Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khansa Rania Boer
"This thesis investigates the cognitive effects of using schematized orientation maps to enhance exploratory wayfinding in unfamiliar spaces. The urgency lies in the need for navigation aids that not only guide users but also foster the development of cognitive maps, which are crucial for long-term navigation skills. The thesis posits that schematized orientation maps are superior to modern turn-by-turn navigation aids in fostering cognitive map formation and enhancing spatial orientation. It argues that these maps not only improve navigational efficiency but also enrich the exploratory experience by encouraging active engagement with the environment. The study is grounded in theoretical concepts such as schematic maps, exploratory wayfinding, and orientation strategies. Schematic maps simplify environments, aiding in cognitive mapping and spatial orientation (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Exploratory wayfinding involves curiosity-driven navigation, supported by schematic maps that highlight key features (Allen, 1999). Cognitive maps, mental representations of spatial environments, guide navigation and are influenced by distinct visual, semantic, and structural landmarks (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). The study employs thematic analysis and pattern identification to understand navigational behaviors and cognitive map formation. Key findings indicate that schematized maps significantly enhance navigation by simplifying complex spatial information and emphasizing key landmarks, supporting cognitive map formation, and improving spatial orientation. These maps also foster deeper engagement with the environment by omitting certain details, prompting users to explore more actively.

Tulisan ini menginvestigasi efek kognitif dari penggunaan peta orientasi skematik untuk meningkatkan wayfinding eksploratif di ruang yang tidak dikenal. Diperlukan alat navigasi yang tidak hanya memandu pengguna tetapi juga mendorong perkembangan peta kognitif yang penting untuk keterampilan navigasi jangka panjang. Penulis berpendapat bahwa peta orientasi skematik lebih unggul daripada alat navigasi modern berbasis turn-by-turn dalam membentuk peta kognitif dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini tidak hanya meningkatkan efisiensi navigasi tetapi juga memperkaya pengalaman eksplorasi dengan mendorong keterlibatan aktif dengan lingkungan. Studi ini didasarkan pada konsep teoritis seperti peta skematis, penjelajahan eksploratif, dan strategi orientasi. Peta skematis menyederhanakan lingkungan, membantu dalam pembentukan peta kognitif dan orientasi spasial (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Penjelajahan eksploratif melibatkan navigasi yang didorong oleh rasa ingin tahu, yang didukung oleh peta skematis yang menyoroti fitur-fitur kunci (Allen, 1999). Peta kognitif, representasi mental dari lingkungan spasial, membimbing navigasi dan dipengaruhi oleh landmark visual, semantik, dan struktural yang berbeda (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). Studi ini menggunakan analisis tematik dan identifikasi pola untuk memahami perilaku navigasi dan pembentukan peta kognitif. Temuan utama menunjukkan bahwa peta skematik secara signifikan meningkatkan navigasi dengan menyederhanakan informasi spasial yang kompleks dan menekankan landmark utama, mendukung pembentukan peta kognitif, dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini juga mendorong keterlibatan yang lebih mendalam dengan lingkungan dengan menghilangkan beberapa detail, mendorong pengguna untuk lebih aktif mengeksplorasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Rania Boer
"Tulisan ini menginvestigasi efek kognitif dari penggunaan peta orientasi skematik untuk meningkatkan wayfinding eksploratif di ruang yang tidak dikenal. Diperlukan alat navigasi yang tidak hanya memandu pengguna tetapi juga mendorong perkembangan peta kognitif yang penting untuk keterampilan navigasi jangka panjang. Penulis berpendapat bahwa peta orientasi skematik lebih unggul daripada alat navigasi modern berbasis turn-by-turn dalam membentuk peta kognitif dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini tidak hanya meningkatkan efisiensi navigasi tetapi juga memperkaya pengalaman eksplorasi dengan mendorong keterlibatan aktif dengan lingkungan. Studi ini didasarkan pada konsep teoritis seperti peta skematis, penjelajahan eksploratif, dan strategi orientasi. Peta skematis menyederhanakan lingkungan, membantu dalam pembentukan peta kognitif dan orientasi spasial (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Penjelajahan eksploratif melibatkan navigasi yang didorong oleh rasa ingin tahu, yang didukung oleh peta skematis yang menyoroti fitur-fitur kunci (Allen, 1999). Peta kognitif, representasi mental dari lingkungan spasial, membimbing navigasi dan dipengaruhi oleh landmark visual, semantik, dan struktural yang berbeda (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). Studi ini menggunakan analisis tematik dan identifikasi pola untuk memahami perilaku navigasi dan pembentukan peta kognitif. Temuan utama menunjukkan bahwa peta skematik secara signifikan meningkatkan navigasi dengan menyederhanakan informasi spasial yang kompleks dan menekankan landmark utama, mendukung pembentukan peta kognitif, dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini juga mendorong keterlibatan yang lebih mendalam dengan lingkungan dengan menghilangkan beberapa detail, mendorong pengguna untuk lebih aktif mengeksplorasi.

This thesis investigates the cognitive effects of using schematized orientation maps to enhance exploratory wayfinding in unfamiliar spaces. The urgency lies in the need for navigation aids that not only guide users but also foster the development of cognitive maps, which are crucial for long-term navigation skills. The thesis posits that schematized orientation maps are superior to modern turn-by-turn navigation aids in fostering cognitive map formation and enhancing spatial orientation. It argues that these maps not only improve navigational efficiency but also enrich the exploratory experience by encouraging active engagement with the environment. The study is grounded in theoretical concepts such as schematic maps, exploratory wayfinding, and orientation strategies. Schematic maps simplify environments, aiding in cognitive mapping and spatial orientation (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Exploratory wayfinding involves curiosity-driven navigation, supported by schematic maps that highlight key features (Allen, 1999). Cognitive maps, mental representations of spatial environments, guide navigation and are influenced by distinct visual, semantic, and structural landmarks (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). The study employs thematic analysis and pattern identification to understand navigational behaviors and cognitive map formation. Key findings indicate that schematized maps significantly enhance navigation by simplifying complex spatial information and emphasizing key landmarks, supporting cognitive map formation, and improving spatial orientation. These maps also foster deeper engagement with the environment by omitting certain details, prompting users to explore more actively. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry
"Dinamika orientasi spasial serta potensi tubuh yang berbeda antara manusia dan serangga menciptakan perbedaan dalam hal logika gravitasi di antara keduanya. Hal tersebut dapat terlihat dari cara mereka mempersepsikan hubungan antara dirinya dengan objek di sekitarnya, baik secara statis maupun dinamis. Adanya perbedaan ini menyebabkan logika gravitasi menjadi relatif satu sama lain sehingga berpotensi timbul paradoks. Penelitian pada tugas akhir ini berfokus pada pertentangan logika gravitasi yang dimunculkan dalam paradoks ruang sehingga menghasilkan arsitektur yang tidak logis.

The changing of spatial orientation and body potentials are different between insects and humans, thus creating differences in the logic of gravity between the two creatures. It could be observed by the way they perceive relationship between self position and the surrounding object, both statically and dynamically. The difference causes relativity on the gravitational logics between one another so that paradox might happen. Research on this final project will be focusing to the deviation of gravitational logics that emerge as paradoxical space, and thus producing the illogical architecture as the following consequence."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library