BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional ) melakukan inovasi dengan menerapkan pembayaran zakat reksadana syariah bekerjasama dengan PT Nusantara Sejahtera Investama untuk memaksimalkan potensi zakat di Indonesia. Zakat reksadana syariah ini merupakan sesuatu yang baru dan perlu dipertanyakan dari segi peraturan perundang-undangan maupun dari aspek fikih baik harta wajib zakatnya, syarat wajibnya, serta nisab dan haul dari reksadana itu sendiri. Kehalalan dari produk reksadana syariah wajib diperhatikan agar tidak ada percampuran antara harta halal dan non-halal dengan mengetahui prinsip-prinsip syariah. Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah pengaturan mengenai hukum zakat reksadana di Indonesia telah cukup dan memberikan kepastian hukum serta apakah mekanisme pembayaran zakat yang dilakukan BAZNAS telah sesuai dengan fikih dan aturan perundang-undangan. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pustaka (library research). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan hukum zakat reksadana syariah di Indonesia telah mencukupi dengan adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat meskipun belum mengatur secara rinci tentang zakat reksadana syariah. Sedangkan mekanisme pembayaran zakat reksadana oleh BAZNAS sudah sesuai dengan ketentuan hukum zakat dari segi fikih maupun aturan perundang-undangan.
BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) is innovating by implementing sharia mutual fund zakat payments in collaboration with PT Nusantara Sejahtera Investama to maximize the potential of zakat in Indonesia. This sharia mutual fund zakat is something new and needs to be questioned in terms of statutory regulations and from the aspect of fiqh both the compulsory zakat assets, mandatory requirements, as well as the nishab and haul of the mutual funds themselves. The halalness of sharia mutual fund products must be considered so that there is no mixing between halal and non-halal assets by complying with sharia principles. This research is to determine and analyze whether the regulation regarding mutual fund zakat law in Indonesia is sufficient and provides legal certainty and wether the zakat payment mechanism carried out by BAZNAS is in accordance with fiqh and statutory regulations. This type of research is a type of library research. The results of this study conclude that the legal arrangements for zakat mutual funds in Indonesia are sufficient with the existence of Law Number 21 of 2011 concerning Zakat Management, although it has not regulated in detail about the zakat of Islamic Mutual Funds. Meanwhile, the mutual fund zakat payment mechanism by BAZNAS is in accordance with the legal provisions of zakat in terms of fiqh and statutory regulations.
Abstrak
Industri reksa dana syariah berkembang pesat, ditandai dengan peningkatan Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada setiap tahunnya. Manajer Investasi (MI) sebagai pengelola reksa dana syariah dilakukan dengan dua cara yaitu pembentukan Manajer Investasi Syariah dan Unit Pengelolaan Investasi Syariah (UPIS) bagi MI konvensional sesuai POJK No. 61/POJK.04/2016. Melalui dua cara tersebut kebanyakan MI konvensional belum siap untuk spin off menjadi Manajer Investasi Syariah karena dinilai tata kelola MI saat ini masih rendah. Kemudian OJK mengeluarkan peraturan Nomor 10/POJK.04/2018 tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi yang berlaku bagi Manajer Investasi Syariah dan MI konvensional. Namun pengaturan tersebut masih bersifat umum dan belum mengarah pada sistem tata kelola syariah, sedangkan di Indonesia terdapat pedoman tata kelola Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) KNKG 2011 yang dapat dijadikan standar acuan tata kelola syariah. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis mengkaji prinsip dalam Pedoman GGBS sejauhmana implementasinya dalam pengaturan penerapan tata kelola manajer investasi di Indonesia. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian penulis menemukan bahwa pengaturan tata kelola manajer investasi belum cukup menjadi landasan penerapan tata kelola syariah sebab masih terdapat kekurangan diantaranya belum terimplementasikannya prinsip Independensi tidak mengatur larangan rangkap jabatan bagi Dewan Pengawas Syariah dan mekanisme spin off bagi UPIS.
Abstract
The sharia mutual fund industry is growing rapidly, characterized by an increase in net asset value (NAB). Investment Manager (MI) as a sharia mutual fund manager is done in two ways are the establishment of Sharia MI and Sharia Investment Management Unit (UPIS) for conventional MI. Through these two ways most conventional MI is not ready to spin off to become a Sharia MI because it is considered the current governance of MI is still low. OJK issued regulation No. 10/POJK.04/2018 on the Implementation of Investment Manager Governance that applies to both. However, the arrangement is still general and has not led to sharia governance system, while Indonesia has good governance guidelines for Sharia Business Governance (GGBS) KNKG 2011 that can be used as a reference standard. Based on these issues, the author reviewed the principles of GGBS to the extent of their implementation in the regulation of investment manager governance. This research is normative juridical with an analytical descriptive approach. Based on the results of the study the authors found that the governance arrangements of investment managers have not been sufficiently the basis for the implementation of sharia governance because principle of Independence has not been implemented, it does not regulate the ban on multiple positions for the Sharia Supervisory Board and spin off mechanisms for UPIS.