Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ance Adriani
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Wanita dan produktivitas kerja telah meningkat kepentingannya di Indonesia beriringan dengan jurnlah pekerja wanita. Kesehatan sangat menentukan peningkatan produktivitas kerja. Hb merupakan parameter terhadap terjadinya anemia, sehingga Hb merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja wanita. Telah dilakukan penelitian kros-seksional terhadap 125 orang tenaga kerja wanita (nakerwan) yang bekerja pada bagian potong perapihan di pabrik sepatu, Tangerang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, asupan makanan dengan metode tanya ulang (recall) 2 x 24 jam dan tes laboratorium. Variabel bebas adalah umur, perkawinan, pengetahuan gizi, lama kerja, gaji, poly makan, hemoglobin, kalori, karbohidrat, protein, zat besi, cacing dan waktu kerja efektif (WKE), sedangkan variabel tergantung adalah produktivitas kerja. Hasil dan kesimpulan : Prevalensi anemia pada nakerwan 62,4 %. Hasil penelitian menunjukkan Hb rata-rata di tempat kerja 11,24 g %, + 1,35. Didapat hubungan antara anemia dengan asupan: kalori, karbohidrat, protein, zat besi dan infeksi cacing. Waktu Kerja Efektif path nakerwan mempunyai rerata 65,62 %. Nakerwan yang mempunyai WKE > 65 % adalah 63 orang (54 %) dari 125 orang. Hasil produksi rata-rata seluruh pekerja dalam 8 jam kerja adalah 341,82 pasang + 68,68. Analisis regresi multivariat didapat hemoglobin dan zat besi merupakan faktor determinan terhadap produktivitas kerja.
ABSTRACT A Study on the Relationship between Anemia on the Female Workers Performance in the Trimming Departement of Shoes Factory, Tangerang, 1998Scope and Methodology : Contribution of female labors has been increased rapidly in Indonesia. Blood haemoglobine was considered as one of the relevant factors of female productivity. A cross sectional study was conducted to find out the relationship between anemia and productivity of 125 female workers, who worked in the trimming department of shoes factory, Tangerang. The data was collected by interview, physical examination, food intake recall 2 x 24 hours and laboratory of the haemoglobine and the stool. Independent variables were: age, marriage, a knowledge of nutrition, duration of work, wages per month, food patterns, haemoglobine, calories, carbohydrat, protein, iron intake, infection of worms and effective working hours, dependent variable was working productivity. Results and conclusion : The prevalens rate of anemia was 62.4 %. The average value of haemoglobine value 11.24 g% + 1.35. It was found that there was a significant relation among anemia with food patterns, calory, carbohydrate, protein and iron intake with worm infection. The average of effective working hours (EWH) females productivity was 65,62%, EWH > 65 % was 63 females workers (54 %) from 125 persons. The average working productivity for 8 hours was 341.82 pair + 68.68. Multivariate regression analysis showed that haemoglobine and iron intake as a determinant of working productivity;A Study on the Relationship between Anemia on the Female Workers Performance in the Trimming Departement of Shoes Factory, Tangerang, 1998Scope and Methodology : Contribution of female labors has been increased rapidly in Indonesia. Blood haemoglobine was considered as one of the relevant factors of female productivity. A cross sectional study was conducted to find out the relationship between anemia and productivity of 125 female workers, who worked in the trimming department of shoes factory, Tangerang. The data was collected by interview, physical examination, food intake recall 2 x 24 hours and laboratory of the haemoglobine and the stool. Independent variables were: age, marriage, a knowledge of nutrition, duration of work, wages per month, food patterns, haemoglobine, calories, carbohydrat, protein, iron intake, infection of worms and effective working hours, dependent variable was working productivity.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jurika Chrisna
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan. Abortus spontan merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang cukup mempengaruhi kondisi fisik dan psikis pekerja di PT.X, Tangerang. Selama kurun waktu tahun 2000 - 2003 ditemukan sebanyak 14.67% sampai 20.33% kasus per tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai abortus spontan yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, khususnya stresor dan stres kerja. Metode. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol, pada 300 orang pekerja perempuan di unit produksi sebuah pabrik sepatu olah raga di Tangerang. Kasus adalah subyek yang pernah hamil dan mengalami abortus spontan selama kurun waktu tahun 2000 - 2003. Kontrol adalah subyek yang pernah hamil namun tidak pernah mengalami abortus spontan selama kurun waktu yang sama. Kelompok kasus dan kontrol diambil dari departemen yang sama, dengan perbandingan 1 kasus dipadankan dengan 2 kontrol. Kasus dan kontrol didapatkan dari data kesakitan pada perusahaan tersebut. Instrumen pengukuran stresor kerja menggunakan Survei Diagnostik Stres dan SCL-90 (Symptom Check List) untuk mengukur adanya kelainan psikopatologi/stres kerja. Hasil dan kesimpulan. Stresor kerja yang dominan terjadi pada pekerja di perusahaan sepatu ini tersebut adalah beban kerja kualitatif berlebih. Ada hubungan yang bermakna antara keenam jenis stresor kerja dengan terjadinya abortus spontan (OR 2.45 - 4.68) dan kelainan psikopatologis (OR 1.91 - 2.56). Namun tidak ditemukan keterkaitan antara kelainan psikopatologis/stres kerja dengan terjadinya abortus spontan.
Analysis of the relationship between occupational stress and spontaneous abortion among of footwear factory employees at PT: X in Tangerang (thesis). Jakarta: University ofBackground and objectives. Spontaneous abortion is one of reproductive heath problem which influence physical and psychological condition among female workers at sport shoes PT. X, Tangerang. The incidence is 14.67 % - 20.33% per year of pregnancy on 2000 -2004 The objective of this study is to get overview about the case and influence factors, especially about stressor and occupational stress Methods. This research use case-control study design at 300 female workers at production unit in a spar/shoe factory in Tangerang. Case is subject which have pregnant and spontaneous abortion during 2000 -- 2003. Control is subject which have pregnant but have never got spontaneous abortion at the same time. Group of cases and control taken from a same department, 1 case compared with 2 controls. Both of group taken from company morbidity data. Measurement instrument of occupational stressor used Diagnostic Stress Survey and SCL (Symptom Check List) for identified occupational stress/psychopathological disorders. Result and conclusion. Qualitative over workload is the most of occupational stressor which happened among workers. There was a relationship between occupational stressor with spontaneous abortion (OR 2.45 - 4.68) and psychopathologic disorders (OR 1.91 - 2.56). But there is no relationship between psychopathologic disorders/occupational stress with spontaneous abortion).
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T13624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mandu Chairani
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Metodologi Penelitian: PT. X adalah cabang dari perusahaan multinasional yang memproduksi sepatu basket, sepatu bola, sepatu multifungsi dan sepatu anak-anak. Pemakaian mesin alat kerja dan mekanisme dalam industri dapat menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui intensitas bising lingkungan tempat kerja, prevalensi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising. Metoda penelitian berupa studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 180 tenaga kerja yang terpajan bising lebih dari 85 dB. Mereka telah bekerja kurang lebih 5 tahun dan berumur antara 21 - 40 tahun. Data penelitian didapat dari medical check up, kuesioner, wawancara dan observasi ke tempat kerja. Hasil Penelitian dan Kesimpulan: Intensitas bising lingkungan tempat kerja di atas 85 dB ditemukan di bagian sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, mesin penghancur, PU, 1P dan CPED. Kasus gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga keija yang terpajan bising di atas 85 dB sebesar 11,7%. Faktor-faktor seperti umur, masa keija, pengetahuan, sikap, perilaku dan jenis ruangan tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising (p > 0,05). Sedangkan faktor-faktor seperti intensitas bising (p = 0,016) dan tempat tinggal (p = 0,039) berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising. Secara statistik terbukti odd ratio intensitas bising sebesar 4,654, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising pada intensitas bising yang tinggi (94 - 108 dB) adalah 4,654 kali lebih besar dibanding dengan intensitas bising yang lebih rendah (85 - 93 dB) dan odd ratio tempat tinggal sebesar 3,454, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di mess karyawan adalah 3,454 kali lebih besar dibanding dengan di luar mess.
Prevalence And Analysis The Factors That Related With Noise Induced Hearing Loss Among The Workers That Noise Exposured Louder Than 85 Db In X Shoes Factory, Banten, 2003Scope and Methodology PT. X is a branch of multinational that produce basketball shoes, soccer shoes, multifunction shoes and baby shoes. Using work equipment and mechanism in industry cause noise exposure in workplace. This case study done with goal to know what areas and number of worker who exposed to the noise level louder than 85 dB in workplace, also the prevalence and the factors that related with noise induced hearing loss. The research method is a cross sectional study. Sample consist 180 workers who exposed to noise louder than 85 dB. They had been worked about 5 years and their ages varied from 21 to 40 years old. Data were collected from medical check up results, questioners, interview and observation of the working condition. Result and Conclusions: The noise level louder than 85 dB in workplace found at sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, smashed machine, PU, IP and CPED. Noise induced hearing loss case among worker with noise exposured louder than 85 dB is 11,7%. The factors such as age, time work, knowledge, attitude, manner and the kind of room were not related with noise induced hearing loss (p > 0,05). But some factors such as noise level (p = 0,016) and type of residence (p = 0,039) were related with noise induced hearing loss. Statistically proven that odd ratio of noise level is 4,654, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss for exposure to higher noise level (94 - 108 dB) is 4,654 compared to low noise level (85 - 93 dB) and odd ratio of type of residence is 3,454, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss in boarding house is 3,454 compared to beside boarding house.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Suhairi
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan studi kasus ini adalah untuk mencari pemecahan masalah terjadinya gangguan fungsi paru lanjut pada pekerja dibagian compounding rubbermill dengan cara meminimalkan pajaman debu tepung karat sintesis melalui pemasangan tabir plastik transparan di lokasi timbangan sejajar dengan "canopy hood local exhaust ventilation".

Disain studi ini menggunakan cara studi intervensi dengan metode pendekatan "problem solving cycle" yang dilakukan terhadap total populasi pekerja di bagian compounding rubbermill yang berjumlah 10 orang laki-laki. Studi dilakukan dengan wawancara responden dengan kuesioner Pneumobile Indonesia yang telah dimodifilaasi untuk menemukan kasus-kasus gangguan fungsi paru. Pemeriksasn fisik dilakukan untuk menemukan kelainan toraks dan kelainan paru serta dilakukan pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri. Bagi responden dengan kelainan obstruksi dan restriksi dilakukan pemeriksaan foto toraks.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini didapatkan kadar debu total subbagian timbang silika di atas NAB dan kadar debu respirabel pada 3 tempat penimbangan telah melampaui NAB. Pada analisa komposisi debu tidak terdapat silika bebas. Gejala klinik berupa keluhan batuk kronik 50 %, dahak kronik 70%, sesak napas 10% serta bronkitis kronik 10%. Ditemukan gangguan fungsi paru obstruksi pada 10% responden dan restriksi pada 30% responden. Pada pemeriksaan foto toraks ditemukan 20% responden below TB paru dan 10 % responden bekas TB baru dengan gambaran fibrosis. Intervensi yang dilakukan menunjukkan keberhasilan yang dapat dilihat dari turunnya kadar debu total sampai di bawah NAB dan keluhan gejala klinis berupa batuk kronik dari 50% menjadi 40% dan dahak kronik dari 70% menjadi 50% dalam 6 minggu.


ABSTRACT/b>
The objectives of this study is, to prevent the workers at compounding rabbermill department from those harmful effect of the synthetic rubber talc dust, by minimizing dust exposure through installed transparent plastic curtain parallels to canopy hood of local exhaust ventilation at silica weighing place.

Intervention study was designed, covering 10 workers as total population during 3 months. Data collection was gathered by interview using modified Pneumobile Indonesia questionnaire, physical examination, lung function test by using spirometer and chest x-ray for whom are getting obstruction and restriction on diagnostic lung function test.

The result revealed that total dust of silica weighing area was greater than TLV and respirable dust of 3 points of weighing area were greater than UV. There were no free silica in dust composition analysis found out. Clinical symptoms appeared as follows : chronic cough 50%, sputum 70%, breathing difficulty 10%, chronic bronchitis 10%, obstruction lung ventilation 10%, restriction lung ventilation 30% and chest x-ray examination showed post-pulmonary TB 20% and post-pulmonary TB with fibrosis 10%. Intervention was successful to reduce total dust concentration up to bellow TLV and reduction in clinical signs and symptoms of chronic cough from 50% to 40% and sputum from 70% to 500/o within 6 weeks.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library