Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Revaldi
"
ABSTRAKPertumbuhan tulang maksila dan mandibula merupakan suatu hal penting untuk diketahui dokter gigi karena dapat dijadikan sebagai panduan dalam menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan yang tepat. Tujuan: Mengetahui gambaran dan perbedaan panjang maksila dan mandibula pasien pria dan wanita pada maloklusi skeletal kelas I, kelas II, dan kelas III. Metode: Penelitian ini menggunakan 42 rekam medik dan sefalogram pasien berusia ge; 18 tahun. Pengukuran dilakukan dengan analisis McNamara. Hasil: Rerata panjang maksila dan mandibula untuk semua kelas maloklusi skeletal menunjukan pria lebih besar daripada wanita. Hasil uji T tidak berpasangan.
ABSTRAKBackground The growth of maxillary and mandibular bone is an important thing to know the dentist because it can serve as a guide in establishing the diagnosis and determine the proper treatment plan. Objective to know description and differences between maxillary and mandibular length of male and female patients at skeletal malocclusion class I, class II and class III Methods This study used medical records and sefalogram 42 patients aged ge 18. Measurement performed with McNamara rsquo s Analysis. Results The mean length of the maxillary and mandibular for all classes of skeletal malocclusion showed greater men than women. Results unpaired t test."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Livia Yonathan
"Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi korelasi antara polimorfisme gen Bone Morphogenetic-2 (BMP-2) rs1005464 dan rs235768 dengan pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial pada maloklusi skeletal kelas I, II, dan III; dan untuk mengetahui kerentanan Bone Morphogenetic Protein-2 (BMP-2) terhadap tipe wajah dan arah pertumbuhan. Bahan dan Metode: Populasi subjek terdiri dari 150 pasien ortodontik dewasa yang menjalani perawatan ortodontik di Klinik Spesialis Ortodontik Fakultas Kedokteran Gigi dan Mulut Universitas Indonesia. Subjek dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan kasus maloklusi skeletal kelas I, II, dan III; tipe wajah (mesofacial, dolichofacial, brachyfacial) dan arah pertumbuhan wajah (normal, hyperdivergent, hypodivergent) dikonfirmasi dengan radiografi sefalometrik lateral. Ekstraksi DNA dilakukan dengan potongan rambut subjek, metode polymerase chain reaction, dan Sanger sequencing digunakan untuk menganalisis subjek. Koefisien korelasi Pearson dan regresi logistik berganda dihitung untuk menganalisis korelasi dan kerentanan BMP-2 rs1005464 dan rs235768, pohon filogenetik dibuat untuk mengevaluasi evolusi gen. Hasil: Distribusi genotip BMP-2 rs1005464 dan rs235768 menunjukkan distribusi yang konsisten, menunjukkan bahwa varian tersebut dapat menjadi bioindikator genetik pola pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Koefisien korelasi Pearson menunjukkan bahwa BMP-2 rs1005464 dan rs235768 berkorelasi signifikan dan kerentanan dengan pasien maloklusi skeletal kelas I, II, dan III. Sanger sequencing menunjukkan adanya distribusi yang konsisten polimorfisme gen BMP-2 rs1005464 dan rs235768 dan pohon filogenetik menunjukkan BMP-2 rs1005464 memiliki kecenderungan maloklusi skeletal kelas I dan III sedangkan BMP-2 rs235768 terhadap maloklusi skeletal kelas II. Kesimpulan: Studi ini menunjukkan bahwa BMP-2 rs1005464 dan rs235768 berkorelasi signifikan, dan kerentanan terhadap pola pertumbuhan dan perkembangan Kraniofasial pada Maloklusi Skeletal kelas I, II, dan III.
Objectives:The purpose of this study was to evaluate the correlation between Bone Morphogenetic-2 (BMP-2) gene polymorphisms rs1005464 and rs235768 with craniofacial growth and development in skeletal malocclusion classes I, II, and III; and to determine the susceptibility of Bone Morphogenetic Protein-2 (BMP-2) against the facial types and growth direction. Materials and Methods: The subject population consisted of 150 adult orthodontic patients who underwent orthodontic treatment at the Orthodontic Clinic Specialist for the Dental Oral Education University of Indonesia. Subjects were divided into groups based on cases of skeletal malocclusion classes I, II, and III; facial types (mesofacial, dolichofacial, brachyfacial) and the direction of facial growth (normal, hyperdivergent, hypodivergent) were confirmed by lateral cephalometric radiograph. DNA extraction was carried out by haircuts of the subjects, polymerase chain reaction method, and Sanger sequencing was used to analyze the subjects. Pearson correlation coefficients and multiple logistic regression were calculated to analyze the correlation and susceptibility of BMP-2 rs1005464 and rs235768, a phylogenetic tree was made to evaluate the evolution of the gene. Result: The genotyping distribution of BMP-2 rs1005464 and rs235768 showed a consistent distribution, indicating that these variants can be a genetic bioindicator of the growth pattern and development of craniofacial. Pearson correlation coefficients indicated that the BMP-2 rs1005464 and rs235768 were significantly correlated and susceptibility with skeletal malocclusion classes I, II, and III patients. Sanger sequencing showed there was a consistent distribution of gene polymorphisms of BMP-2 rs1005464 and rs235768 and the phylogenetic tree shows BMP-2 rs1005464 has a tendency to skeletal malocclusion classes I and III while the BMP-2 rs235768 against skeletal malocclusion class II. Conclusion: This study indicated that the BMP-2 rs1005464 and rs235768 are significantly correlated, and susceptibility to growth patterns and development of Craniofacial in Skeletal Malocclusion classes I, II, and III."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Angeline Pandora Djuhadi
"Latar Belakang: Inklinasi gigi insisivus merupakan titik utama dalam menentukan rencana perawatan demi mewujudkan hasil yang estetis dan seimbang. Profil wajah seseorang sangat mempengaruhi persepsi estetika dan penampilan. Di Indonesia, penelitian mengenai hubungan inklinasi gigi insisivus dengan profil jaringan keras dan lunak wajah masih sangat jarang dilakukan, terutama pada pasien dengan maloklusi kelas II. Di sisi lain, pasien dengan maloklusi skeletal kelas II seringkali memiliki masalah pada inklinasi gigi dan profil wajah sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilakukan. Tujuan: Mengetahui korelasi inklinasi gigi insisivus rahang atas dan bawah terhadap profil jaringan keras dan lunak wajah pada pasien maloklusi skeletal kelas II.Metode: Pengambilan sampel penelitian berupa radiograf sefalometri lateral digital pasien dengan skeletal kelas II yang diperiksa dengan alat yang terstandarisasi dari suatu klinik yang sama kemudian dilakukan identifikasi landmark dan analisis sudut dengan aplikasi OneChep untuk diperoleh data berupa besar sudut inklinasi insisivus dari analisis Eastman, profil jaringan keras wajah dari analisis Down, dan profil jaringan lunak wajah dari analisis Holdaway. Analisis data dengan uji korelasi Pearson. Hasil: Uji korelasi Pearson antara inklinasi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap seluruh parameter uji profil jaringan keras dan lunak wajah menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan skeletal kelas II. Tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang bawah terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap profil jaringan lunak dan keras wajah pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II.
Background: Incisors inclination is one of the main point on deciding the treatment plan to bring an aesthetic and balanced result. Facial profile also have a great impact on the perception of aesthetic and appearance. In Indonesia, research about the correlation of incisors inclination with facial profile is rarely done, especially in patient with class II skeletal malocclusion. On the other hand, patient with class II skeletal malocclusion usually have problems regarding incisors inclination and facial profile. Hence, research about the correlation on incisors inclination with soft and hard tissue facial profile is really important to conduct. Objective: Determine the correlation of incisors inclination with soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion. Method: 52 sample of lateral cephalometric radiograph from patient with class II skeletal malocclusion from standardized lab were analyzed with an application called OneChep to gain the data of incisors inclination from Eastman analysis, hard tissue facial profile from Down analysis, and soft tissue facial profile from Holdaway analysis. Then, the data was tested for correlation using Pearson Correlation test. Result: Pearson correlation test on class II skeletal malocclusion patient showed the significance value between maxillary and mandibular incisors inclinations towards hard and soft tissue facial profile were >0.05 on each of the parameter. The parameters used on hard tissue facial profile were facial angle and angle of convexity from Down analysis. The parameter used on soft tissue facial profile was soft tissue facial angle by Holdaway analysis. Thus, there were no correlation between maxillary incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle, also no correlation between mandibular incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle in patient with class II skeletal malocclusion. Conclusion: There were no correlation between maxillary and mandibular incisors inclination toward soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bayu Rachma Gullianne
"Tujuan: Mengetahui hubungan antara polimorfisme gen Myosin 1H dan P561T dengan pertumbuhan dan perkembangan mandibula pada kasus maloklusi kelas I, II dan III. Metode penelitian: Subjek merupakan pasien dengan dengan kasus maloklusi skeletal kelas I, II dan III berusia 17 - 45 tahun yang sedang dan akan melakukan perawatan ortodonti di klinik ortodonti RSGM-FKGUI, yaitu 50 orang dengan maloklusi skeletal kelas I sebagai kontrol, 50 orang dengan maloklusi skeletal kelas II dan 50 orang dengan maloklusi skeletal kelas III. Penentuan maloklusi kelas I, II dan III berdasarkan analisis radiografis sefalometri awal dengan metode Stainer. Sampel DNA diekstraksi dari potongan kuku dan folikel rambut pada kasus maloklusi skeletal kelas III dan menggunakan sampel yang sudah diekstraksi dari usapan bukal dan sel darah pada pada kasus maloklusi skeletal kelas I dan II. Amplifikasi sekuens DNA dilakukan dengan menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction). Analisis Polimorfisme Genetik gen Myosin 1H dan P561T dengan teknik RLFP (Restriction Fragment Length Polymorphism). Pearson Chi-Square dilakukan untuk menganalisis hubungan antara polimorfisme dan pengukuran kraniofasial pada gen Myosin 1H dan Fisher Exact Test untuk menganalisis hubungan antara polimorfisme dan pengukuran kraniofasial pada gen P561T. Hasil: Terdapat hubungan polimorfisme gen Myosin 1H dengan maloklusi skeletal kelas I, II dan III. Tidak terdapat hubungan polimorfisme gen P561T dengan maloklusi skeletal kelas I, II dan III. Kesimpulan: Polimorfisme gen Myosin 1H merupakan salah satu faktor resiko dari maloklusi kelas I, kelas II dan kelas III. Ekstraksi DNA dari folikel rambut memberikan hasil yang cukup baik dalam hal kualitas DNA dan cara pengambilan sampel yang relatif lebih mudah dibandingkan purifikasi sel darah dan usapan bukal.
Objectives: To determine the relationship between polymorphisms of Myosin 1H and P561T genes and the growth and development of the mandible in Class I, II, and III malocclusion cases. Methods: Subjects were patients aged 17-45 years old with Class I, II, and III skeletal malocclusion cases who were undergoing and/ or would undergo orthodontic treatment at the orthodontic clinic at RSGM-FKG UI, namely 50 people with Class I skeletal malocclusion, 50 people with Class II skeletal malocclusion, and 50 people with Class III skeletal malocclusion. Class I skeletal malocclusion was used as control group. Class I, II and III malocclusion were determined based on radiographic analysis of the initial cephalometry using the Stainer method. DNA samples were extracted from buccal swabs and blood cells in Class I and II malocclusion while nail clippings and hair follicles extracts were used in Class III malocclusion. DNA sequence amplification was carried out using the PCR (Polymerase Chain Reaction), while Genetic Polymorphism Analysis of Myosin 1H and P561T genes was performed with RLFP (Restriction Fragment Length Polymorphism). Pearson Chi-Square was used to analyze the relationship between polymorphism and craniofacial measurements in the Myosin 1H gene, while the Fisher Exact Test was used to analyze the relationship between polymorphism and craniofacial measurements in the P561T gene. Results: There is a relationship between Myosin 1H gene polymorphism and Class I, II, and III skeletal malocclusion. There was no correlation between P561T gene polymorphism and Class I, II, and III skeletal malocclusion. Conclusions: Myosin 1H gene polymorphism is one of the risk factors for Class I, II, and III malocclusion. Extraction of DNA from hair follicles gave good results in terms of DNA quality and was a relatively easier sampling method compared to blood cell purification and buccal swabs."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library