Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kadri Husin
1985
T36446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soebjakto
Jakarta: IND-HILL-CO, 1991
345 SOE t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yayat Hidayat
Abstrak :
Penggunaan pidana perampasan kemerdekaan telah banyak mendapat kritik tajam terutama bila dikaitkan dengan ekses negatif dari pidana tersebut. Pengaruh negatif semakin nyata apabila terhadap pelaku tindak pidana dikenakan pidana penjara pendek. Berbagai negara mulai mengkaji adanya alternatif lain untuk menghindari pidana penjara pendek. Salah satu alternatif yang dapat ditawarkan sebagai pengganti dijatuhkannya pidana penjara pendek adalah pidana bersyarat.. Di Indonesia sendiri pidana penjara jangka pendek yang dijatuhkan dapat dihindari terhadap pelaku tindak pidana, hal ini dikarenakan di dalam KUHP dikenal adanya pidana alternatif pengganti pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara jangka pendek yaitu pidana bersyarat yang diatur dalam Pasal 14 a sampai 14f KUHP. Adapun tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana bersyarat, pelaksanaan pengamatan, pengawasan dan pembimbingan terhadap terpidana bersyarat dan model atau jenis yang diharapkan dari pelaksanaan putusan pidana bersyarat.Berdasarkan tujuan penelitiannya, maka penelitian ini akan menggunakan metode penelitian normatif. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan mengandalkan data primer yang berupa wawancara. Wawancara yang dilakukan yaitu dengan wawancara mendalam yang dikelompokan dalam beberapa narasumber, yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri Cibinong dan Pengadilan Negeri Bogor, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bekasi, Kejaksaan Negeri Cibinong dan Kejaksaan Negeri Bogor, Petugas Balai Pemasyarakatan Pada Balai Pemasyarakatan Bogor dan guru besar hukum pidana. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat terdiri dari terdakwa melakukan tindak pidana ringan, adanya perdamaian antara terdakwa dan korban, usia dan kondisi fisik terdakwa, adanya pertimbangan bahwa tindak pidana terjadi karena korban, terdakwa tidak tahu telah melakukan tindak pidana, terdakwa memiliki tanggung jawab dan tanggungan dan telah adanya pengembalian kerugian yang timbulkan dari perbuatan terdakwa baik seluruhnya maupun sebagian, tidak berjalannya putusan pidana bersyarat dengan baik pengamatan dan pengawasan oleh Hakim wasmat, pengawasan oleh Jaksa dan pembimbingan oleh Balai Pemasyarakatan, model diharapkan dari pidana bersyarat yaitu adanya koordinasi antara Hakim, Jaksa dan Balai Pemasyarakatan dalam pelaksanaan putusan pidana bersyarat. Disarankan kepada hakim dalam hal putusan pidana yang hukumannya di bawah 1 (satu) tahun lebih mengutmakan pidana bersyarat dari pada pidana penjara, dan dalam penjatuhan pidana bersyarat selain menetapkan syarat umum hakim juga diharapkan menetapkan syarat khusus terhadap terpidana bersyarat, kemudian disarankan adanya penyerahan terpidana bersyarat oleh Jaksa ke Balai Pemasyarakatan untuk dilakukan pembimbingan. ......The use of criminal liberty deprivation has get many sharp criticisms especially when associated with the negatives excesses of the criminal. Negative influence is more noticeable when the criminal offence charged short imprisonment. Many countries began to examine the existence other alternatives to avoid short imprisonment. One of the alternatives that can be offered as a replacement for the charge of short imprisonment is a probation. In Indonesia short imprisonment which charged can be avoid against the criminal offenders, as in the Criminal Code recognized the existence of alternative criminal from criminal liberty deprivation or short imprisonment which is probation regulated in the section 14 a to 14 f of the Criminal Code (KUHP). As for the purpose of the research is to find out the consideration of judges to charge probation, execution of observation, supervision and guidance to the convicted person and the model or type of execution of probation. Based on the purpose this research, this research will use the method of normative research. As for the approach use qualitative approach by relying on primary data which is interview. Interview conducted by interviewing in depth that are grouped within some sources, the Judge in Bekasi District Court, Cibinong District Court and Bogor District Court, State Attorney in Bekasi, State Prosecutor Cibinong and Bogor, State Correctional Officers In Correctional Hall Bogor and Professor of criminal law. The result of the research found that considerations of judges in charging probation consist of defendant do light crime act, the existence of peace between the defendant and the victim, the age and physical condition of the defendant, there is consideration that the crime occurred because the victim, the defendant did not know had committed a criminal offence, the defendant has a responsibility and a dependent and returning loss which impact from the act of the defendant in whole part or some part, the verdict of probation not going well in observation and supervision by the the judge supervisory and observer, observer by attorney and guidance by the Correctional Hall, the model which expected from probation is coordination between Judges, Attorneys and Correctional Hall in the execution of the verdict of probation. It is suggested to the Judge in that case the verdict of the criminal punishment under one year more prioriting probation than imprisonment, and in addition to charge probation beside apply general terms of Judges also expected to apply special terms to convicted of probation, then suggested submission convicted of probation by Attorney to Correctional Hall to give them guidance.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29507
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hulsman, L.H.C.
Jakarta: Rajawali, 1984
345 HUL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sadono S. Y.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soehadi Danu Saputro
Abstrak :
Judul tesis ini Kedudukan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia. Mengingat besarnya peranan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negera (APBN), Negara/Pemerintah perlu memperhatikan agar pemungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan rakyat maka di pandang perlu suatu upaya pemaksaan yang sah dan bersifat legal. Di Indonesia, dasar pemungutan pajak di atur dalam konstitusi Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah di ubah dengan Pasal 23A Amandemen Ketiga UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang“. Oleh karena itu, setiap sengketa pajak harus diselesaikan secara adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana serta memberikan kepastian hukum (legal certainty). Eksistensi Pengadilan Pajak sebagai lembaga penyelesaian sengketa pajak untuk menegakkan hukum dan keadilan di bidang perpajakan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimanakah kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia?; 2). Bagaimanakah penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. sumber data penelitian yaitu data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai penunjang. Data yang terkumpul di analisis berdasarkan metode kualitatif. Hasil penelitian pertama, kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia adalah sebagai Pengadilan Khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Ketidakjelasan kedudukan dari Pengadilan Pajak dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menimbulkan persepsi bahwa eksistensinya itu berdiri sendiri di luar lingkungan peradilan yang diatur oleh Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Kedua, penyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak di atur dalam hukum acara khusus pada Bab IV Undang-Undang Pengadilan Pajak dan berbeda jika dibandingkan dengan sistem peradilan yang berlaku pada umumnya. Penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak tidak mengenal adanya Pengadilan Tingkat I, Pengadilan Tingkat II dan kasasi namun hanya di kenal upaya hukum banding dan gugatan. Sebagai Pengadilan Khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara, putusan banding atau putusan gugatan Pengadilan Pajak hanya dapat diajukan upaya hukum luar biasa ke Mahkamah Agung berdasarkan alasan-alasan Pasal 91 huruf a sampai dengan e Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002. ...... The title of this thesis is the Legal Position of Tax Court within the Judicial System as the Tax Dispute Settlement Institution in Indonesia. Considering the contribution of tax revenue dominating the State Budget and Expenditure Budgeting (APBN), the State/Government should to pay attention that tax collection procedure does not injure the sense of justice it is necessary an attempt to impose a legitimate and legal coercion. In Indonesia, legality basis of the tax collection stated in Article 23 Paragraph (2) of the 1945 Constitution as amended by the Third Amendment by Article 23A of the 1945 Constitution: "Tax and other levies coercive for the purposes of state governed by law". Therefore, for any tax disputes needs to be resolved equitably with fast, inexpensive and simple processes, and provide a legal certainty. The existence of the Tax Court as a tax dispute settlement institution to enforce the law and justice in the field of taxation as set out in Article 24 of the Third Amendment 1945 Constitution. The basic problems include: 1). How is the legal position of the Tax Court in the judicial system in Indonesia?; 2). How is the settlement of disputes in the Tax Court?. The method used is normative legal research. Source of legal research data is secondary data in the form of primary, secondary legal materials and tertiary legal material as a supporting. The collected data was analyzed by qualitative methods. Results of this thesis research: 1). The legal position of the Tax Court in the judicial system in Indonesia is as Special Court in the administrative courts exercising judicial power to the taxpayer to seek justice against tax dispute. Obscurity position (legal) of the Tax Court in Law Number 14 Year 2002 regarding Tax Court creates a perception that it is an independent existence outside the Courts were governed by the Judicial Authority Law. 2). settlement of tax disputes in the Tax Court are set in the special procedural law in Chapter IV of the Tax Court Law which is different when compared to the existing judicial system in generally. Settlement of disputes in the Tax Court does not recognize by the Level I Court, Level II Court and cassation, but only known an appeal and lawsuit. As the Special Court in the administrative courts, appeal and lawsuit verdicts of the Tax Court only be filed by extraordinary legal remedy to the Supreme Court by the reasons of Article 91 letter a through e of Tax Court Law Number 14 Year 2002.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardus Agung Putra Utama
Abstrak :
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang barang sitaan negara terdiri dari Undang Undang No.8 Tahun 1981 , Permenkumham R.I. Nomor 16 Tahun 2014, Kepmen. Kehakiman RI Nomor : M.04.PR.07.03Tahun 1985, Keputusan Dirjen. Pemasyarakatan Kemenkumham RI Nomor PAS-140.PK.02.01 Tahun 2015 , Peraturan Bersama Kepala Kepolisian Negara RI, Jaksa Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Mahkamah Agung RI dan Menteri Keuangan RI. No: 2 Tahun 2011; No: KEP/259/A/JA/12/2011; , namun dari peraturan tersebut diatas belum ada yang mengatur mengenai barang sitaan negara yang tidak bergerak dan memiliki nilai tinggi tanah dan bangunan khususnya pengamanan aset sedangkan di lembaga kejaksaan sudah ada tentang pengamanan aset berupa tanah dan bangunan dalam PERJA Tentang Pedoman Pemulihan Aset . Hal ini menimbulkan permasalahan , yaitu : Bagaimana aturan pengelolaan Barang Rampasan Negara tidak bergerak yang dikelola Rupbasan , Bagaimana Pelaksanaan pengelolaan Barang Rampasan Negara tidak bergerak selama ini di dalam Rupbasan . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum ada aturan mengenai barang sitaan negara berupa tanah dan bangunan. Saran permasalahan ini adalah perlunya aturan dirjen pas mengenai pengelolaan benda tidak bergerak yang ada dalam rupbasan terkait pengamanan aset tanah dan bangunan , memperhatikan anggaran perawatan benda sitaan negara khusunya berupa tanah dan bangunan. ......he laws and regulations governing state confiscated goods consist of Law No. 8 of 1981, Permenkumham R.I. Number 16 of 2014, Kepmen. RI Justice Number : M.04.PR.07.03 of 1985, Decree of the Director General. Correctional Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number PAS-140.PK.02.01 of 2015, Joint Regulation of the Head of the Indonesian National Police, the Attorney General of the Republic of Indonesia, the Indonesian Corruption Eradication Commission, the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia, the Supreme Court of the Republic of Indonesia and the Minister of Finance of the Republic of Indonesia. No: 2 of 2011; No: KEP/259/A/JA/12/2011; However, from the above regulations, there is no regulation regarding state confiscated goods that do not move and have a high value of land and buildings, especially asset security, while at the prosecutor's office there is already something about securing assets in the form of land and buildings in PERJA concerning Guidelines for Asset Recovery. This raises problems, namely: What are the rules for managing immovable State confiscated goods managed by the Rupbasan, how is the implementation of the management of immovable State confiscated goods in the Rupbasan. The method used in this study is a normative juridical method, using primary data and secondary data. The results of this study conclude that there are no regulations regarding state confiscated goods in the form of land and buildings. Suggestions for this problem are the need for regulations from the Director General of Past regarding the management of immovable objects in the General Meeting of Shareholders related to securing land and building assets, paying attention to the maintenance budget for state confiscated objects, especially in the form of land and buildings.
Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzy Marasabessy
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai korban kejahatan, yang akan mengalami viktimisasi lanjutan (post victimization) karena adanya penolakan dan pengabaian dari sistem peradilan pidana. Sebagai pihak yang menderita dan dirugikan akibat pelanggaran hukum pidana, korban kejahatan tidak pernah dilibatkan dalam proses peradilan pidana, mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, sampai pemeriksaan perkara di pengadilan. Korban hanya dilibatkan sebatas memberikan kesaksian sebagai saksi korban. Posisi korban sebagai pihak yang dirugikan, telah diambil alih oleh penyidik dan penuntut umum yang mengatasnamakan negara. Sementara itu dalam proses peradilan seringkah hukum terlalu mengedepankan hak-hak tersangka/terdakwa, sedangkan hak-hak korban diabaikan. Penelitian tesis ini merupakan penelitian yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Hasil penelitian menyarankan korban kejahatan dapat dilindungi hak-hak yuridisnya serta lebih berperan dalam sistem peradilan pidana dimana korban kejahatan dapat ikut menentukan mengenai model penghukuman apa yang diinginkannya terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana atas dirinya. Apakah model penghukuman (retributif) atau ganti kerugian (restoratif). ......This thesis topics about criminal casualties, that will get post victimization because of the existence of the refusal and carelessness from the criminal justice system, as the side that suffer and is damage resulting from the violation of criminal law, criminal casualties had not been involved in the process of the criminal judicature, from the investigation stage, the demanding, to the case inspection in the court, casualties are only involv in being limit gave the testimony as casualties 's witness, the position of casualties is as the side that incure a loss, taken over by the investigator and the public prosecutor by the name of State. In the meantime in the process of the judicature often the law too much put the rights forward deffendant, where as casualties 's rights are ignored, this thesis research is the juridical research normative and juridical sociological, results of the research suggest criminal casualties could be protect by his juridical rights as well as more play a role in the criminal judicature system where criminal casualties could be decisive.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26103
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rudi Pradisetia Sudirdja
Abstrak :
Penelitian ini membahas diskresi jaksa dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. KUHAP belum mengatur diskresi secara jelas. Konsep diskresi baru ditemukan dalam hukum administrasi, tetapi apakah konsep ini dapat diterapkan dalam hukum pidana dan bagaimana pengaturan diskresi jaksa dalam proses pemeriksaan perkara pidana di Indonesia. Penelitian ini juga mengkaji konsep penuntutan yang memungkinkan digunakannya diskresi jaksa untuk kepentingan hukum dan kepentingan umum, sekaligus memformulasikan konsep diskresi jaksa yang ideal dalam SPP Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mengkaji aturan hukum, prinsip, konsep, teori, dan masalah hukum terkait, dan metode kuantitatif dalam pengumpulan pandangan jaksa tentang diskresi dengan teknik survei. Hasil kajian menunjukkan bahwa diskresi dalam hukum administrasi tidak dapat langsung diterapkan dalam hukum pidana. Diskresi dalam hukum pidana terkait dengan masalah hak asasi manusia dan hanya dapat dilakukan jika diberikan kewenangan oleh undang-undang. Esensi diskresi terletak pada kebebasan jaksa dalam menilai dan menerapkan kewenangan yang dimiliki. Di Indonesia, diskresi jaksa ditemukan pada setiap tahapan sistem peradilan pidana, tetapi hanya didasarkan pada aspek kepentingan hukum dan belum mencakup aspek kepentingan umum. Pelaksanaan diskresi jaksa juga dibatasi oleh prinsip kesatuan komando di lembaga kejaksaan. Mayoritas responden jaksa di Indonesia jarang menerapkan diskresi karena birokrasi yang rumit. Mereka setuju bahwa jaksa harus memiliki independensi dan akuntabilitas yang lebih kuat. Temuan penelitian ini menawarkan pendekatan baru bagi jaksa dalam mengambil keputusan, yakni pendekatan the operational efficiency model, yang menekankan efisiensi sistem peradilan pidana dengan mempertimbangkan aspek kepentingan umum. Penelitian ini juga menawarkan konsep penuntutan yang menggabungkan asas legalitas dengan asas oportunitas, serta mempertegas posisi jaksa sebagai pengendali perkara dan menjaga independensinya. Penelitian ini juga mengusulkan konsep diskresi jaksa dalam sistem peradilan pidana, termasuk prinsip-prinsip diskresi, syarat-syarat diskresi jaksa, alternatif penyelesaian perkara oleh jaksa, dan pemaknaan ulang terhadap makna Pasal 139 KUHAP yang mencakup kepentingan umum. ......This study examines the discretion of prosecutors within the Indonesian criminal justice system. The Indonesian Criminal Procedure Code does not clearly regulate prosecutor’s discretion. While the concept of discretion has been established in administrative law, it remains unclear whether it can be applied in criminal law and how the discretion of prosecutors is regulated in the examination of criminal cases in Indonesia. This research investigates the concept of prosecution, which allows prosecutors to exercise discretion for the benefit of the law and the public interest, while formulating an ideal framework for prosecutor’s discretion in the Indonesian criminal justice system. Qualitative research methods are employed to examine legal rules, principles, concepts, theories, and related legal issues, and a quantitative approach is used to collect prosecutors' perspectives on discretion through a survey. The findings indicate that discretion in administrative law cannot be directly applied to criminal law. Discretion in criminal law is associated with human rights issues and can only be exercised if authorized by law. The essence of discretion lies in the prosecutor's freedom to assess and apply their powers. In Indonesia, prosecutor’s discretion is present at every stage of the criminal justice system, but it is currently limited to considerations of legal interests and does not encompass the public interest. The implementation of prosecutor’s discretion is further restricted by the principle of unity of command within the prosecutor's institution. The majority of surveyed prosecutors in Indonesia rarely exercise discretion due to bureaucratic complexities. They agree that prosecutors should have greater independence and accountability. The findings propose a new decision-making approach for prosecutors—the operational efficiency model—which prioritizes the efficiency of the criminal justice system while considering the public interest. Furthermore, this study presents a prosecution concept that combines the legality principles and opportunity principles, reinforcing the prosecutor's role as a case controller and preserving their independence. Additionally, the study suggests a framework for prosecutor’s discretion in the criminal justice system, including principles, criteria for prosecutor discretion, alternative case resolutions, and a reinterpretation of Article 139 of the Indonesian Criminal Procedure Code to incorporate the public interest.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>