Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andjar Brawono
"Spondilltis tuberkulosa merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah dengan ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru'-2. Sir Percival Pott (1799) mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik dan sejak saat itu spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyaldt Pott (Port's disease).
Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis nomer 3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus bare tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah.
Spondilitis tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi tuberkulosis dengan penyebaran sebagian besar seeara hematogen melalui pembululi darah arteri epifiseal atau melalui plexus vena Batson. Telah ditemukan spondilitis tuberkulosa setelah.instilasi BCG (bacillus Calmelle Guerin) intravesical pada karsirtoma buli-buli. Juga telah dilaporkan kasus osteomyelitis tuberkulosa sebagai komplikasi dari vaksinasi BCG . Fokus primer infeksi cenderung berbeda pada kelompok umur yang berbeda. Banerjee melaporkan pada 499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa, radiologis memperlihatkan 31% fokus primer adalah paru-paru dan dan kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya memperlihatkan foto rantgen paru yang normal dan sebagian besar adalah dewasa.
Pada usia dewasa, diskus intervertebralis avaskular sehingga Iebih resisten terhadap infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra.. Pada anakanak karena diskus intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer. Penyempitan diskus intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada kedua sisi diskus sehingga diskus mengalami herniasi ke dalam korpus vertebra yang telah rusak.
Kompresi struktur neurologis terjadi akibat penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses ekstrinsik pada fase aktif diakibatkan: oleh akumulasi cairan aldbat edema, abses kaseosa, jaringan granulasi, sequester tulang atau diskus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Suyasa
"The study was a a quasi experimental study, to evaluate the effects of kyphosis correction to the improvement of neurological deficits in 33 adults patient with tuberculous spondylitis at Fatmawati General Hospital in Jakarta during the period of January 2002 - June 2004. The average age of the patients was 29 years old, there were a range between 15-80° preoperative kyphosis and 0-55° range of postoperative kyphosis. There was a significant differential between degrees of kyphosis for pre and post operative (Wilcoxon signed test = OM) but there was no significant effect of kyphosis correction to the improvement of neurological deficits in tuberculous spondylitis patients thoracal and thoracolumbal vertebrae ( 0,053 ; p > 0.05 ). There was no significant relationship between the degree of kyphosis with neurological status in spondylitis tuberculosis patients thoracal and thoracolumbal vertebrae (p . 0,05 ) and there -was no significant relationship between site of lesion to neurological status in spondylitis tuberculosis patients thoracal and thoracolumbal vertebrae (p > 0,05)."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T55741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Aswari Intan Pertiwi
"Spondilitis tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang tulang belakang. Berdasarkan aturan WHO, pemberian multi-obat anti-tuberkulosis dalam jangka waktu 6 bulan dibutuhkan untuk mengobati tuberkulosis tulang. Kombinasi empat macam obat biasanya menggunakan isoniazid, rifampisin pirazinamid, dan etambutol. Pemberian obat melalui oral dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi tidak efektif karena kemampuan obat yang tidak memadai untuk mencapai target, tingkat toksisitas obat yang tinggi dan ketidakpatuhan pasien untuk meminum obat dalam durasi pengobatan yang lama. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada hidrogel padat PVA yang dimuati obat anti tuberkulosis dengan menyalutnya dengan senyawa PLGA dan PLA sehingga membentuk sistem pelepasan lambat. Hidrogel PVA dipreparasi dengan menggunakan metode freeze-thaw dan pelapisan hydrogel dengan PLGA/PLA dilakukan dengan menggunakan metode dip-coating.
Hasil karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan hidrogel terlapis PLGA/PLA memiliki permukaan yang lebih halus seperti tanpa pori jika dibandingkan dengan hidrogel tanpa pelapis. Semakin besar rasio konten LA dalam polimer pelapis, maka permukaan akan semakin halus. Hasil uji rilis in vitro dalam larutan PBS pH 7,4 menunjukkan pelapisan PLGA/PLA mampu memperlambat laju rilis obat antituberkulosis. Pada sistem PVA-obat dengan loading obat 20% yang dilapisi PLGA dan PLA, rilis obat pada 28 hari berturut-turut adalah 72 dan 61% untuk pirazinamid, 72 dan 43% untuk etambutol, dan 66 dan 25% untuk isoniazid. Pada sistem PVA -obat rifampisin yang bersifat hidrofobik dengan loading obat 20% , rilisnya pada 28 hari berturut-turut adalah 4 dan 4%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak PLA digunakan untuk melapisi hidrogel PVA semakin lambat obat tersebut dilepaskan pada rentang pengamatan 28 hari. Dengan demikian formulasi hidrogel PVA-obat dengan pelapis PLA berpotensi digunakan sebagai sistem penghantar dalam bentuk implan untuk melepaskan obat anti-tuberkulosis dalam rentang waktu lama.

Spondilitis Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis which attacks the spine. Under WHO rules, the provision of multi-drug anti-tuberculosis within a period of 6 months is needed to treat bone tuberculosis. The combination of four types of drugs usually uses isoniazid, pyrazinamide rifampicin, and ethambutol. Prolonged oral administration of drugs can be ineffective due to the inadequate ability of the drug to reach the target, high drug toxicity and patient noncompliance with taking the drug for long duration of treatment. In this study, modifications were made to the solid PVA hydrogels loaded with anti-tuberculosis drugs by coating them with PLGA and PLA compounds to form a slow release system. Hydrogel PVA was prepared using the freeze-thaw method and hydrogel coating with PLGA / PLA was carried out using the dip-coating method. The results of the characterization by Scanning Electron Microscope (SEM) show that PLGA and PLA coated hydrogels have a smoother, non-porous surface compared to uncoated hydrogels. The greater the ratio of LA content in coating polymers, the more smooth the surface will be.
The results of the in vitro release test in PBS solution pH 7.4 showed PLGA / PLA coating was able to slow the rate of release of antituberculosis drugs. In the PVA-drug system with 20% drug loading coated with PLGA and PLA, drug release on 28 days was 72 and 61% for pyrazinamide, 72 and 43% for ethambutol, and 66 and 25% for isoniazid. In the PVA-rifampicin treatment system that is hydrophobic with a drug loading of 20%, its release on 14 consecutive days is 4 and 4%. These results indicate that the more PLA is used to coat the PVA hydrogel the slower the drug is released in the 28-days observation range. Thus the PVA-drug hydrogel formulation with PLA coatings has the potential to be used as an implant delivery system to release anti-tuberculosis drugs in the long term.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library