Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Linca Anggria
Abstrak :
ABSTRAK
Tanaman menyerap silicon dari larutan tanah dalam bentuk asam monosilikat, yang juga disebut asam ortosilikat (H4SiO4). Penggunaan bahan organic dan anorganik yang mengandung Si yang cepat tersedia bagi tanaman dapat meningkatkan ketersediaan Si dalam tanah dan penyerapannya oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelepasan Si dari bahan organic dan anorganik dan penyerapannyaoleh tanaman padi. Pelepasan fosfor (P) dari bahan-bahan sumber Si tersebut juga di evaluasi. Bahan anorganik yan diteliti meliputi abu terbang (fly ash), terak baja, silica gel, dan silica gel jepang, sedangkan untuk bahan organic terdiri atas abu sekam padi (RHA), sekam padi bakar (RHB), media jamur (MM), biochar kulit buah kako (cocoa SB), dan kompos jerami padi (RSC). Pengamatan dinamika Si dan P dilakukan secara berkala pada 7,17,24, dan 34 hari setelah tanam (HST), sementra anakan dan tinggi tanaman padi diamati pada 16, 21, dan 36 HST. Hadil penelitian menujukan bahwa konsentrasi Si dalam larutan yang berasal dari bahan organic paling tinggi untuk JSG dan diikuti oleh silikia gel, masing-masing 1, 107 dan 0,806 mmol L-1. Pelepasan Si dari bahan organic tertinggi terdapat pada RHB dan RHA (0,618 dan 0, 539 mmol L-1). Biochar kulit buah kokoa, silica gel, JSG, dan RHB nyata meningkatkan tinggi tanaman padi pada 36 HST. Sumber Si tidak memengaruhi jumlah anakan tanaman. Dari bahan yang digunakan, terak baja dan silica gel Jepang (JSG) nyata memengaruhi serapan Si oleh tanaman padi.
Jakarta: Indonesian Agency for Agricultural Research and Development, 2017
630 IJAS 11:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Luminar
Abstrak :
Permasalahan bahan isolasi telah terjadi seperti retak, rapuh luntur dan sebagainya sejak digunakan beberapa produk porselen yang beraneka ragam seperti pin isolator 20 kV yang digunakan sebagai pemegang atau pemikul konduktor yang diisolasi pada sistem saluran lintas udara tenaga listrik berskala besar. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh perbandingan sifat phisik produk-produk tersebut. Dari hasil analisa kualitatif unsur material dengan menggunaan spektrometer sinar-x XRF dan diffraktometer sinar-x XRD, yang diinterpretasikan dari hasil uji-jenis sifat-sifat teknik listrik dan mekanik, telah memberikan hasil dari identifikasi unsur material yang meliputi formula khemikal, data kristalografi, dan identifikasi unsur-unsur material yang relatif dapat mempengaruhi sifat-sifat listrik dan mekanik pada produk porselen pin isolator 20 kV. Hasil analisa menunjukkan bahwa produk menggunakan aluminum silicate hydrat dan silicon dioxide sebagai komponen utama material, tetapi berbeda didalam pemakaian komponen pencampur seperti alkali aluminum silicate dan alkalin mineral. Ternyata produk yang menggunakan aluminum silicate hydrate dengan kandungan Al yang relatif besar menunjukkan bahwa oxida impuritas terjadi dari unsur Mn, disamping adanya unsur Ti dan Fe. Produk manufaktur diproses melalui pembakaran pada suhu 1200°-14500C. Unsur Si dengan intensitas yang relatif besar telah menunjukkan bahwa tingkat ketahanan isolasi listrik lebih baik pada produk porselen pin isolator. Oxida impuritas dari unsur Ti yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya tingkat ketahanan isolasi listrik. Kuat mekanik yang relatif besar belum tentu memberikan sifat isolasi listrik yang baik.
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Agus Bayu Prasetyo
Abstrak :
Korosi adalah sebuah produk yang dihasilkan oleh sebuah reaksi kimia antara mineral dengan oksigen dalam bentuk oksida yang sangat merugikan. Proses terjadinya korosi permukaan pada peralatan yang di bungkus isolasi tahan panas sulit dideteksi secara fisik dari luar sehingga kerusakan baru diketahui apabila sudah terjadi kegagalan pada saat peralatan atau sistim sudah mengalami kebocoran. Penelitian terhadap produk korosi beserta material isolasi tahan panas di daerah produk korosi dilakukan untuk mengidentifikasi mekanisme korosi yang terjadi pada permukaan pipa. Dengan menggunakan alat uji laboratorium XRF, XRD dan TG-DTA dapat diketahui kandungan material pada produk korosi beserta material isolasi tahan panas yang terpasang serta perilaku peruraian kandungan material sehingga dapat dibandingkan dengan material aslinya. Korosi permukaan pada pipa kondensat ASTM A53-B yang teijadi dilapangan adalah akibat adanya air (H2O) yang diserap oleh material isolasi tahan panas calcium silicate (CaSiOj) sehingga membentuk calcium hydroxide (Ca(OH)2), disamping itu kondisi operasional sistim yang mengalami perubahan temperatur berulang-ulang (cyclic) juga memiliki kontribusi mempercepat terjadinya proses korosi. Air yang masuk melalui celah pelapis luar material isolasi tahan panas akan menimbulkan senyawa baru dan mengakibatkan terjadinya korosi permukaan pipa seperti yang didapatkan dari pengujian sample didapatkan calcium yang terkandung dalam produk korosi. ......Corrosion is product of a Chemical reaction between mineral and oxygen in term of destructive oxide. Visually, surface corrosion in most of equipment which covered by thermal insulation material are undetectable, consequently that any failures will be recognize only after leakage take in place. Study of the corrosion product including thermal insulation material around corrosion product had been done to identify corrosion mechanism at pipe surface. By using laboratory test apparatus XRF, XRD and TG-DTA is able to identify corrosion Chemical product, thermal insulation material and thermal behavior as result of corrosion under insulation experiment. Surface corrosion at existing condensate pipe ASTM A53-B is reaction product of water (H2O) and calcium silicate (CaSiO3) which produced calcium hydroxide (Ca(OH)i). In addition cyclic operation temperatures here proven to accelerate the corrosion process and water that found as absorbed by thermal insulation materials generates a new Chemical product which was found as calcium hydroxide at corrosion product.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T26350
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Agus Bayu Prasetyo
Abstrak :
Korosi adalah sebuah produk yang dihasilkan oleh sebuah reaksi kimia antara mineral dengan oksigen dalam bentuk oksida yang sangat merugikan. Proses terjadinya korosi permukaan pada peralatan yang di bungkus isolasi tahan panas sulit dideteksi secara fisik dari luar sehingga kerusakan baru diketahui apabila sudah terjadi kegagalan pada saat peralatan atau sistim sudah mengalami kebocoran. Penelitian terhadap produk korosi beserta material isolasi tahan panas di daerah produk korosi dilakukan untuk mengidentifikasi mekanisme korosi yang terjadi pada permukaan pipa. Dengan menggunakan alat uji laboratorium XRF, XRD dan TG-DTA dapat diketahui kandungan material pada produk korosi beserta material isolasi tahan panas yang terpasang serta perilaku peruraian kandungan material sehingga dapat dibandingkan dengan material aslinya. Korosi permukaan pada pipa kondensat ASTM A53-B yang teijadi dilapangan adalah akibat adanya air (H2O) yang diserap oleh material isolasi tahan panas calcium silicate (CaSiOj) sehingga membentuk calcium hydroxide (Ca(OH)2), disamping itu kondisi operasional sistim yang mengalami perubahan temperatur berulang-ulang (cyclic) juga memiliki kontribusi mempercepat terjadinya proses korosi. Air yang masuk melalui celah pelapis luar material isolasi tahan panas akan menimbulkan senyawa baru dan mengakibatkan terjadinya korosi permukaan pipa seperti yang didapatkan dari pengujian sample didapatkan calcium yang terkandung dalam produk korosi. ......Corrosion is product of a Chemical reaction between mineral and oxygen in term of destructive oxide. Visually, surface corrosion in most of equipment which covered by thermal insulation material are undetectable, consequently that any failures will be recognize only after leakage take in place. Study of the corrosion product including thermal insulation material around corrosion product had been done to identify corrosion mechanism at pipe surface. By using laboratory test apparatus XRF, XRD and TG-DTA is able to identify corrosion Chemical product, thermal insulation material and thermal behavior as result of corrosion under insulation experiment. Surface corrosion at existing condensate pipe ASTM A53-B is reaction product of water (H2O) and calcium silicate (CaSiO3) which produced calcium hydroxide (Ca(OH)i). In addition cyclic operation temperatures here proven to accelerate the corrosion process and water that found as absorbed by thermal insulation materials generates a new Chemical product which was found as calcium hydroxide at corrosion product.
Universitas Indonesia, 2009
T40270
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Kiarranabila Deyvita
Abstrak :
Die soldering merupakan salah satu cacat proses pengecoran logam dimana cairan logam melekat pada permukaan baja cetakan. Proses ini merupakan hasil reaksi antar muka antara aluminium cair dengan permukaan cetakan. ADC12 yaitu aluminium dengan kandungan silikon 10% serta baja cetakan SKD 61 merupakan hal yang umum digunakan sebagai cairan logam dan material cetakan pada proses pengecoran tekan (die casting) paduan aluminium. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh temperatur tuang dan penggunaan pelapis zirkonium silikat terhadap pembentukan lapisan intermetalik yang terbentuk selama proses reaksi antar muka pada saat pencelupan. Sampel uji yang digunakan yaitu baja perkakas jenis SKD 61 hasil annealing, yang dicelup pada Al-10%Si dengan variasi temperatur tahan 680oC, 720 oC dan 760 oC pada waktu kontak yang sama, yaitu 30 menit. Karakterisasi yang dilakukan meliputi Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy, Micro Hardness Test, dan Optical Emission Spectrometers. Hasil penelitian menunjukkan dua lapisan intermetalik terbentuk pada permukaan baja perkakas SKD 61 yakni compact intermetallic layer dan broken + floating intermetallic layer Peningkatan temperatur tuang pada proses pencelupan baja perkakas SKD 61 pada paduan Al-10%Si meningkatkan kekerasan mikro secara linear, dimana kekerasan compact layer dan broken + floating layer pada temperatur 680oC adalah 316,94 VHN dan 202,3 VHN pada temperature 720oC 358,1 dan 228,63 VHN pada 760oC adalah 424,24 VHN dan 235,77 VHN. Semakin tinggi kadar Fe maka kekerasan intermetalik akan semakin meningkat. Peningkatan kadar Fe berakibat pembentukan partikel fasa intermetalik Al-Fe-Si. Sedangkan ketebalan lapisan intermetalik yang terbentuk pada temperatur 680oC sebesar 106,676 μm, pada 720oC mengalami peningkatan menjadi 108,249 μm, kemudian mengalami penurunan yang signifikan pada temperatur 760oC menjadi 86,413 μm. Kekerasan dan ketebalan lapisan intermetalik yang tinggi dapat menyebabkan pelekatan antara cetakan dan paduan aluminium menjadi lebih kuat sehingga menyebabkan die soldering. ......Die soldering is a metal casting process defect where the molten metal adheres to the surface of the steel mold. This process is the result of an interfacial reaction between molten aluminum and the mold surface. ADC12, which is aluminum with a silicon content of 10%, and SKD 61 tool steel are commonly used as the molten metal and mold material in the die casting process of aluminum alloys. This study was conducted to analyze the influence of pouring temperature and the use of zirconium silicate coating on the formation of the intermetallic layer that occurs during the interfacial reaction during dipping. The test specimens used were annealed SKD 61 tool steel, which were dipped in Al-10%Si with varying dipping temperatures of 680°C, 720°C, and 760°C for the same contact time of 30 minutes. Characterization was carried out using Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), Micro Hardness Test (MHT), and Optical Emission Spectroscopy (OES). The results showed that two intermetallic layers were formed on the surface of SKD 61 tool steel, namely compact intermetallic layer and broken + floating intermetallic layer. The increase in pouring temperature in the dipping process of SKD 61 tool steel into Al-10%Si alloy linearly increases the micro hardness. Specifically, the compact layer hardness and broken + floating layer at 680°C are 316.94 VHN and 202.3 VHN, respectively; at 720°C, they are 358.1 VHN and 228.63 VHN; and at 760°C, they are 424.24 VHN and 235.77 VHN. Higher Fe content leads to increased intermetallic hardness. Increasing Fe content results in the formation of Al-Fe-Si intermetallic phase particles. Meanwhile, the thickness of the intermetallic layer formed at 680°C is 106.676 μm, which increases to 108.249 μm at 720°C, and then decreases significantly to 86.413 μm at 760°C. High hardness and thickness of the intermetallic layer can enhance adhesion between the mold and the aluminum alloy, leading to die soldering.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Cahyanurani Setyabrata
Abstrak :
Terak nikel merupakan salah satu hasil pengolahan serta peleburan bijih nikel. Di Indonesia sendiri, dibutuhkan adanya pemanfaatan lebih lanjut terhadap pengolahan unsur berharga didalamnya. Kandungan lain yang terdapat didalam terak nikel yaitu fayalite Fe2SiO4, Fe-rich Forsterite FeMgSiO4 serta Olivine NiMgSiO4 dimana kandungan unsur nikel dan tembaga tersebar secara merata pada matriks besi silika ini yang kemudian menyulitkan proses peningkatan kadar nikel dan tembaga. Adanya penambahan aditif natrium karbonat Na2CO3 berguna sebagai pengikat silika dapat menjadi metode alternatif untuk meningkatkan kadar unsur nikel dan tembaga pada terak nikel. Pada penelitian ini dilakukan pirometalurgi menggunakan batu bara sebagai reduktor pada temperatur operasi 800°C, 900°C dan 1000°C dan rasio antara terak nikel dengan aditif sebesar 1:1, 1:2, dan 2:1. Adanya peningkatan temperatur hingga 1000 C dengan penambahan natrium karbonat memperlihatkan terbentuknya senyawa Sodium Magnesiosilicate serta pembebasan besi dalam bentuk hematit dengan kadar semi-quant 25,1 hematit dan 29,4 Sodium Magnesiosilicate. Hal ini juga terjadi pada proses pirometalurgi dengan peningkatan rasio dari 1:1 menjadi 1:2 dimana terdapat kadar semi-quant 29,4 dan 30,0 Sodium Magnesiosilicate serta hematit masing-masing sebesar 25,1 dan 28,8. ......Nickel slag is one of the output from nickel ore smelting. In Indonesia itself, further utilization of valuable elements in it is needed to be processed. Nickel slag also has Fayalite Fe2SiO4 content where nickel and copper are spread evenly on the iron matrix silica which then complicate the process of increasing nickel and copper content. The addition of Sodium Carbonate Na2CO3 is used as a silica binder and as an alternative way to increase nickel and copper content. In this research, pyrometallurgy is done by coal as a reductor in 800°C, 900°C and 1000°C operating temperature and ratio between nickel slag and additive equal to 1 1, 1 2, and 2 1. The increase of temperature up to 1000°C with the addition of sodium carbonate shows the formation of Sodium Magnesiosilicate as well as the Fe liberation in the form of hematite with semi quant content of hematite and sodium magnesiosilicate 25,1 and 29,4 respectively. These condition also occurs in the pyrometallurgy process with an increase in the ratio from 1.1 to 1.2 wherein there are semi quant content of Sodium Magnesiosilicate 29,4 and 30,0 respectively and Hematite 25,1 and 28,8 respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Andhira Puteri
Abstrak :
Adanya permasalahan mengenai tingkat emisi CO2, menyebabkan meningkatnya kesadaran untuk mengurangi emisi CO2 dengan penelitian untuk mengembangkan teknologi Carbon Capture, Storage, and Utilization (CCSU). Dikarenakan sumber magnesium silicate melimpah dan mudah untuk ditemukan di dunia, magnesium silicate digunakan untuk mengurangi emisi CO2dengan menangkap dan menyimpan CO2 menggunakan carbon capture storage (CCS). Pada penelitian ini, magnesium silicate diberikan perlakuan leaching untuk memulihkan kandungan unsur magnesiumnya. Filtrat hasil proses leachingakan digunakan untuk proses karbonasi dengan penambahan NH3 dan diinjeksikan oleh tekanan gas CO2. Perlakuan karbonasi menggunakan temperatur sebagai variabel bebas dengan variasi 30, 40, dan 50oC. Karakterisasi yang dilakukan yaitu pengujian X-ray Diffraction (XRD), X-Ray Fluorescence (XRF), Scanning Electron Microscope – energy dispersive X-ray (SEM–EDS), dan Inductively coupled plasma-optical emission spectrometry (ICP-OES) yang bertujuan untuk mengetahui morfologi mikrostruktur permukaan dan kandungan senyawa yang dihasilkan dari percobaan. Dari proses karbonasi didapatkan bahwa semakin tinggi temperatur proses karbonasi menghasilkan peningkatan konsentrasi unsur magnesium pada endapan yang dihasilkan. Pada proses karbonasi yang diinjeksi CO2 dengan penambahan NH3 membentuk senyawa hydromagnesite (Mg5(CO3)4(OH)2·4H2O), magnesium carbonate (MgCO3), dan calcium carbonate (CaCO3). ......The existence of problems regarding CO2 emission levels has led to increased awareness to reduce CO2 emissions with research to develop Carbon Capture, Storage, and Utilization (CCSU) technology. Because the source of magnesium silicate is abundant and easy to find in the world, magnesium silicate is used to reduce CO2 emissions by capturing and storing CO2 using carbon capture storage (CCS). In this study, magnesium silicate was treated with a leaching process to recover magnesium content. The leaching filtrate will be used for the carbonation process with the addition of NH3 and injected with CO2 gas pressure. The carbonation treatment uses temperature as an independent variable with variations of 30, 40 and 50oC. The characterization carried out was testing X-ray Diffraction (XRD), X-Ray Fluorescence (XRF), Scanning Electron Microscope-energy dispersive X-ray (SEM–EDS), and Inductively coupled plasma-optical emission spectrometry (ICP-OES) which aims to determine the morphology of the surface microstructure and the content of the experimental compounds. From the carbonation process it is known that the higher the temperature of the carbonation process results in an increase in the concentration of the element magnesium in the resulting precipitate. In the carbonation process, CO2 is injected with the addition of NH3 to form hydromagnesite (Mg5(CO3)4(OH)2·4H2O), magnesium carbonate (MgCO3), dan calcium carbonate (CaCO3).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jennifer Fortiana
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Berbagai material kaping pulpa berbahan dasar kalsium silikat terus dikembangkan, diantaranya semen berbasis kalsium silikat dengan penambahan steroid. Tujuan: Menganalisis efek penambahan steroid pada semen berbasis kalsium silikat terhadap viabilitas sel fibroblas. Metode: Sel fibroblas embrio ayam direndam dalam ekstrak larutan semen berbasis kalsium silikat dengan penambahan steroid dan MTA. Viabilitas sel dihitung dengan menggunakan uji MTT. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (p ≤ 0,05) viabilitas sel pada kelompok semen berbasis kalsium silikat dengan penambahan steroid dibandingkan kelompok kontrol dan MTA. Kesimpulan: Penambahan steroid menurunkan viabilitas sel. Terdapat peningkatan pada 72 jam, yang menandakan terjadinya proliferasi sel.ABSTRACT
Background: Calcium silicate based materials are being developed continuously, one of them is calcium silicate based cement containing steroid. Objective: To analyze the effect of steroid addition in calcium silicate based cement on fibroblast cells viability. Methods: Chicken embryonic fibroblast cells were immersed in extract solution of calcium silicate based cement containing steroid and MTA. Viability was analyzed by MTT Assay. Results: Significant difference (p ≤ 0,05) of viability on calcium silicate based cement containing steroid group was found, compared to control and MTA group. Conclusion: Steroid addition decrease viability. There was an increase in 72 hours, marking cells proliferation.;Background: Calcium silicate based materials are being developed continuously, one of them is calcium silicate based cement containing steroid. Objective: To analyze the effect of steroid addition in calcium silicate based cement on fibroblast cells viability. Methods: Chicken embryonic fibroblast cells were immersed in extract solution of calcium silicate based cement containing steroid and MTA. Viability was analyzed by MTT Assay. Results: Significant difference (p ≤ 0,05) of viability on calcium silicate based cement containing steroid group was found, compared to control and MTA group. Conclusion: Steroid addition decrease viability. There was an increase in 72 hours, marking cells proliferation.;Background: Calcium silicate based materials are being developed continuously, one of them is calcium silicate based cement containing steroid. Objective: To analyze the effect of steroid addition in calcium silicate based cement on fibroblast cells viability. Methods: Chicken embryonic fibroblast cells were immersed in extract solution of calcium silicate based cement containing steroid and MTA. Viability was analyzed by MTT Assay. Results: Significant difference (p ≤ 0,05) of viability on calcium silicate based cement containing steroid group was found, compared to control and MTA group. Conclusion: Steroid addition decrease viability. There was an increase in 72 hours, marking cells proliferation.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Astari Dewi Aryani
Abstrak :
Latar Belakang: Pengisian saluran akar dengan teknologi terbaru siler premixed kalsium silikat pozolan dengan aktivasi ultrasonik dapat mengurangi porositas pengisian saluran akar. Reaksi pozolan menghasilkan siler dengan daya alir yang lebih baik dengan waktu pengerasan yang lebih cepat, terlebih dengan aktivasi ultrasonik yang akan mengurangi terbentuknya porositas dan meningkatkan kerapatan siler terhadap dinding saluran akar. Tujuan: Menganalisis perbedaan kerapatan siler berbasis kalsium silikat dan siler berbasis kalsium silikat pozolan dengan aktivasi ultrasonik dan tanpa aktivasi ultrasonik terhadap dinding saluran akar. Metode: Evaluasi kerapatan siler berbasis kalsium silikat dan kalsium silikat pozolan dengan aktivasi ultrasonik dan tanpa aktivasi ultrasonik terhadap dinding saluran akar pada 32 gigi premolar rahang bawah yang sudah diekstraksi yang dilihat dari persentase volume porositas pengisian saluran akar menggunakan dengan teknologi 3 dimensi Mikro-CT. Hasil: Siler berbasis kalsium silkat pozolan yang diaktivasi ultrasonik menunjukkan kerapatan siler saluran akar terhadap dinding saluran akar terbaik. Kesimpulan: Kerapatan siler berbasis kalsium silikat pozolan terhadap dinding saluran akar lebih baik dibandingkan siler berbasis kalsium silikat. Kerapatan siler yang diaktivasi ultrasonik terhadap dinding saluran akar juga lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diaktivasi ultrasonik. ......The latest technology of premixed calcium silicate pozzolan sealer with ultrasonic activation can reduce the porosity of root canal filling. Pozzolan reaction allows the sealer with better flow capacity with faster hardening time, especially with ultrasonic activation which will reduce the formation of porosity and increase sealing ability of root canal filling. Objective: Analyzing differences in sealing ability of calcium silicate-based sealers and calcium silicate pozzolan-based sealers with ultrasonic activation and without ultrasonic activation with 3D Micro-CT analysis. Methods: 32 samples of single rooted lower premolar were given root canal filling using gutta percha and calcium silicate-based sealers and with or without ultrasonic activation. Sealing ability was evaluated by measuring total porosity of the root canal filling. Group 1: calcium silicate-based sealer without ultrasonic activation, group 2: calcium silicate-based sealer with ultrasonic activation, group 3: calcium silicate pozzolan-based sealer without ultrasonic activation, and group 4: calcium silicate pozzolan-based sealer with ultrasonic activation. Result: Ultrasonic activated calcium silicate pozzolan-based showed the best sealing ability with lowest porosity. Conclusion: Calcium silicate pozzolan-based sealers have better sealing ability compared to calcium silicate-based sealers. The ultrasonic activated sealer groups also showed better sealing ability compared to the one that was not activated by ultrasonic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agy Randhiko
Abstrak :
Alumium merupakan material yang dominan digunakan dalam dunia industri, industri manufaktur banyak menghasilkan produk aluminium dengan metode casting. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam proses pengecoran adalah coating. Coating pada proses pengecoran bertujuan mengurangi kejutan termal. Zirkon merupakan material yang biasa dipakai sebagai material pengisi, tetapi zirkon memilik harga yang relative mahal, sehingga pada penelitian ini akan dibahas pengaruh dari material pengisi alumina dan talc terhadap zirkon untuk menghasilkan refractory coating yang baik. Penelitian ini berfokus pada variasi konsentrasi dan juga temperatur pengeringan yang ideal sehingga didapatkan coating yang baik. Analisa pada penelitian ini antara lain Pengujian X-Ray Diffraction (XRD), X-Ray Flourensi (XRF), Particle Size Analyzer (PSA), viscosity, thermal analysis mengguanakan differential thermal analysis (DTA), pengambilan gambar dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) yang dilengkapi oleh fasilitas EDX untuk mengetahui kandungan material yang ada pada material coating. Pengujian pull off strength dilakukan untuk mengetahui sifat adhesive dari material coating. Konduktivitas termal dilakukan untuk mengetahui nilai konduktivitas termal dari lapisan coating. Hasil dari pengujian bahwa material alumina dan talc dapat digunakan sebagai filler material bahan baku refractory coating. Ukuran partikel kecil dapat mempercepat proses homogenisasinya, sementara distribusi partikel berpengaruh terhadap konsentrasi tegangan. Bahan baku ball mill lebih baik distibusi partikelnya.
Alumium is the dominant material used in the industrial company, many manufacturing industries produce aluminum products by the casting method. Coating is one that needs to be considered in the casting process. Coating in the casting process helps reduce thermal shock. Zircon is a material commonly used as a filler, but the zircon has a relatively expensive price, so this research will discuss alumina fillers and talc to zircon to produce a good fire resistant coating. This research focused on variation and ideal temperature so that a good coating was obtained. The analysis in this study include X-Ray Diffraction Testing (XRD), X-Ray Flourence (XRF), Particle Size Analyzer (PSA), viscosity, thermal analysis using differential thermal analysis (DTA), image capture is done by Scanning Electron Microscop (SEM) which is equipped by EDX facilities to find out the content in the material coating. Pull off strength testing is carried out to study the adhesive properties of the coating material. Thermal conductivity is carried out to determine the thermal conductivity value of the coating. Alumina materials and talc can be used as fillers for refractory coatings. Small particle size can accelerate the process of homogenization, while particle distribution affects the stress concentration. The ball mill raw material is better to distribute the particles.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T55226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>