Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batubara, Lilian
"Ruang lingkup dan Cara penelitian:
EPA adalah fenomena bertahannya efek hambatan pertumbuhan kuman oleh pemberian antibiotik tertentu dan setelah kadarnya turun hingga di bawah KHM nya. EPA memberikan implikasi terhadap rejimen dosis, di mana antibiotik yang mempunyai EPA yang panjang, frekuensi pemberian dosis dapat diturunkan tanpa mengurangi efektivitasnya.
Salah satu antibiotik yang diketahui menginduksi EPA adalah Siprofloksasin. Penelitian EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo khususnya di Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan menentukan lamanya EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo dengan metode infeksi paha mencit netropenik. Penelitian dilakukan pada 2 kelompok mencit. Tiap kelompok terdiri dari 20 ekor. Kelompok pertama kelompok uji, yaitu kelompok yang diinfeksi dengan suatu isolat kuman Pseudomonas aeruginosa kemudian diberi siprofloksasin. Kelompok kedua kelompok kontrol yaitu kelompok yang diinfeksi tetapi tidak diberi mg/kg BB SK, dan kelompok kontrol diberikan suntikan 0,1 ml NaCl 0,9% SK. Untuk mengukur kinetika pertumbuhan kuman selanjutnya, maka dilakukan penghitungan jumlah koloni kuman pada sampel otot paha. Sampel otot diambil sbb: Pada kelompok uji pada jam ke 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 18 setelah suntikan antibiotik, dan kelompok kontrol pada jam ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 setelah suntikan NaCl 0,9%. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa ditentukan berdasarkan metode NCCLS dan penentuan farmakokinetik siprofloksasin dilakukan dengan pengukuran kadarnya di dalam darah pada merit ke 15, 30, 60, 120, 240, dan 300 setelah suntikan siprofloksasin.
Hasil dan kesimpulan:
siprofloksasin 2,53 µg/ml dicapai pada 28,67 menit (Tm) setelah suntikan SK. Lamanya kadar diatas KHM (M) adalah 190,85 menit. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa adalah 0,4 µg/ml. Waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat kadar obat di bawah KHM pada kelompok uji (T) adalah 385,15 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat suntikan NaCl 0,9% pada kelompok kontrol (C) adalah 72 menit. Dengan demikian berdasarkan persamaan EPA = T - C - M, maka EPA siprofloksasin pada isolat klinik kuman Pseudomonas aeruginosa dari RS. Cipto Mangunkusumo tersebut adalah 122,30 menit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T1060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ali Hanafiah
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dinny Chairunisa
"Siprofloksasin HCl, antibiotik golongan fluorokuinolon dengan profil bioavailabilitas yang buruk dan potensi efek samping, memerlukan solusi untuk meningkatkan aktivitas dan efikasinya. Liposom, sebagai pembawa obat telah terbukti meningkatkan aktivitas antibakteri dan menurunkan toksisitas banyak senyawa antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek enkapsulasi liposom pada aktivitas antibakteri siprofloksasin HCl terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hidrasi lapis tipis dan ekstrusi bertingkat untuk preparasi liposom siprofloksasin HCl dan metode dilusi cair untuk penentuan konsentrasi hambat minimum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum (KHM) larutan siprofloksasin HCl terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 adalah 62,5 ppm dan terhadap Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa adalah 125 ppm. Untuk konsentrasi bunuh minimum (KBM) larutan siprofloksasin HCl terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 adalah 62,5 ppm dan terhadap Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa adalah 125 ppm sedangkan konsentrasi bunuh minimum suspensi liposom siprofloksasin HCl terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 adalah 31,25 ppm dan terhadap Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa adalah 62,5 ppm. Berdasarkan hasil uji in vitro tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa enkapsulasi liposom dapat meningkatkan aktivitas antibakteri siprofloksasin HCl terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa.

Ciprofloxacin HCl, a fluoroquinolone antibiotic which has poor bioavailability profile and many side effects, requires a way to enhance its activity and effication. Liposomes as drug carriers had been proven to improve the activity and decrease the toxicity of various antibiotics. This study aimed to determine the effect of liposome encapsulation on antibacterial activity of Ciprofloxacin HCl against Pseudomonas aeruginosa and Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa. The method used in this study was a thin layer hydration method and stepwise extrusion for preparation of ciprofloxacin HCl liposome and liquid dilution method for determination of minimum inhibitory concentration.
The result of this research showed that the minimum inhibitory concentration (MIC) for ciprofloxacin HCl solution againts Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 is 62,5 ppm and when againts Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa is 125 ppm. Minimum bactericidal concentration (MBC) for ciprofloxacin HCl solution againts Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 is 62,5 ppm and when againts Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa is 125 ppm while the minimum bactericidal concentration for ciprofloxacin HCl liposomal suspension againts Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 is 31,25 ppm and when againts Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa is 62,5 ppm. Thus, the conclusion that can be drawn is liposome encapsulation improved ciprofloxacin HCl’s antibacteria activity againts Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 and Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Lestari
"Levofloksasin adalah antibakteri sintetik golongan fluorokuinolon yang memiliki efek antibakterial dengan spektrum luas. Levofloksasin merupakan obat yang diindikasikan untuk kondisi serius yang memerlukan respon pasti dan merupakan salah satu obat yang masuk dalam kategori obat wajib uji Bioekivalensi (BE), sehingga perlu dilakukan pemantauan kadarnya di dalam darah. Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan detektor fluoresensi telah dikembangkan untuk analisis levofloksasin dalam plasma manusia in vitro.
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh kondisi optimum untuk analisis levofloksasin dalam plasma in vitro dan melakukan validasi metode analisis tersebut. Kromatografi dilaksanakan menggunakan teknik isokratik pada kolom fase-terbalik Kromasil® C18 (5 µm, Akzo Nobel), dengan fase gerak asetonitril-air-asam fosfat 85%-trietilamin (12:88:0,6:0,3) dengan kecepatan alir 1,25 mL/menit, dan dideteksi pada panjang gelombang eksitasi 294 nm dan panjang gelombang emisi 500 nm. Teknik penyiapan sampel dilakukan dengan cara pengendapan protein menggunakan metanol. Siprofloksasin digunakan sebagai baku dalam. Metode ini valid dengan nilai koefisien korelasi r = 0,9995 dan batas terendah kuantitasi (LLOQ) 253,8 ng/mL, hasil akurasi dengan % diff -9,64 sampai 13,38 %; presisi kurang dari 4% dan nilai perolehan kembali antara 90,36 sampai 113,38 %. Levofloksasin dalam plasma stabil selama 14 hari pada penyimpanan dengan suhu -20°C.
Kata kunci: Validasi, KCKT, levofloksasin, siprofloksasin, plasma in vitro.

Levofoxacin is a synthetic fluoroquinolone antibacterial agent that has a broad spectrum antibacterial effects. Levofloxacin indicated for critical use that needs certain respons and it is one of the drug that have to be evaluated with bioequivalency test, thereby monitoring the blood drug level is necessary. A method using high-performance liquid chromatography (HPLC) with fluorescence detector has been developed for analysis of levofloxacin in human plasma in vitro.
The objective of this research is to find out the optimum condition of levofloxacin in human plasma in vitro analysis using HPLC, and then the method was validated. The chromatography was carried out by isocratic technique on a reversed-phase Kromasil® C18 column (5 µm, Akzo Nobel) with mobile phase consisted of acetonitril-water-phosphoric acid 85%-triethylamine (12:88:0,6:0,3) at flow rate of 1.25 mL/minute, and detection was performed at excitation wavelength of 294 nm and emission wavelength of 500 nm. The sample preparation technique was protein precipitation with methanol. Ciprofloxacin was used as the internal standard. The method was valid with correlation coefficient of 0.9995 and the lower limit of quantitation was 253.8 ng/mL, accuracy with % diff -9.64 to 13.38%; precisions less than 4% and recovery percentage was 90.36 to 113.38%. Levofloxacin in plasma was stable for 14 days in -20°C.
Keyword: Validation, HPLC, levofloxacin, ciprofloxacin, plasma in vitro.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S32756
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Rizki Lestari
"Radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin merupakan salah satu radiofarmaka yang dikembangkan oleh BATAN untuk mendiagnosis infeksi dan mengetahui efektivitas terapi infeksi dengan suatu antibiotik. Resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik menjadi suatu masalah bagi penggunaan radiofarmaka ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mensintesis, menganalisis radiofarmaka 99mTcsiprofloksasin, dan menentukan uptake bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus wild-type yang telah dibuat resisten terhadap kotrimoksazol. Bakteri dibuat resisten dengan memberikan antibiotik kotrimoksazol dibawah kadar hambat minimumnya selama berturut-turut lima hari untuk Escherichia coli dan empat hari untuk Staphylococcus aureus yang selanjutnya ditentukan uptake terhadap 99mTc-siprofloksasin. Radiofarmaka siprofloksasin dibuat dalam bentuk kit-kering secara aseptis dengan proses liofilisasi.
Preparasi radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin dilakukan dengan penambahan radionuklida 99mTc, aktivitas 2-13 mCi ke dalam kit-kering siprofloksasin sesaat sebelum digunakan. Kontrol kualitas radiofarmaka dilakukan dengan menentukan pH, sterilitas, dan kemurnian radiokimia dengan metode kromatografi. Fase diam ITLC-SG dengan fase gerak larutan etanol, aquabidest, ammonia (2: 5: 1) memisahkan pengotor 99mTcO4 - sedangkan fase diam Whatman 1 dengan fase gerak Etil Metil Keton memisahkan pengotor 99mTcO2. Kemurnian radiokimia 99mTc-siprofloksasin yang didapat sebesar 87,45 ± 3,88% (n= 3). Bakteri Staphylococcus aureus yang resisten kotrimoksazol memberikan uptake sebesar 41,94 ± 7,17% (n= 6) dan bakteri Escherichia coli yang resisten kotrimoksazol memberikan uptake sebesar 37,12 ± 6,54% (n= 6)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33144
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"99mTc-siprofloksasin merupakan salah satu radiofarmaka yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi. Kedokteran nuklir rumah sakit juga telah memanfaatkan 99mTc-siprofloksasin untuk mengetahui efektivitas terapi dengan suatu antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis dan menganalisis 99mTc-siprofloksasin, serta menentukan uptake bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang resisten siprofloksasin. Pembuatan kit kering siprofloksasin dilakukan secara aseptis dengan cara liofilisasi, kemudian ditandai dengan 99mTcO4- sesaat sebelum digunakan. Uji kualitas 99mTc-siprofloksasin dilakukan dengan menentukan persentase kemurnian radiokimia menggunakan metode kromatografi. Fase diam Whatman1 dengan fase gerak etil-metil-keton akan memisahkan pengotor 99mTcO4- , sedangkan fase diam ITLC-SG dengan fase gerak campuran etanol:air:ammonia (2:5:1) akan memisahkan pengotor 99mTcO2. Kemurnian radiokimia yang diperoleh sebesar 85,670,98% (n=4). Escherichia coli wild-type dan Staphylococcus aureus wild-type yang resisten siprofloksasin diperoleh dengan cara diberikan siprofloksasin pada konsentrasi dibawah Kadar Hambat Minimal (KHM) secara berturut-turut selama 4 hari untuk Staphlylococcus aureus wild-type dan 5 hari untuk Escherichia coli wild-type. Bakteri yang telah resisten terhadap siprofloksasin kemudian dilihat uptake-nya terhadap 99mTc-siprofloksasin. Bakteri Staphylococcus aureus wild-type yang telah resisten siprofloksasin memberikan uptake sebesar 42,0910,35% (n=6). Bakteri Escherichia coli wild-type yang telah resisten dengan siprofloksasin memberikan uptake sebesar 32,76  3,80% (n=6)."
Universitas Indonesia, 2010
S33103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hansen
"Liposom merupakan suatu sistem pembawa obat berbentuk vesikel yang dapat mengenkapsulasi siprofloksasin HCl dan berpotensi untuk memgatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Multidrug Resistance Pseudomonas aeruginosa. Tujuan penelitian ini adalah membuat liposom siprofloksasin HCl unilamellar yang steril dengan metode sterilisasi filtrasi. Metode hidrasi lapis tipis yang digunakan akan menghasilkan liposom Multilamellar Vesicle (MLV). Liposom MLV yang dihasilkan dilakukan pengecilan ukuran partikel secara ekstrusi melewati membran polikarbonat 0,45 μm sebanyak 1 siklus dan disterilisasi secara filtrasi dengan membran selulosa asetat 0,22 μm sebanyak 5 siklus untuk mendapatkan liposom unilamellar yang kecil. Suspensi liposom steril yang didapat kemudian dipisahkan secara sentrifugasi dandiuji sterilitasnya pada medium tioglikolat cair dan plat agar darah. Efisiensi penjerapan liposom menurun seiring dengan proses ekstrusi melewati membran 0,45 μm dan 0,22 μm dimana mengalami penurunan efisiensi penjerapan berturut-turut sebesar 71,46%, 33,94%, 30,37% pada liposom formula I dan liposom formula II sebesar 90,96%, 44,83%, 36,11%. Proses ekstrusi dengan membran 0,45 μm dan 0,22 μm dapat menghasilkan ukuran liposom yang kecil, namun belum dapat menyerupai ukuran pori membran. Selain itu, penambahan asam oleat cenderung meningkatkan ukuran diameter liposom. Liposom siprofloksasin HCl yang dihasilkan terbukti tidak steril setelah diujikan pada medium tioglikolat cair dan plat agar darah.

Liposome is a vesicular drug delivery system that able to encapsulate ciprofloxacin HCl, and have potential to cure an infection that caused by Multi Drug Resistance Pseudomonas aeruginosa bacteria. This study aimed to produce sterile and unilamellar ciprofloxacin HCl liposome usingfiltration sterilization method. Thin-film hydration method will be use to produce Multilamellar Liposome Vesicle (MLV). Later, the MLV liposome, will going through a particle size reduction using extrusion method through polycarbonate membrane (pore size 0.45 μm) for 1 cycle and being sterilized by filtration through cellulose acetate membrane (pore size 0.22 μm) for five cycles to get the small unilamellar liposome. The sterile liposome suspension is separated using centrifugation method and its sterilities will be test on medium thioglychollate fluid and blood agar plate. The entrapment efficiency of liposome decrease along the extrusion process through 0.45 μm and 0.22 μm membrane, of which the entrapment efficiency decreased respectively by 71.46%, 33.94%, 30.37% for formula I and 90.96%, 44.83%, 36.11% for formula II. The extrusion process through 0.45 μm and 0.22 μm membrane can produce the small size liposome, but still can not reach the average diameter of membrane pore size. Moreover, mostly the addition of oleic acid will increase the diameter size of liposome. Ciprofloxacin HCl liposome is proved to be unsterile according to the sterility test in fluid thioglycollate medium and blood agar plate."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianah Salsha Dilla
"Sistem kombinasi elektrokoagulasi yang ditambahkan fotokatalisis dalam mendegradasi limbah metilen biru dan antibiotik siprofloksasin sekaligus memproduksi hidrogen secara simultan dilakukan untuk melihat efek dopan Fe dalam nanopartikel TiO2. Proses degradasi maupun produksi hidrogen secara simultan berlangsung di dalam reaktor akrilik yang dilengkapi dengan power supply serta lampu Philips 250 Watt. Degradasi metilen biru dan siprofloksasin dihasilkan dari kombinasi adsorpsi koagulan melalui elektroagulasi serta degradasi langsung oleh permukaan fotokatalis. Nanokomposit disintesis melalui metode sonofotodeposisi dengan larutan Fe(NO3)3. Hasil XRD menunjukkan bahwa dopan Fe3+ berhasil masuk kedalam kisi kristal nanopartikel TiO2. Hasil karakterisasi dengan UV-Vis DRS menunjukkan bahwa energi celah pada nanokomposit Fe-TiO2 berkurang dari TiO2 murni serta dapat meningkatkan absorbansi pada spektrum cahaya tampak. Hasil FTIR menunjukkan bahwa penambahan dopan Fe dapat memberikan nilai peak yang lebih tinggi pada ikatan O-H karena peningkatan hidroksilasi pada permukaan katalis. Sistem elektrokoagulasi, fotokatalisis, dan kombinasi keduanya setelah 4 jam reaksi memiliki konversi degradasi untuk metilen biru sebesar 84,67%; 98,5%; dan 98%, sedangkan untuk degradasi siprofloksasin memiliki konversi sebesar 68,20%; 94%; dan 92,5%. Penurunan konsentrasi untuk metilen biru mencapai standar baku mutu dalam waktu sekitar 2,5 jam pada sistem tunggal elektrokoagulasi 20 V, sedangkan untuk siprofloksasin sama sekali tidak mencapai baku mutu. Namun jika dikombinasikan dengan fotokatalis Fe-TiO2, standar baku mutu metilen biru hanya memerlukan sekitar 30 menit reaksi, sedangkan untuk siprofloksasin mencapai 3,5 jam reaksi. Produksi hidrogen yang dihasilkan pada sistem elektrokoagulasi, fotokatalisis, dan kombinasi keduanya berturut-turut sebesar 0,61 mmol; 0,0001 mmol; dan 0,98 mmol. Dengan mengkombinasikan fotokatalisis dengan elektrokoagulasi mampu mendegradasi metilen biru sebanyak 16% dan 27,6% untuk siprofloksasin serta memproduksi hidrogen sebesar 60,67% lebih banyak dibandingkan sistem elektrokoagulasi tunggal.

The combined electrocoagulation system which added photocatalysis in degrading methylene blue waste and the antibiotic ciprofloxacin while simultaneously producing hydrogen was carried out to see the effect of Fe dopant in TiO2 nanoparticles. The process of degradation and production of hydrogen simultaneously takes place in an acrylic reactor equipped with a power supply and 250 Watt Philips lamp. The degradation of methylene blue and ciprofloxacin resulted from a combination of coagulant adsorption via electroagulation and direct degradation by the photocatalyst surface. Nanocomposites were synthesized by sonophotodeposition method with Fe(NO3)3 solution. The XRD results showed that the Fe3+ dopant successfully entered the crystal lattice of TiO2 nanoparticles. The results of characterization with UV-Vis DRS showed that the gap energy in Fe-TiO2 nanocomposites was reduced from pure TiO2 and could increase the absorbance in the visible light spectrum. The FTIR results show that the addition of Fe dopant can give higher peak values in the O-H bond due to the increase in hydroxylation on the catalyst surface. The electrocoagulation system, photocatalysis, and the combination of the two after 4 hours of reaction had a degradation conversion for methylene blue of 84.67%; 98.5%; and 98%, while for ciprofloxacin degradation has a conversion of 68.20%; 94%; and 92.5%. The decrease in concentration for methylene blue reached the quality standard in about 2.5 hours on a single 20 V electrocoagulation system, while for ciprofloxacin it did not reach the quality standard at all. However, when combined with Fe-TiO2 photocatalyst, the standard quality standard for methylene blue only requires about 30 minutes of reaction, while for ciprofloxacin it reaches 3.5 hours of reaction. The production of hydrogen produced in the electrocoagulation system, photocatalysis, and the combination of the two were 0.61 mmol, respectively; 0.0001 mmol; and 0.98 mmol. By combining photocatalysis with electrocoagulation, it was able to degrade 16% and 27.6% of methylene blue for ciprofloxacin and produce 60.67% more hydrogen than a single electrocoagulation system.
Keywords: Fe-TiO2 nanocomposite, electrocoagulation-photocatalysis, hydrogen, ciprofloxacin, methylene blue.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anik Widajati
"Tujuan
Untuk mengetahui peran resistensi mikroba pada infeksi saluran kemih komplikata yang sembuh setelah diobati dengan siprofloksa sin atau levofloksasin.
Cara kerja
Pada 152 sampel urin dari penderita infeksi saluran kemih komplikata diidentifikasi mikroba dan resistensinya terhadap fluorokuionolon (siprofloksasin atau Ievofloksasin) dan dibandingkan dengan tingkat keberhasilan terapinya secara klinis.
Lokasi
Bagian Urologi dan Nefrologi RSCM Bagian Nefrologi Rumah Sakit Islam Jakarta Departemen Mikrobiologi FKUI.
Sampel penelitian
Penderita infeksi saluran kemih komplikata dari Bagian Urologi dan Nefrologi RSCM dan Bagian Nefrologi Rumah Sakit Islam Jakarta sejak bulan Juni 2003 sampai bulan September 2004.
Pengobatan
Seratus lima puluh dua penderita ISK komplikata yang mikrobanya positif dibagi 2 secara acak, 76 penderita diberi terapi siprofloksasin, dan 76 diberi terapi levofloksasin.
Hasil Penelitian
Tujuh puluh enam pasien yang mendapat pengobatan dengan levofloksasin disebut kelompok levofloksasin dan 76 pasien yang diberi pengobatan dengan siprofloksasin disebut kelompok siprofloksasin. Rata-rata umur pasien pada kelompok siprofloksasin adalah 41,1 tahun dan pada kelompok levofloksasin adalah 45,3 tahun. Perbandingan pria dan wanita adalah satu banding tiga. Jervis mikroba utama yang diternukan pada penelitian ini adalah 33% Emil dan 20% Klebsiella sp, (66% didominasi oleh Klebsiella pneumonia) dan Staphylococus sejumlah 13%.Angka kesembuhan klinis yang didapat pada kelompok siprofloksasin dan levofloksasin adalah sama yaitu sebesar 77,6% , dengan angka perbaikan masing-masing 13,2% dan 19,7% serta angka kegagalan klinis masing-masing 9,2% dan 2,6%. Tetapi secara statistik kedua nilai tersebut tidak berbeda bennakna. Nilai eradikasi mikroba dari kelompok siprofloksasin 88,2% dan pada kelompok levofloksasin eradikasi sebesar 86,8%. Angka resistensi untuk siprofloksasin berkisar antara 20%-30% sedangkan untuk levofloksa sin berkisar antara 8%-15%. Pada pasien yang sembuh secara klinis dari kelompok siprofloksasin 19,2% kumannya resisters terhadap pengobatannya. Pada kolompok levofloksasin yang sembuh klinis tetapi mikrobanya resisten sebanyak 14,8%. Dari populasi yang mikrobanya resisten terhadap siprofloksasin terjadi kesembuhan klinis 83,3%, sedangkan pada populasi yang mikrobanya resisten terhadap levofloksasin terjadi kesembuhan klinis 88,9%.
Analisis Data
Pada kedua kolompok di ataa dilakukan uji atatistik untuk data nominal xi (2x2) jika tidak ada nilai ekspektasi <5 atau Fisher (2x2) bila ada nilai ekspektasi <5a dan untuk data ordinal digunakan uji 1t oimogorov-Smirnov.
Kesimpulan
Penderita ISK komplikata yang diobati dengan fluorokuinolon (siprofloksasin atau levofloksasin) yang dan secara klinis dinyatakan sembuh temyata 18,6% dan 13,8% bakteri penyebabnya resisten pada pengobatannya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>