Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitri Kurnia Rahim
Abstrak :
Tobacco consumption is still a burden for many countries worldwide, due to many causes attributable to smoking. Tobacco use is one of the leading global helath risks for human mortality. Further, it also responses for generating the other health risks relating with chronic diseases. The number of tobacco use has grown gradually in low-and middle-income countries. Indonesia has the highest prevalence of smoking behavior among Southeast Asian countries. This study aimed to determine predictors of smoking behavior between rural and urban areas. Data were taken from The Global Adult Tobacco Survey (GATS). This study used cross-sectional analytical study and multiple logistic regression analysis. Samples were 8,305 Indonesian adults aged ³ 15 years. The study showed that smokers in rural area were higher than in urban area, respectively 36.8% and 31.9%. Significant predictors of smoking behavior in rural and urban areas were occupation, sex, education level, economic status as well as smoking rule inside home. In urban area, age was also significant predictor, and otherwise in rural area. The strongest predictor was smoking rule inside home and sex for smoking behavior, either in rural or in urban area.

Konsumsi tembakau masih menjadi beban bagi banyak negara di seluruh dunia, karena banyak penyebab disebabkan oleh rokok. Penggunaan tembakau merupakan salah satu risiko bagi kesehatan global yang dapat menyebabkan kematian manusia. Selanjutnya, hal ini juga dapat berakibat terhadap risiko kesehatan lain yang berkaitan dengan penyakit kronis. Jumlah penggunaan tembakau telah berkembang secara bertahapdi negera-negara rendah dan menengah. Indonesia memiliki prevalensi perilaku merokok tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prediktor terhadap perilaku merokok antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Data diambil dari Global Adult Tobacco Survey. Penelitian menggunakan studi analitik potong lintang dan analisis regresi logistik ganda. Sampel berjumlah 8.305 orang dewasa Indonesia berusia ³ 15 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa perokok di wilayah pedesaan lebih tinggi dibandingkan di wilayah perkotaan, masing-masing 36,8% dan 31,9%. Prediktor signifikan terhadap perilaku merokok di wilayah pedesaan dan perkotaan adalah pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi serta aturan merokok di dalam rumah. Di wilayah perkotaan, usia juga merupakan prediktor yang signifikan dan sebaliknya di wilayah pedesaan. Prediktor terkuat adalah aturan merokok di dalam rumah dan jenis kelamin untuk perilaku merokok di wilayah pedesaan atau perkotaan.
Institute of health science kuningan, 2016
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Sussanti Nailius
Abstrak :
Tuberkulosis merupakan salah satu prioritas utama masalah kesehatan saat ini dengan jumlah kasus yang diobati dan dilaporkan di Indonesia masih dibawah target nasional pada tahun 2021. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis di Kota Kupang dilaporkan dalam empat tahun terakhir belum tercapai secara optimal. Salah satu faktor ketidakberhasilan minum obat disebabkan karena jangka waktu minum obat yang lama yang memungkinkan untuk terjadi ketidakpatuhan dalam minum obat. Ketidakpatuhan dalam minum obat dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan, pengobatan ulang maupun resisten terhadap obat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan determinan sosial dan literasi kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis di Kota Kupang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang sedang menjalani pengobatan di puskesmas di Kota Kupang. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner secara online (self administered survey) pada 126 penderita tuberkulosis yang sedang menjalani pengobatan di 11 puskesmas di Kota Kupang. Data dianalisis menggunakan uji regresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menemukan 23,8 % penderita tuberkulosis tidak patuh dalam minum obat tuberkulosis. Variabel literasi kesehatan (p=0,008) dan umur responden (p=0,029) dengan p-value <0,05 dinyatakan berhubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis. Literasi kesehatan menjadi variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis setelah di kontrol oleh variabel umur, pendidikan dan pendapatan. Pentingnya kolaborasi terintegrasi antara berbagai lembaga terkait untuk melakukan edukasi terkait tuberkulosis lewat berbagai media dapat meningkatkan literasi kesehatan masyarakat dan kepatuhan minum obat tuberkulosis. ......Tuberculosis is one of the most challenging public health issues at the moment, with the number of cases being treated and reported in Indonesia still falling short of the national objective for 2021. In the last four years, the success rate for tuberculosis treatment in Kupang City has not been optimal. One of the reasons people fail to take medication is because they have been taking it for a long time, which allows for non-compliance. Nonadherence in taking medication can lead to treatment failure, re-treatment or drug resistance. The purpose of this study was to determine the relationship between social determinants and health literacy with medication adherence for tuberculosis patients in Kupang City. This study is a cross-sectional quantitative study that was carried out on tuberculosis patients receiving care at a medical facility in Kupang City. Data were collected by filling out online questionnaires (self-administered survey) on 126 tuberculosis patients who were undergoing treatment at 11 health centers in Kupang City. Simple logistic regression and multiple logistic regression were used to analyze the data. According to the study's findings, 23.8 percent of tuberculosis patients did not take their tuberculosis medications. Health literacy variables (p=0.008) and respondent age (p=0.029) with p-value 0.05 were shown to be significantly related to tuberculosis patients' medication adherence. After adjusting for age, education, and income, health literacy emerged as the most influential variable in affecting medication adherence in tuberculosis patients. The significance of integrated collaboration among multiple associated entities to undertake tuberculosis education through various media can improve public health literacy and adherence to tuberculosis medications.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asty Samiaty Setiawan
Abstrak :
Early Childhood Caries merupakan penyakit kronis dan penyakit multifaktorial yang terjadi pada anak-anak dimana dampaknya terhadap individu dan masyarakat cukup besar.  Faktor risiko biologis dan perilaku telah menjadi fokus utama untuk mengeksplorasi penyebab terjadinya karies gigi. Penelitian ini merupakan studi epidemiologi untuk menentukan prediktor ECC berdasarkan dento-sosio determinan dengan pendekatan biomolekuler, sehingga faktor biologis yang lebih akurat dapat diketahui terhadap kejadian ECC pada anak usia 2-3 tahun.  Desain penelitian ini adalah cross sectional.  Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 2-3 tahun dan ibunya sebanyak 444 sampel. Penelitian tahap pertama  dilakukan untuk medapatkan prediktor ECC dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner, formulir pemeriksaan sesuai dengan WHO dan pengambilan plak untuk menghitung jumlah Streptococcus mutans (CFU/ml) pada media selektif agar TYS20B.  Penelitian tahap kedua dilakukan terhadap sub sampel sebanyak 58 sampel saliva untuk mendapatkan proporsi Streptococcus mutans dan Veillonella spp. dari total bakteri 16S rDNA dengan menggunakan Real Time PCR.  Hasil penelitian menunjukkan prevalensi ECC sebesar 66.9% dengan indeks def-s anak usia 2-3 tahun adalah 6.2. Model akhir analisis regresi logistik dengan variabel dependen ECC diperoleh variabel independen yang menjadi prediktor ECC terdiri dari usia dan kebersihan mulut (OHI-S) dengan nilai signifikansi 0.000 (p< 0.050).  Hasil uji regresi logostik menunjukkan nilai OR pada variabel usia sebesar 2.389 (CI95% 1.472-3.878) dan nilai OR pada variabel kebersihan mulut dalam kategori buruk sebesar 17.288 (CI95% 7.345-40.692).  Hasil analisis RT-PCR menunjukkan proporsi Streptococcus mutans pada anak dengan kebersihan mulut kategori baik 69.4±182.1, kategori sedang 27.0±69.3 dan kategori buruk 18.9±37.3, sedangkan proporsi Veillonella spp. pada anak dengan kebersihan mulut kategori baik 2.5±3.6, kategori sedang 4.6±4.9 dan kategori buruk 5.8±14.1. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan  model prediktor ECC anak usia 2-3 tahun berdasarkan dento sosio determinan terdiri dari usia dan kebersihan mulut, dimana anak usia 2-3 tahun yang mempunyai kebersihan mulut dengan kategori buruk mempunyai proporsi Veillonella spp. yang tinggi dan mempunyai risiko 17.3 kali terjadi ECC dibandingkan anak dalam kondisi kebersihan mulut dengan kategori baik, sehingga proporsi Veillonella spp. dapat dijadikan sebagai predikor kejadian ECC. ...... Early Childhood Caries is a chronic and a multifactorial disease that affects children, where the impact of it toward individuals and the communities is relatively large. Biological and behavioural risk factors has been the main focus for researchers to explore the causes of caries. This research is an epidemiology study to determine the predictors of ECC based on the existing dento-social determinants using a biomolecular approach by discovering biological factors more accurate to describe the occurrences of ECC in children ranging from 2-3 years old. The design of this research is cross sectional. Samples used in this research are 2-3 years old children and the parents, as many as 444 samples. The first stage of the study was done to obtain the predictors of ECC by using questionnaires as the measuring tool, examination forms based off of WHO and collecting dental plaque from the samples to count the amount of Streptococcus mutans (CFU/ml) by undergoing bacterial culture on the selective media chosen: TYS20B agar. The second stage of the study was conducted on 58 saliva samples as the sub samples to obtain the proportion of Streptoccus mutans and Veillonella spp. from a total bacteria of 16S rDNA using a Real Time PCR. The result shows that ECC has a prevalence of 66.9% with def-s index of 2-3 years old children to be 6.2. Through the final model of the logistic regression analysis with ECC as the dependent variable, it was obtained that the independent variables working as ECC predictors were age and oral hygiene (OHI-S) with a significance score of 0.000 (p<0.050). The result of the logistic regression test shows that the OR number on the age variable scored 2.389 (CI95% 1.472-3.878) and the OR number on the poor oral hygiene variable scored 17.288 (CI95% 7.345-40.692). The result of the RT-PCR analysis presents Streptococcus mutans present in children with good oral hygiene has a proportion of 69.4±182.1, those with moderate oral hygiene has a proportion of 27.0±69.3 and those with poor oral hygiene has a proportion of 18.9±37.3. Meanwhile, the proportion of Veillonella spp. present in children with good oral hygiene reach 2.5±3.6, those with moderate oral hygiene reach 4.6±4.9 and those in the poor oral hygiene category reach 5.8±14.1. The conclusion of this research shows that the ECC predictor model in 2-3 years old children was obtained with age and oral hygiene, where in 2-3 years old children who have oral hygiene with a poor category have a proportion of Veillonella spp. high and 17.3 times ECC risk compared to children in oral hygiene conditions with a good category, so the proportion of Veillonella spp. can be used as a predictor of ECC occurrences.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library