Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulianty
"Dikotomi area publik dan domestik teijadi sejak abad ke-19 dan menghasilkan karakteristik yang berbeda pada kedua area tersebut. Area domestik yang bersifat emosional, mengasuh berhubungan dengan keluarga, rumah, dan anak-anak, serta pekeijaan domestik rumah tangga diasosiasikan dengan dunia wanita sedangkan area publik yang kompetitif, berhubungan dengan dunia keija, politik, pendidikan serta mempunyai status dan otoritas yang lebih tinggi adalah area laki-laki. Akibatnya, laki-laki.dianggap tidak mampu mengurus anak dan mengerjakan pekeijaan rumah tangga dan wanita tidak mampu berada di dunia publik. Pada kenyataannya sekarang ini banyak wanita yang bisa sukses di area publik, namun kadang mereka tidak bisa menampilkan kemampuannya secara maksimal karena faktor yang disebut peran gender. Peran gender salah satunya membedakan laki-laki dan perempuan dalam peran sosial, misalnya, laki-laki berperan sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga.
Ideologi peran gender yang tradisional secara kaku membagi tugas-tugas berdasarkan jenis kelamin daripada kemampuan dan keinginan sedangkan yang modem/liberal memandang laki-laki dan perempuan sama pentingnya dan lebih mengarah pada prinsip persamaan dan keseimbangan serta tidak ada lagi pembagian tugas-tugas secara kaku. Salah satu bentuk praktis yang terkait dengan peran gender adalah pekeijaan rumah tangga, hal ini sesuai dengan definisinya yang diberikan oleh beberapa tokoh bahwa pekeijaan rumah tangga adalah pekeijaan wanita. Karena jenisnya yang banyak dan amat memakan waktu dalam pengeijaannya, sering muncul masalah bila seorang wanita juga bekeija di luar rumah. Karena itu betapa baiknya bila laki-laki sebagai pasangan wanita dalam kehidupan berumah tangga mau terlibat dalam pekeijaan ini. Namun ada laki-laki yang mau terlibat jauh dalam pekeijaan rumah tangga, ada yang hanya pada pekeijaan tertentu saja yang sepertinya memang pantas dilakukan laki-laki dan ada yang tidak mau sama sekali.
Penelitian mengemukakan semakian liberal suami maka kecenderungan untuk mengeijakan pekeijaan rumah tangga semakin besar atau penelitian lain yaitu ada hubungan antara kepercayaan peran gender yang egaliter dengan banyaknya pekeijaan rumah tangga yang dilakukan laki-laki. Kunci untuk memahami dan memprediksi apa yang dilakukan seseorang adalah dengan pemahaman akan sikapnya. Karena itu penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan: apakah ada hubungan antara sikap terhadap peran gender dengan keterlibatan dalam pekeijaan rumah tangga. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling yakni secara incidental (tidak semua elemen dari populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk terpilih sebagai sampel) kepada mahasiswa Universitas Indonesia. Alat pengumpulan data berupa dua buah kuesioner yang bertujuan untuk mengukur sikap terhadap peran gender dengan keterlibatan dalam pekeijaan rumah tangga.
Dari penelitian ini hipotesa alternatif yang diajukan ternyata diterima, sehingga pada subyek penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap peran gender dengan keterlibatan dalam pekeijaan rumah tangga, makin modem sikap terhadap peran gender makin tinggi keterlibatan anak laki-laki yang berstatus mahasiswa dalam pekeijaan rumah tangga. Penelitian ini memang mendapatkan hasil uji hipotesa yang signifikan untuk masalah yang ingin dipertanyakan dan bisa menjawab pertanyaan penelitian. Namun, hasil yang diperoleh masih kurang banyak memberikan informasi, misalnya bagaimana gambaran sikap peran gender subyek apakah cenderung tradisional atau sudah modem yang untuk itu semua dibutuhkan norma yang tidak bisa dipenuhi dalam penelitian ini. Maka untuk penelitian selanjutnya mungkin bisa melakukan hal tersebut. Untuk saran praktis kiranya agar lebih diperhatikan pembentukan peran gender anak sedari dini dan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan peran gender agar lebih banyak dilakukan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joana Pingkan Adventia
"Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan untuk melihat perbedaan sikap peran gender pada 225 ibu di Jabodetabek yang memiliki anak usia 3-5 tahun dan pernah bersekolah. Tingkat pendidikan ibu akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tingkat pendidikan tinggi (S1-S3) dan tingkat pendidikan rendah (SD-diploma). Selain itu, hubungan antara sikap peran gender dan keinginan mainan dengan stereotip gender mainan ibu juga akan terlihat. Skala NGRA (Normative Gender Role Attitude) akan digunakan untuk mengukur sikap peran gender ibu. Alat ukur keinginan mainan digunakan untuk melihat penilaian ibu terhadap mainan anak dan mainan stereotip gender digunakan untuk melihat stereotip gender pada mainan yang diterapkan ibu. Ada perbedaan yang signifikan sikap peran gender pada ibu dengan tingkat pendidikan rendah dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dengan nilai t (117,26) = 4,24, p = 0,000. Sikap peran gender ditemukan terkait dengan keinginan mainan cross-sex toys (r = -0.291, p <0.01) dan keinginan netral mainan (r = -0.173, p <0.01). Mainan stereotip gender menunjukkan korelasi yang signifikan dengan sikap peran gender, dengan nilai korelasi (r = 0,361, p <0,001) untuk mainan stereotip maskulin, (r = 0,361, p <0,001), (r = -0,268, p <0,001 ) untuk mainan stereotip feminin, dan (r = 0.194, p <0.001) untuk mainan netral.

This research is a quantitative study conducted to see the differences in gender role attitudes among 225 mothers in Jabodetabek who have children aged 3-5 years and have attended school. The mother's education level will be divided into two groups, namely high education level (S1-S3) and low education level (SD-diploma). In addition, the relationship between gender role attitudes and desire to play with gender stereotypes of mother toys will also be seen. The NGRA (Normative Gender Role Attitude) scale will be used to measure the mother's gender role attitudes. The toy desire measurement tool is used to see the mother's assessment of children's toys and gender stereotyped toys are used to see gender stereotypes in toys that are applied by mothers. There is a significant difference in gender role attitudes among mothers with a low level of education compared to mothers with a high level of education with a value of t (117.26) = 4.24, p = 0.000. Gender role attitudes were found to be associated with desire for cross-sex toys (r = -0.291, p <0.01) and desire for neutral toys (r = -0.173, p <0.01). Gender stereotype toys showed a significant correlation with gender role attitudes, with correlation values ​​(r = 0.361, p <0.001) for stereotypical masculine toys, (r = 0.361, p <0.001), (r = -0.268, p <0.001) for feminine stereotypical toys, and (r = 0.194, p <0.001) for neutral toys."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitha Masrati Widodo
"Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk melihat perbandingan sikap peran gender ibu dan preferensi pemilihan mainan pada ibu bekerja yang menyandang status breadwinner dan bukan breadwinner di Jabodetabek. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 108 orang ibu bekerja yang memiliki anak berusia 3-5 tahun. Alat ukur Normative Gender Role Attitudes (NGRA) digunakan untuk mengukur sikap peran gender ibu dan Toys Desirability Judgement digunakan untuk mengukur preferensi pemilihan mainan anak oleh ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara preferensi pemilihan cross-sex toys dengan sikap peran gender pada ibu bekerja yang menyandang status breadwinner dan bukan breadwinner di Jabodetabek (r(106)= -.210, p= 0.029, two-tailed). Akan tetapi, tidak ditemukan perbedaan skor sikap peran gender dan preferensi pemilihan mainan anak baik pada ibu bekerja yang merupakan breadwinner maupun bukan breadwinner di Jabodetabek.

This quantitative research was aimed to examine the comparison of mother’s gender role attitudes and toys desirability in working mothers who are breadwinners and not breadwinners in Jabodetabek. The participants of this research were 108 working mothers who had children aged between 3-5 years old. Gender role attitudes was measured using Normative Gender Role Attitudes (NGRA) and toys desirability was measured using Toys Desirability Judgement. The results showed that there was a significant negative relationship between toys desirability cross-sex toys and gender role attitudes in mothers with breadwinner status and not breadwinner in Jabodetabek (r(106)= -.210, p= 0.029, two-tailed). However, there were no differences in toys desirability and gender role attitudes for Mothers who were breadwinners or not breadwinners in Jabodetabek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Larasati
"ABSTRAK
Pemilihan mainan oleh orang tua kepada anak dapat menjadi sebuah sarana untuk sosialisasi gender. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara preferensi mainan orang tua dengan sikap peran gender, serta mengindikasikan adanya pengaruh jenis kelamin orang tua dan jenis kelamin anak terhadap preferensi mainan tersebut. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara preferensi mainan (toy desirability) orang tua dan sikap peran gender mereka, serta perbedaan kedua variabel tersebut antar populasi ayah dan ibu. Toy desirability diukur dengan meminta partisipan menilai desirability akan 30 buah mainan dengan skala Likert 7 poin, sementara sikap peran gender diukur dengan alat ukur Normative Gender Role Attitudes (NGRA). Partisipan terdiri dari 285 ayah dan ibu domisili Jabodetabek. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gender role attitudes orang tua dengan penilaian toy desirability untuk same-sex (r=0.196, p<0.01) dan neutral toys(r=-0.187, p<0.01). Tidak terdapat perbedaan sikap peran gender maupun preferensi pemberian mainan antara ayah dan ibu. Ketika jenis kelamin anak diperhitungkan, ditemukan bahwa orang tua lebih menginginkan same-sex toys dan tidak menginginkan cross-sex toys bagi anak lelaki ketimbang anak perempuan.

ABSTRACT/b>
The toys parents select for their children could play a part in their socialization of gender roles. Previous studies indicate a correlation between gender role attitudes in parents and their preference of toys, as well as a difference in toy preference asa function of the parents and the childs gender. This study aims to look into parents toy desirability ratings, its correlation with parents gender role attitudes, and the difference between the two variables in mothers and fathers, with and without considering the gender of their child. Toy desirability scores are obtained by asking participants to rate the desirability of 30 toys using a 7-point Likert scale, whilst the Normative Gender Role Attitudes (NGRA) scale is used to measure gender role attitudes. The study is participated by 285 Indonesian mothers and fathers residing in Jabodetabek area. Results show a significant correlation between parents gender role attitudes and their desirability ratings for same-sex toys (r=0.196, p<0.01) and neutral toys(r=-0.187, p<0.01). No difference is shown between mothers and fathers in gender role attitudes and toy desirability ratings when the childs gender is not considered. When the childs gender is considered, it is found that parents desire same-sex toys and reject cross-sex toys for their sons more they do for their daughters.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library