Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beeleonie
"Pendahuluan: Sindrom Ovarium Polikistik SOPK merupakan gangguan endokrin tersering penyebab infertifilitas pada wanita usia reproduktif. Wanita-wanita dengan SOPK diketahui memiliki tingkat apoptosis yang rendah dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK dan memiliki kadar Anti-Muellerian Hormone AMH yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK. Akan tetapi, belum ada penelitian yang menghubungkan kadar AMH dengan apoptosis yaitu adanya atresia folikel pada ovarium wanita penderita SOPKTujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kadar AMH yang tinggi dengan tingkat apoptosis sel granulosa yang terjadi pada pasien SOPK sehingga dapat diketahui salah satu patogenesis kelainan folikulogenesis pada pasien SOPKMetodologi: Studi cross sectional dengan mengambil sampel sel granulosa wanita SOPK dan tanpa SOPK atau kelainan ovarium yang mengikuti program Fertiisasi In Vitro FIV di Yasmin dan SMART-IVF, klinik dr. Sander B Jakarta. Jumlah sampel yaitu 40 sampel yang terdiri dari 20 wanita dengan SOPK dan 20 wanita tanpa SOPK. Tingkat apoptosis dievaluasi dengan mengukur ekspresi mRNA dari gen pengkode protein keluarga apoptotic Bcl2 Bax dan Bcl2 menggunakan metode kuantitatif absolut qPCR. Pengukuran kadar AMH di serum dilakukan dengan metode ELISA.Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar AMH wanita SOPK dan kontrol pABSTRACT
Background Polycystic Ovary Syndrome PCOS is a common endocrine abnormality in causing infertility in reproductive aged women. Women with PCOS were reported have lower apoptosis rate compared to women without PCOS and have higher level Anti Muellerian Hormone compared to women without PCOS. However, there are no reported studies which directly study to know correlation between AMH level in serum and apoptosis result in follicle atresia in ovarium of PCOS patients.Objective To analysis correlation between serum AMH level and apoptosis in granulosa cell in PCOS pasien that may underlie the folliculogenesis abnormality in PCOS.Methods Cross sectional study of sample from granulose cells women with PCOS and without PCOS or with ovarian abnormalities that following Fertility In Vitro FIV program in Yasmine and SMART ndash IVF, dr. Sander B clinic, Jakarta. Sample number were 40 consisting 20 women with PCOS and 20 women without PCOS. Apoptosis level were evaluated with measuring mRNA expression from gene that of coding apoptotic Bcl2 family Bax and Bcl2 using quantitave absolute method qPCR. AMH level in serum were measured using ELISA method.Results There was a statistical significance difference AMH level between PCOS group and control group p"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfira Nur Fadillah
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) diketahui terkait dengan obesitas melalui: resistensi leptin. Salah satu penyebab resistensi leptin adalah defisiensi reseptor leptin (LEPR) dibubarkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ekspresi mRNA dari LEPR. gen dilarutkan pada subjek obesitas dan non-obesitas dengan PCOS dan non-SOPK serta
mengetahui korelasi antara ekspresi gen tersebut dengan obesitas dan PCOS. Kecepatan Ekspresi mRNA gen LEPR dalam sampel darah diukur menggunakan metode waktu nyata PCR. Penelitian dilakukan pada 96 subjek dengan empat kelompok sampel, yaitu: PCOS non-obesitas, PCOS bebas obesitas, PCOS obesitas, dan PCOS obesitas. Hasil pengukuran menunjukkan ekspresi mRNA rata-rata dari gen LEPR terlarut di masing-masing kelompok 2,10 x 10-4 ng/μL ± 1,88 x 10-4; 1,27 x 10-4 ng/μL ± 1,31 x 10-4; 1,99x 10-4 ng/μL ± 2,35 x 10-4; dan 1,44 x 10-4 ± 2,21 x 10-4 ng/μL. LEPR. ekspresi gen mRNA terlarut dalam semua kelompok obesitas diketahui lebih rendah jika dibandingkan dengan
kelompok obesitas (P < 0,05) dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok umum tanpa PCOS dan PCOS (1,69 x 10-4 ± 1,65 x 10-4; 1,71 x 10-4 ± 2,27 x 10- 4, P > 0,05). Studi ini menemukan bahwa penurunan ekspresi mRNA dari gen LEPR yang larut berhubungan dengan obesitas dan tidak berhubungan dengan PCOS.
Polycystic ovary syndrome (SOPK) is known to be associated with obesity through: leptin resistance. One of the causes of leptin resistance is dissolved leptin receptor (LEPR) deficiency. The aim of this study was to determine the mRNA expression of LEPR. gene was dissolved in obese and non-obese subjects with PCOS and non-PCOS as well as
determine the correlation between the expression of these genes with obesity and PCOS. Expression velocity of LEPR gene mRNA in blood samples was measured using real-time PCR method. The study was conducted on 96 subjects with four sample groups, namely: non-obese PCOS, obesity-free PCOS, obese PCOS, and obese PCOS. The measurement results showed the average mRNA expression of the soluble LEPR gene in each group was 2.10 x 10-4 ng/μL ± 1.88 x 10-4; 1.27 x 10-4 ng/μL ± 1.31 x 10-4; 1.99x 10-4 ng/μL ± 2.35 x 10-4; and 1.44 x 10-4 ± 2.21 x 10-4 ng/μL. LEPR. soluble mRNA gene expression in all obesity groups was found to be lower when compared to obese group (P < 0.05) and there was no significant difference between the general group without PCOS and PCOS (1.69 x 10-4 ± 1.65 x 10-4; 1.71 x 10-4 ± 2.27 x 10-4, P > 0.05). This study found that decreased mRNA expression of the soluble LEPR gene was associated with obesity and not associated with PCOS."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Silvana
"ABSTRAK
Latar Belakang: Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan penyebab 40%
infertilitas pada wanita usia reproduksi. Resistensi insulin sebagai salah satu
patofisiolofi yang mendasari SOPK, berkaitan erat dengan jaringan adiposa
viseral dan ditemukan pada 30-50% pasien SOPK dengan indeks masa tubuh
normal serta lingkar pinggang kurang dari 80 cm. Retinol Binding Protein-4
(RBP-4) yang disekresi oleh jaringan adiposa viseral diketahui sebagai salah satu
adipokin yang menyebabkan resistensi insulin. Pengukuran IMT dan lingkar
pinggang tidak dapat mewakili akumulasi jaringan adiposa viseral pada SOPK
dengan IMT normal serta lingkar pinggang kurang dari 80 cm. Dengan
diketahuinya titik potong optimal kadar serum RBP-4 sebagai penanda jaringan
adiposa viseral, diharapkan dapat memprediksi risiko kejadian resistensi insulin
yang bermanfaat dalam menentukan penatalaksanaan kasus SOPK dengan IMT
normal terkait strategi pengurangan akumulasi jaringan adiposa viseral.
Tujuan: Diketahuinya titik potong optimal kadar serum RBP-4 sebagai penanda
jaringan adiposa viseral untuk memprediksi risiko kejadian resistensi insulin pada
penderita SOPK dengan IMT normal.
Metode: Studi observasional dengan desain potong lintang selama periode Juli
2014 hingga Maret 2015 di Poliklinik Yasmin, RSCM, Jakarta.
Hasil: Sejumlah 40 subjek SOPK dengan IMT normal yang memenuhi kriteria
inklusi didapatkan 16 subjek (40%) yang mengalami resistensi insulin dan 24
subjek (60%) nir resistensi insulin. Sejumlah 23 subjek (57.5%) memiliki lingkar
pinggang kurang dari 80 cm, dimana 6 subjek (26%) diantaranya mengalami
resistensi insulin. Kadar serum RBP-4 pada kelompok resistensi insulin bermakna
lebih tinggi dibandingkan nir resistensi insulin (p 0.008). Dengan analisis ROC
didapatkan AUC kadar serum RBP-4 78.8% (IK 95% -8445.59 ? -1447.98)
dengan nilai p 0.002. Titik potong optimal kadar serum RBP-4 adalah 24133
ng/mL dengan sensitivitas sebesar 75% dan spesifisitas sebesar 75%. Dengan
analisis regresi logistik biner didapatkan pemeriksaan serum RBP-4 menambah
nilai diagnostik dari parameter demografis dan klinis AUC 85.7% menjadi 91.1%.
Kesimpulan: Kadar serum RBP-4 sebagai penanda jaringan adiposa viseral dapat digunakan untuk memprediksi risiko kejadian resistensi insulin pada penderita SOPK dengan IMT normal. ABSTRACT Background: Polycystic ovarian syndrome (PCOS) contributes to fourty percent
of infertility?s issues on reproductive women. Insulin resistance as one of
important pathophysiology in PCOS, correlates with visceral adipose tissue and is
found on 30-50% PCOS patients with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Retinol Binding Protein-4 (RBP-4), which is
secreted by visceral adipose tissue, known as one of adipokines that cause insulin
resistance. The measurement of body mass index and waist circumference could
not represent visceral adiposity on PCOS with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Determination of serum RBP-4 cut off level as
visceral adipose tissue marker hopefully could predict the risk of insulin
resistance on polycystic ovarian syndrome with normal body mass index,
therefore it will be useful on its management related to reduction of visceral
adiposity.
Objective: To obtain serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker
to predict the risk of insulin resistance on PCOS with normal body mass index.
Method: This was an observational study with cross sectional design conducted at
Yasmin Clinic, RSCM, Jakarta during a period of July 2014 until March 2015.
Result: Fourty PCOS patients with normal body mass index were participated on
this study. There were 16 subjects (40%) who were insulin resistance and 24
subjects (60%) who were not insulin resistance. There were 23 subjects (57.5%)
who had waist circumference less than 80 cm, where 6 of them (26%) were
insulim resistance. Serum RBP-4 level was significantly higher on insulin
resistance group (p 0.008). After ROC analysis was performed, AUC of serum
RBP-4 was 78.8% (CI 95% -8445.59 ? -1447.98, p 0.002). The cut off level of
serum RBP-4 was 24133 ng/mL with sensitivity 75% and specificity 75%. After
logistic regression analysis was performed, it was found that serum RBP-4 increase diagnostic value of demographic and clinical parameter with AUC 85.7% to 91.1%. ;Background: Polycystic ovarian syndrome (PCOS) contributes to fourty percent
of infertility?s issues on reproductive women. Insulin resistance as one of
important pathophysiology in PCOS, correlates with visceral adipose tissue and is
found on 30-50% PCOS patients with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Retinol Binding Protein-4 (RBP-4), which is
secreted by visceral adipose tissue, known as one of adipokines that cause insulin
resistance. The measurement of body mass index and waist circumference could
not represent visceral adiposity on PCOS with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Determination of serum RBP-4 cut off level as
visceral adipose tissue marker hopefully could predict the risk of insulin
resistance on polycystic ovarian syndrome with normal body mass index,
therefore it will be useful on its management related to reduction of visceral
adiposity.
Objective: To obtain serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker
to predict the risk of insulin resistance on PCOS with normal body mass index.
Method: This was an observational study with cross sectional design conducted at
Yasmin Clinic, RSCM, Jakarta during a period of July 2014 until March 2015.
Result: Fourty PCOS patients with normal body mass index were participated on
this study. There were 16 subjects (40%) who were insulin resistance and 24
subjects (60%) who were not insulin resistance. There were 23 subjects (57.5%)
who had waist circumference less than 80 cm, where 6 of them (26%) were
insulim resistance. Serum RBP-4 level was significantly higher on insulin
resistance group (p 0.008). After ROC analysis was performed, AUC of serum
RBP-4 was 78.8% (CI 95% -8445.59 ? -1447.98, p 0.002). The cut off level of
serum RBP-4 was 24133 ng/mL with sensitivity 75% and specificity 75%. After
logistic regression analysis was performed, it was found that serum RBP-4 increase diagnostic value of demographic and clinical parameter with AUC 85.7% to 91.1%. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni’matul Isna
"

Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan reproduksi yang ditandai dengan anovulasi, menstruasi tidak teratur, dan hirsutisme yang seringkali menyebabkan infertilitas. Meski etiologinya belum sepenuhnya dipahami, namun telah diketahui bahwa sebagian besar wanita dengan SOPK mengalami obesitas dengan prevalensi mencapai 40—80%. Obesitas merupakan kelebihan akumulasi lemak tubuh yang dicirikan dengan hipertrofi. Salah satu gen yang diduga terkait dengan obesitas adalah gen fat mass and obesity associated (FTO). Gen FTO menyebabkan peningkatkan nilai BMI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi mRNA gen FTO dan korelasinya dengan BMI pada wanita SOPK dan normal dengan obesitas dan non-obesitas. Jaringan darah digunakan sebagai sumber mRNA yang diambil pada 30 wanita non obesitas, 30 wanita normal obesitas, 30 wanita SOPK non-obesitas, dan 30 wanita SOPK obesitas. Kuantitas ekspresi mRNA gen FTO ditentukan dengan menggunakan quantitative real-time PCR. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan ekspresi mRNA gen FTO pada kelompok wanita SOPK dan normal dengan obesitas, serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi mRNA gen FTO dengan BMI. Gen FTO merupakan gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas akan tetapi tidak memiliki keterkaitan dengan sindrom ovarium polikistik, serta tidak memiliki korelasi dengan BMI.


Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a reproductive disorder characterized by anovulation, irregular menstruation, and hirsutism which often causes infertility. Although the etiology is not fully understood, it is well known that most women with PCOS are obese with a prevalence of 40-80%. Obesity is an excess of body fat accumulation which is characterized by hypertrophy. Fat mass and obesity associated gene (FTO) is known to correlate with obesity. The study found that FTO gene causes an increase in the BMI. This reserach aim to determine the differences in FTO mRNA gene expression and its correlation with BMI in normal and PCOS woman with obesity and lean. This study used blood tissue as a source of mRNA taken in 30 normal lean woman, 30 normal obese women, 30 PCOS lean women, and 30 PCOS obese women. The quantity of FTO mRNA gene expression was determined using quantitative real-time PCR. The result shows that there is differences in FTO mRNA gene expression in PCOS and normal woman with obesity dan non-obesity. FTO mRNA expression in PCOS and normal obesity woman is higher than those in the PCOS and normal lean women, and there is no correlation between FTO gene mRNA expression and BMI. Thus, the FTO gene is a gene responsible for obesity but has no association with polycystic ovary syndrome, and does not have a correlation with BMI. 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Ginanjar Sunarya
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan suatu kelainan endokrin yang sering dijumpai pada perempuan usia repoduksi. Masalah yang sering dijumpai adalah gangguan haid dan gangguan kesuburan. Persepsi dan sikap pasien dapat berbeda-beda. Kurangnya informasi, latar belakang pendidikan, dan sumber informasi juga dapat berdampak pada persepsi dan sikap pasien. Akan tetapi, data mengenai gambaran persepsi dan sikap pada pasien SOPK masih sulit diperoleh karena penelitian-penelitian dalam hal tersebut masih belum ada di Indonesia. Oleh karena itu, dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai persepsi dan sikap terhadap gangguan haid dan gangguan kesuburan pada pasien SOPK, sehingga dapat meningkatkan kualitas pasien yang nantinya berdampak pada persepsi dan sikapnya dalam manajemen tatalaksana terapeutik SOPK. Dilakukan studi potong lintang pada 241 subyek penelitian yang diperoleh melalui akun media sosial Instagram “pcosfighterindonesia’. Dilakukan pengumpulan sejumlah variable data seperti usia, IMT, pendidikan terakhir, riwayat penyakit, sumber informasi, serta persepsi dan sikap subyek penelitian. Diperoleh data bahwa mayoritas subyek penelitian memiliki persepsi baik, mengenai definisi dan penyebab SOPK, mengenai gangguan haid dan gangguan kesuburan pada SOPK, dan juga mengenai tatalaksana SOPK. Mayoritas subyek penelitian juga memiliki sikap baik, dan juga terdapat kesesuaian kuat antara persepsi dan sikap subyek penelitian mengenai SOPK dan juga mengenai gangguan haid dan kesuburan yang terjadi pada SOPK.

Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) is an endocrine disorder that is often found in women of reproductive age. Problems that are often encountered are menstrual and fertility. Patient perceptions and attitudes may vary. Lack of information, educational background, and sources of information can also have an impact on patient perceptions and attitudes. However, data regarding the description of perceptions and attitudes in PCOS patients is still difficult to obtain because studies in this topic do not yet exist in Indonesia. Therefore, with this study, it is hoped that an overview of the perceptions and attitudes towards menstrual disorders and fertility problems in PCOS patients can be obtained, so that it can improve the quality of patients which will have an impact on their perceptions and attitudes in the therapeutic management of PCOS.
A cross-sectional study was carried out on 241 research subjects obtained through the Instagram social media account "pcosfighterindonesia". Collecting a number of data variables such as age, BMI, recent education, medical history, information sources, and perceptions and attitudes of research subjects. Data was obtained that the majority of research subjects had good perceptions, regarding the definition and causes of PCOS, regarding menstrual disorders and fertility disorders in PCOS, and also regarding the management of PCOS. The majority of research subjects also had good attitudes, and there was also a strong agreement between perceptions and attitudes of research subjects regarding SOPK and also regarding menstrual disorders and fertility that occurred in PCOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiandra Wirantari Safira
"ABSTRAK
Sindrom ovarium polikistik (PCOS) adalah gangguan reproduksi yang terpengaruh oleh beberapa faktor, termasuk hiperinsulinemia yang memicu keadaan resistensi insulin. Faktor yang mempengaruhi resistensi insulin antara lain obesitas dan kelainan ekspresi substrat reseptor insulin-insulin-1 (IRS-1) substrat reseptor yang dikodekan oleh gen IRS-1. Belum diketahui apakah kelainan IRS-1 merupakan faktor penyebab resistensi insulin pada wanita non-obesitas. Penelitian ini dilakukan selama mengetahui perbandingan ekspresi mRNA IRS-1 pada wanita obesitas dengan PCOS dan non obesitas yang dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh obesitas dan resistensi insulin pada PCOS. Penelitian dilakukan dengan metode Real Time PCR pada RNA diisolasi dari darah tepi wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara ekspresi IRS-1 antara wanita dengan PCOS kontrol normal, dan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok obesitas dan non-obesitas kegemukan. Ekspresi IRS-1 pada pasien dengan PCOS dan obesitas diduga lebih tinggi karena regulasi substrat reseptor insulin."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Wingit Ciptaning
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Respon ovarium terhadap stimulasi FSH sangat dipengaruhi oleh fungsi reseptor FSH (FSHR). Genotip FSHR memainkan peranan yang mendasar pada respon fisiologis organ target terhadap stimulasi FSH. Telah diketahui polimorfisme pada gen reseptor FSH mempengaruhi sensitivitas reseptor terhadap FSH. Persentase penderita Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) pada wanita usia reproduksi cukup besar yaitu sekitar 5 -10 % dan dalam penanganannya membutuhkan terapi induksi ovulasi, salah satunya dengan menggunakan FSH eksogen. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian terhadap polimorfisme gen reseptor FSH pada penderita SOPK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a). Distribusi genotip dan frekuensi alel FSHR di posisi 307 dan 680 ekson 10 pada kelompok SOPK dan kelompok normal. b). Kadar FSH basal pada wanita penderita SOPK dan wanita normal. c). Hubungan antara distribusi genotip FSHR di posisi 307 dan 680 dengan level FSH basal pada kelompok SOPK dan kelompok normal. Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan distribusi genotip maupun frekuensi alel pada posisi 307 dan 680 pada ekson 10 gen reseptor FSH antara kelompok wanita penderita SOPK dan kelompok wanita normal. Ada perbedaan bermakna antara kadar FSH basal pada kelompok SOPK dan kelompok normal . Tidak terdapat perbedaan kadar FSH yang bermakna pada varian genotip posisi 307 maupun posisi 680 gen FSHR antara kelompok SOPK dan kelompok normal, dengan kadar FSH basal tertinggi pada posisi 307 pada kelompok SOPK dimiliki oleh genotip Threonin/Threonin dan kadar FSH basal tertinggi di posisi 680 pada kelompok SOPK dimiliki oleh genotip Asparagin/Serin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 16217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Agnes Susanto
"TUJUAN: Mengetahui efek metformin atau DLBS3233 terhadap kadar AMH.
LATAR BELAKANG: SOPK merupakan sindrom yang diketahui berkaitan dengan resistensi insulin dalam patofisiologi dan peranan AMH dalam patogenesis. Maka salah satu bagian dari tatalaksana SOPK adalah dengan pemberian insulin sensitizing agent ISA. ISA yang telah banyak digunakan yaitu metformin yang terbukti dalam memperbaiki siklus haid, namun obat ini juga menimbulkan efek samping seperti keluhan gastrointestinal yang cukup berat. Sehingga perkembangan obat herbal seperti fraksi bioaktif DLBS3233 memberikan harapan akan ISA yang efektif, namun memiliki efek samping minimal. Peranan ISA dalam efek perubahan AMH masih kontroversial, dan hanya ditemui penelitian yang meneliti metformin.
DESAIN DAN METODE: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda yang berlangsung pada bulan Maret 2013 hingga Juni 2015 di klinik Yasmin, RSCM Kencana dan RS Hasan Sadikin, Bandung. Subjek penelitian akan mendapatkan metformin sebanyak 2x750mg atau DLBS3233 1x100mg per hari selama enam bulan. Evaluasi kadar AMH akan dilakukan sebanyak dua kali, sebelum dan sesudah pengobatan.
HASIL: Sebanyak 20 subjek mendapati metformin dan 18 subjek mendapati DLBS3233. Rerata kadar AMH sebelum pengobatan didapati 9,30 5,06 ng/mL dan 11,27 6,47 ng/mL. Pasca pengobatan, didapati penurunan kadar AMH yang signifikan sebesar 1,52 0,07 p < 0,001. Penurunan kadar AMH didapati lebih tinggi pada grup metformin bila dibandingkan dengan DLBS3233 ? AMH = 1,83 ng/mL vs 1,15 ng/mL. Namun, metformin menimbulkan efek samping yang lebih signifikan dibandingkan DLBS3233 p=0,01. Sebanyak 7 pasien 18,42 hamil selama penelitian ini. Namun efek samping pengobatan jauh dirasakan oleh subjek yang mendapatkan metformin dibandingkan DLBS3233 p=0,01.
KESIMPULAN: Baik metformin atau fraksi bioaktif DLBS3233 dapat menurunkan kadar AMH, dan DLBS3233 merupakan pilihan terapi SOPK dengan efek samping yang minimal.

OBJECTIVE: To determine the effect of metformin and DLBS3233 on serum AMH level.
BACKGROUND: PCOS is known to be associated with insulin resistance in the pathophysiology and Anti Mullerian Hormone AMH in the pathogenesis. Thus, one of management of PCOS is to give insulin sensitizing agent ISA. Type of ISA which has been widely used is metformin which proven to improve menstrual cycle, but this medication cause major side effect such as gastrointestinal problems. So, the development of herbal medicine such as Bioactive Fraction DLBS3233, offer effective medicine, with minimal side effects. To date, the role of ISA to effects the changes in AMH still controversial, and studies only examine the effect of metformin to the level of AMH.
METHOD: Double blind randomized controlled trial was conducted in Yasmic Clinic, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Kencana and Hasan Sadikin hospital, Bandung within March 2013 until June 2015. PCOS patient diagnosed using Rotterdam All participant get daily dose of metformin 2x750mg or DLBS3233 1x100mg for six months. Evaluation of serum AMH level was conducted twice prior therapy and after the completion of the therapy. Protocol analysis was carried out upon differences of AMH using SPSS 20.
RESULTS: 20 subjects received metformin, while 18 subject received DLBS3233. Level of AMH prior medication was known to be 9,30 5,06 ng mL and 11,27 6,47 ng mL. After six months of therapy, there is significant decrease of AMH level of 1,52 0,07 p 0,001. The decrease level of AMH was observed higher in metformin group compared to DLBS3233 AMH 1,83 ng mL vs 1,15 ng mL. However, metformin causing more side effects compared to DLBS3233 p 0,01. There are total of 7 subjects 18,42 pregnant during the studies.
CONCLUSION: There rsquo s a significant decrease of AMH level after administration of either metformin or DLBS3233.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Pratama
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah kelainan endokrin yang paling banyak ditemukan dan memengaruhi 5–20% perempuan pada usia reproduksi. Kadar LH dan rasio LH dengan FSH lebih tinggi pada pasien SOPK nir-obese dibandingkan obese. Sekresi LH dan FSH dipengaruhi oleh pulsatilitas GnRH neuron GnRH di hipotalamus. Kisspeptin diduga sebagai regulator utama sekresi GnRH, sedangkan neurokinin B (NKB) dan dinorfin mengatur sekresi kisspeptin neuron KNDy. Namun, patofisiologi gangguan neuroendokrin pada pasien SOPK nir-obese belum dipahami sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui hubungan kadar kisspeptin, NKB dan dinorfin dengan rasio LH/FSH serta hubungannya dengan polimorfisme dan metilasi DNA gen KISS1. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang di Klinik Yasmin, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Kencana dan klaster Human Reproduction, Infertility and Family Planning IMERI UI pada bulan September 2021 sampai Januari 2023 dengan subjek penelitian 120 pasien SOPK nir-obese. Dilakukan pengukuran parameter komposisi tubuh, skor Ferriman-Gallwey dan pemeriksaan kadar FSH, LH, rasio LH/FSH, kisspeptin, NKB, dinorfin, leptin, adiponektin, AMH, glukosa darah puasa, insulin puasa, HOMA-IR, testosteron, dan SHBG. Dilakukan analisis polimorfisme rs4889 dan rs5780218 gen KISS1 danmetilasi DNA gen KISS1. Analisis bivariat dan analisis jalur dilakukan untuk mengetahui hubungan antarvariabel. Terdapat hubungan negatif antara dinorfin dengan kisspeptin, sedangkan kadar NKB tidak berhubungan dengan kisspeptin. Tidak ada hubungan kadar kisspeptin dengan rasio LH/FSH; namun, dinorfin berhubungan positif dengan rasio LH/FSH pada pada analisis bivariat maupun analisis jalur. Kadar AMH berhubungan dengan rasio LH/FSH baik pada kedua analisis. Pada analisis jalur, terdapat hubungan positif antara HOMA-IR dengan FAI dan antara FAI dengan AMH. Pada analisis polimorfisme gen KISS1tidak terdapat hubungan antara frekuensi genotipe maupun frekuensi alel rs4889 dan rs5780218 gen KISS1 SOPK nir-obese dengan kadar kisspeptin dan rasio LH/FSH. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara metilasi DNA dengan kadar kisspeptin dan rasio LH/FSH. Terdapat hubungan antara peningkatan dinorfin dengan penurunan kadar kisspeptin. Hubungan dinorfin dengan rasio LH/FSH kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kadar progesteron. Peningkatan AMH berhubungan dengan peningkatan rasio LH/FSH pada pasien SOPK nir-obese. AMH merupakan variabel perantara HOMA-IR dan FAI terhadap rasio LH/FSH. Tidak ada hubungan polimorfisme rs4889 dan rs5780218 gen KISS1 serta metilasi DNA gen KISS1 dengan kisspeptin dan rasio LH/FSH pada pasien SOPK nir-obese. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensi terapi terhadap dinorfin dan AMH dalam tatalaksana pasien SOPK nir-obese.

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is the most common endocrine disorder affecting 5–20% of reproductive age women. LH levels and LH/FSH ratios are higher in lean PCOS patients than in obese patients. LH and FSH secretion are influenced by GnRH pulsatility of GnRH neurons in the hypothalamus. Kisspeptin is thought to be the main regulator of GnRH secretion, whereas neurokinin B (NKB) and dynorphin regulate kisspeptin secretion in KNDy neurons. However, the pathophysiology of neuroendocrine disorders in lean PCOS patients is not well established. This study aims to determine the relationship between kisspeptin, NKB and dynorphin levels with the LH/FSH ratio and the relationship between polymorphism and DNA methylation of the KISS1 gene. This study used a cross-sectional design at the Yasmin Clinic, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Kencana and the IMERI UI Human Reproduction, Infertility and Family Planning cluster from September 2021 to January 2023 with 120 lean PCOS patients as subjects. Body composition parameters, Ferriman-Gallwey score, FSH, LH, LH/FSH ratio, kisspeptin, NKB, dynorphin, leptin, adiponectin, AMH, fasting blood glucose, fasting insulin, HOMA-IR, testosterone, and SHBG were measured. Analysis of KISS1 gene polymorphisms of rs4889 and rs5780218 and DNA methylation were performed. Bivariate analysis and path analysis were performed to determine the relationship between variables. There was a negative relationship between dynorphin and kisspeptin, while NKB levels was not related to kisspeptin. There was no relationship between kisspeptin levels and the LH/FSH ratio; however, dynorphin was positively related to the LH/FSH ratio in both bivariate and pathway analysis. AMH levels was positively correlated with the LH/FSH ratio in both analyses. In path analysis, there is a positive relationship between HOMA-IR and FAI as well as between FAI and AMH. In the analysis of the KISS1 gene polymorphism, there was no significant difference between the genotype and allele frequencies of rs4889 and rs5780218 of the lean KISS1 gene with kisspeptin levels and the LH/FSH ratio. There was no significant difference between DNA methylation with kisspeptin levels and LH/FSH ratio. There is a relationship between the increased dynorphin and decreased kisspeptin levels. The association of dynorphins with the LH/FSH ratio may be due to low levels of progesterone. Increased AMH is associated with increased LH/FSH ratio in lean PCOS patients. AMH is an intermediary variable between HOMA-IR and FAI with the LH/FSH ratio. There is no relationship between the rs4889 and rs5780218 KISS1 gene polymorphisms and KISS1 gene DNA methylation with kisspeptin and the LH/FSH ratio in lean PCOS patients. Further research is required to determine the therapeutic potential of dynorphin and AMH in the management of lean PCOS patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaniya Meidini Tahsya Hermawan
"Latar Belakang Sindrom Polikistik Ovarium (SAPK) adalah salah satu penyakit metabolic-endokrin yang paling sering ditemui pada Wanita dalam usia reproduktif. Sindrom Polikistik Ovarium merupakan kondisi yang banyak dikaitkan dengan obesitas dan meningkatnya jaringan adiposa, yang bisa diukur dengan lingkar pinggang dan tingkat lemak viseral. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisis korelasi dari obesitas dengan jaringan lemak viseral pada pasien sindrom polikistik ovarium dan kontrol pada klinik Yasmin, RSCM Kencana Metode Penelitian ini merupakan studi retrospektif analitik yang menggunakan metode cross-sectional dengan menggunakan data yang diperoleh dari rekam medis di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. Variabel independent merupakan index massa tubuh, sedangkan variable dependen adalah lingkar pinggang dan tingkat lemak viseral pada pasien SOPK dan kontrol. Hasil Penelitian ini menemukan perbedaan yang signifikan pada Lingkar pinggang (LP) dan Tingkat lemak viseral antar parameter IMT yang berbeda. Ketika membandingkan SOPK dan kelompok tidak SOPK pada kelompok yang disesuaikan dengan IMT, hanya kelompok obesitas yang memiliki perbedaan signifikan pada LP dan tingkat lemak viseral. Selain itu, ditemukan adanya korelasi yang signifikan antara indeks massa tubuh dan lingkar pinggang (p<0,000), serta lemak viseral (p<0,000) pada pasien PCOS. Hasilnya memiliki nilai Korelasi Pearson masing-masing sebesar 0,892 dan 0,871 yang berarti variabel lainnya akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya salah satu variabel. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini menemukan adanya korelasi signifikan positif antara jaringan lemak viseral dan IMT pada pasien SOPK.

Introduction Polycystic ovary syndrome (PCOS) is one of the most common metabolic-endocrine disease that can be found in women in reproductive age. Polycystic ovary syndrome is a condition that is closely correlated to obesity and increase of adipose tissue, which can be measured by waist circumference and visceral fat level. Thus, this study aims to analyse the correlation of obesity with waist circumference and visceral fat in polycystic ovary syndrome and control patients. . Method This research is a retrospective analytical study that uses cross-sectional method and utilize medical records from patients in Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. The independent variable is the body mass index, meanwhile the dependent variable is the waist circumference and visceral fat level. Results This research has found a significant difference in WC and VF among different BMI parameters. When comparing PCOS and the control group in their BMI-matched group, only the Obese group had a significant difference in WC and VF. Additionally, it is found that there is a significant correlation between body mass index and waist circumference (p<.000), as well as visceral fat (p<.000) in PCOS patients. The result has Pearson Correlation values of 0.892 and 0.871, respectively, which means the other will be higher as one variable increases. . Conclusion This research has found that there is a significant positive correlation between visceral adipose tissue and body mass index in PCOS patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>