaker exercise in week 4. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agnesia Dinda Asyla
"ix ABSTRAK Nama : Agnesia Dinda Asyla Program Studi : Profesi Ners Ilmu Keperawatan Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Iskemik dengan Gangguan Menelan Melalui Penerapan Teknik Shaker Exercise Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Menelan. Disfagia adalah gangguan menelan yang merupakan salah satu prognosis yang buruk pada pasien stroke. Insiden terjadinya gangguan menelan sebanyak 34-80% dan dampak yang umum ditemukan setelah terjadinya stroke. Penanganan gangguan menelan yang tertunda akan berpengaruh pada pemunuhan kebutuhan dasar seperti dehidrasi, malnutrisi dan meningkatkan risiko aspirasi. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menganalisis pemberian intervensi teknik shaker exercise untuk meningkatkan kekuatan otot menelan. Teknik shaker exercise merupakan terapi menelan yang meningkatkan kekuatan otot menelan sehingga meningkatkan fungsi menelan. Pengkajian gangguan menelan dilakukan dengan The Gugging Screening Scale (GUSS). Intervensi yang dilakukan adalah latihan dengan teknik shaker exercise sebanyak 3 kali dalam satu hari. Hasil evaluasi menunjukan adanya peningkatan fungsi menelan yang dinilai dengan Tes GUSS (Gugging Screening Scale). Skor GUSS sebelum intervensi adalah 7 yang menandakan disfagia berat dan skor GUSS setelah intervensi adalah 15 yang menandakan disfagia ringan dan kekuatan otot menelan pasien semakin baik. Berdasarkan hal tersebut terjadi perubahan yang signifikan terhadap kekuatan otot menelan pasien. Oleh karena itu, teknik shaker exercise dapat menjadi salah satu intervensi yang dilakukan perawat untuk meningkatkan kekuatan otot menelan pada pasien stroke.

Dysphagia is a swallowing disorder which is one of the poor prognoses in stroke patients. The incidence of swallowing disorders is 34-80% and the effects are commonly found after a stroke. Delayed treatment of swallowing disorders will affect the fulfillment of basic needs such as dehydration, malnutrition and increase the risk of aspiration. The aim of this scientific work is to analyze the provision of shaker exercise technique intervention to increase swallowing muscle strength. The shaker exercise technique is a swallowing therapy that increases swallowing muscle strength thereby improving swallowing function. Swallowing disorders are assessed using The Gugging Screening Scale (GUSS). The intervention carried out was training using the shaker exercise technique 3 times a day. The evaluation results showed an improvement in swallowing function as assessed by the GUSS Test (Gugging Screening Scale). The GUSS score before the intervention was 7 which indicated severe dysphagia and the GUSS score after the intervention was 15 which indicated slight dysphagia and the patient's swallowing muscle strength was getting better. Based on this, there was a significant change in the patient's swallowing muscle strength. Therefore, the shaker exercise technique can be one of the interventions carried out by nurses to increase swallowing muscle strength in stroke patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agnesia Dinda Asyla
"ix ABSTRAK Nama : Agnesia Dinda Asyla Program Studi : Profesi Ners Ilmu Keperawatan Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Iskemik dengan Gangguan Menelan Melalui Penerapan Teknik Shaker Exercise Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Menelan. Disfagia adalah gangguan menelan yang merupakan salah satu prognosis yang buruk pada pasien stroke. Insiden terjadinya gangguan menelan sebanyak 34-80% dan dampak yang umum ditemukan setelah terjadinya stroke. Penanganan gangguan menelan yang tertunda akan berpengaruh pada pemunuhan kebutuhan dasar seperti dehidrasi, malnutrisi dan meningkatkan risiko aspirasi. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menganalisis pemberian intervensi teknik shaker exercise untuk meningkatkan kekuatan otot menelan. Teknik shaker exercise merupakan terapi menelan yang meningkatkan kekuatan otot menelan sehingga meningkatkan fungsi menelan. Pengkajian gangguan menelan dilakukan dengan The Gugging Screening Scale (GUSS). Intervensi yang dilakukan adalah latihan dengan teknik shaker exercise sebanyak 3 kali dalam satu hari. Hasil evaluasi menunjukan adanya peningkatan fungsi menelan yang dinilai dengan Tes GUSS (Gugging Screening Scale). Skor GUSS sebelum intervensi adalah 7 yang menandakan disfagia berat dan skor GUSS setelah intervensi adalah 15 yang menandakan disfagia ringan dan kekuatan otot menelan pasien semakin baik. Berdasarkan hal tersebut terjadi perubahan yang signifikan terhadap kekuatan otot menelan pasien. Oleh karena itu, teknik shaker exercise dapat menjadi salah satu intervensi yang dilakukan perawat untuk meningkatkan kekuatan otot menelan pada pasien stroke.

Dysphagia is a swallowing disorder which is one of the poor prognoses in stroke patients. The incidence of swallowing disorders is 34-80% and the effects are commonly found after a stroke. Delayed treatment of swallowing disorders will affect the fulfillment of basic needs such as dehydration, malnutrition and increase the risk of aspiration. The aim of this scientific work is to analyze the provision of shaker exercise technique intervention to increase swallowing muscle strength. The shaker exercise technique is a swallowing therapy that increases swallowing muscle strength thereby improving swallowing function. Swallowing disorders are assessed using The Gugging Screening Scale (GUSS). The intervention carried out was training using the shaker exercise technique 3 times a day. The evaluation results showed an improvement in swallowing function as assessed by the GUSS Test (Gugging Screening Scale). The GUSS score before the intervention was 7 which indicated severe dysphagia and the GUSS score after the intervention was 15 which indicated slight dysphagia and the patient's swallowing muscle strength was getting better. Based on this, there was a significant change in the patient's swallowing muscle strength. Therefore, the shaker exercise technique can be one of the interventions carried out by nurses to increase swallowing muscle strength in stroke patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miller, Amy Bess
"This vibrant revision of a vintage treatise on medicinal herbs documents Shaker usage of 300 plants, shrubs, and trees. This edition features botanical drawings painted in 1880 by Sister Cora Helena Sarle, Shaker seed labels, catalogs, diary excerpts, and more. Published in association with Hancock Shaker Village in Pittsfield, Mass."
Vermont: Storey Books, 1998
615.321 MIL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Octaviana Widianti
"Peran perawat spesialis diperlukan untuk peningkatan kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang kompleks dan akurat sebagai pemberi asuhan keperawatan tingkat lanjut kasus neurosain, pendidik, advokat, serta agen pembaharu melalui penerapan evidence based nursing (EBN) dan proyek inovasi. Asuhan keperawatan tingkat lanjut menggunakan teori Adaptasi Roy yaitu pengelolaan pasien meningitis tuberkulosis sebagai kasus utama dan 30 resume gangguan sistem neurologi. Teori Roy banyak bertujuan meningkatkan perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif. Diagnosis keperawatan yang paling banyak ditemukan pada pasien gangguan sistem neurologi adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan hambatan mobilitas fisik.
Penerapan EBN dilakukan pada pasien stroke yang mengalami disfagia. Pasien diberikan latihan menelan shaker exercise hasilnya menunjukkan peningkatan kemampuan menelan dan tidak terjadi aspirasi. Proyek inovasi kelompok menerapkan Pengembangan Media Edukasi Perawatan Pasien Brain Tumor Craniotomy. Penerapan proyek inovasi meningkatkan pengetahuan pasien, keterampilan pasien latihan napas dalam dan mobilisasi setelah operasi, dan menambah kepercayaan diri perawat saat memberikan edukasi. Pengalaman praktik residensi diharapkan menambah kompetensi dan peran perawat spesialis di lahan klinik.

The role of nurse specialists is needed to improve the quality of complex and accurate nursing care services as providers of advanced nursing care in cases of neuroscience, educators, advocates, and agents of reform through the application of evidence based nursing (EBN) and innovation projects. Advanced nursing care uses Roy's Adaptation theory, which is the management of meningitis tuberculosis patients as the main case and 30 resumes of neurological system disorders. Roys theory aims to improve adaptive behavior and change ineffective behavior. The most common nursing diagnoses found in patients with neurological system disorders are ineffective perfusion of cerebral tissue and barriers to physical mobility.
EBN application is performed on stroke patients who have dysphagia. The patient is given training to swallow the exercise shaker, which results in increased swallowing ability and no aspiration. The group innovation project applies Development of Educational Media for Nursing Brain Tumor Craniotomy Patients. The application of innovation projects increases patient knowledge, the skills of patients in deep breathing exercises and mobilization after surgery, and increases nurse confidence when providing education. The residency practice experience is expected to increase the competency and role of specialist nurses on the clinic grounds.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Khaerunisa
"Salah satu spesies makroalga di perairan Pulau Semak Daun yang berpotensi memiliki akumulasi mikroplastik yang tinggi adalah Halimeda macroloba atau kaktus laut tegak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk, warna, ukuran, dan kelimpahan mikroplastik pada H. macroloba di perairan Pulau Semak Daun, serta pengaruh pengocokan terhadap pengurangan kelimpahan mikroplastik pada H. macroloba Decaisne 1841. Mikroplastik pada permukaan makroalga diluruhkan menggunakan orbital shaker kecepatan 150 rpm dengan variasi waktu 5, 10, dan 15 menit. Mikroplastik yang masih menempel setelah perlakuan pengocokan dihitungan dengan melarutkan jaringan makroalga menggunakan larutan basa kuat natrium hidroksida (NaOH) 6 M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan mikroplastik bentuk fiber, fragmen, film, dan pellet dalam berbagai ukuran dengan variasi warna biru, hitam, merah, dan hijau pada objek pengamatan. Ukuran partikel mikroplastik yang ditemukan berada dalam kisaran 8,6—4649,12 μm. Bentuk mikroplastik yang mendominasi H. macroloba adalah fiber, dengan total 30,2 partikel/g (64,7%). Warna partikel yang mendominasi H. macroloba adalah warna biru, dengan total 560 partikel (47,2%). Pengurangan kelimpahan mikroplastik terjadi pada pengocokan 5 menit sebesar 50%, pengocokan 10 menit sebesar 75%, dan pengocokan 15 menit sebesar 89%. Sedangkan untuk kelimpahan mikroplastik yang masih melekat setelah dilakukan pengocokan 5 menit sebesar 50%, setelah pengocokan 10 menit sebesar 25%, dan setelah pengocokan 15 menit sebesar 11%. Uji One-Way ANOVA membuktikan bahwa semakin lama waktu pengocokan maka akan semakin tinggi persentase pengurangan mikroplastik. Pengocokan dengan kecepatan 150 rpm selama 15 menit memberikan hasil pengurangan kelimpahan mikroplastik tertinggi dibandingkan dengan variasi waktu pengocokan lainnya.

One of the macroalgae species in the waters of the Semak Daun Island which has the potential to have a high microplastic accumulation is Halimeda macroloba or an erect sea cactus. This study aims to determine the shape, color, size, and abundance of microplastics in H. macroloba in the waters of Semak Daun Island, also the effect of shaking on reducing the abundance of microplastics in H. macroloba Decaisne 1841. Microplastics on the surface of macroalgae were removed using an orbital shaker at a speed of 150 rpm with time variations of 5, 10, and 15 minutes. Microplastics that are still attached after the shaking treatment are calculated by dissolving the macroalgae tissue using a 6 M sodium hydroxide (NaOH) strong base solution. The results of the study showed that found microplastic form of fiber, fragments, films, and pellets in various sizes with variations colour of  blue, black , red, and green on observation objects. The particle size of the microplastics found in the range of 8.6-4649.12 μm. The microplastic form that dominates H. macroloba is fiber, with a total of 30.2 particles/g (64.7%). The dominant particle color of H. macroloba is blue, with a total of 560 particles (47.2%). The reduction on the abundance of microplastics occurred at 50% shaking for 5 minutes, 75% shaking for 10 minutes, and 89% shaking for 15 minutes. As for the abundance of microplastics that are still attached after 5 minutes of shaking it is 50%, after 10 minutes of shaking it is 25%, and after 15 minutes of shaking it is 11%. The One-Way ANOVA test proved that the longer the shaking time, the higher the percentage of microplastic reduction. Shaking at 150 rpm for 15 minutes gave the highest reduction in microplastic abundance compared to other variations of shaking time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>