Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Faik Falaivi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Salah satu faktor resiko timbulnya kolonisasi jamur di saluran napas bawah adalah asma. Kolonisasi jamur merupakan faktor predisposisi timbulnya proses sensitisasi atau mikosis paru dan dapat memperberat derajat berat asma, status kontrol asma dan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kolonisasi jamur di saluran napas pada pasien asma persisten di Indonesia khususnya di RSUP Persahabatan dan hubungannya dengan asma, status komtrol asma dan fungsi paruMetode : Penelitian ini berdesain potong lintang dengan subjek penelitian adalah pasien asma persisten yang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Pasienakanmenjalanipemeriksaan asthma control test, foto toraks dan uji spirometri serta induksi dahak untuk diperiksakan biakan jamur di bagian Parasitologi Rumah Sakit Cipto Mangukusumo RSCM . Hasil biakan jamur dianalisa untuk mengetahui hubungannya dengan asma, satus kontrol asma dan fungsi paru.Hasil : Total pasien yang menjalani seluruh prosedur penelitiaan adalah 45pasien. Biakan jamur positif pada 39 pasien 86,7 dan biakan jamur negatif pada 6 pasien 13,3 . Jumlah isolat jamur yang tumbuh ge; 2 spesies sebanyak 20 pasien 44,5 dan jamur berbentuk filamen tumbuh pada 21 pasien 46,8 .Isolat jamur yang paling banyak tumbuh adalah Candida albicans,Miceliasterilla dan Aspergillus fumigatus.Terdapat hubungan bermakna antara jamur berbentuk filamen dengan lama penggunaan kortikosteroid inhalasi.Kesimpulan: Sebagian besar pasien asma persisten mempunyai kolonisasi jamur di saluran napas. Isolat yang paling banyak tumbuh pada pada pasien asma adalah Candida albicans, Micelia sterile dan Aspergillus fumigatus. Lama penggunaan kortikosteroid inhalasi berhubungan dengan kolonisasi jamur di saluran napas. Kata kunci: kolonisasi jamur, asma, induksi dahak
ABSTRACT Background One of the risk factor for fungal colonization is asthma. Fungal colonization is predisposision factor for sensitization or lung mycosis and can aggravate the degree of asthma, asthma control status and lung function. The purpose of this study to get data about fungal colonization in the airways on persistent asthma patients in Indonesia especially Persahabatan Hospital and its related to asthma, asthma control status and lung function.Method This was a cross sectional study conducted on persistent asthma patients treated at the Persahabatan Hospital. Subjects underwent examination of asthma control test, chest X ray, spirometry test and sputum induction for examination of fungal cultures at Parasitology Department, Cipto Mangukusumo Hospital. The results fungal cultures was analyzed to find the correlation between fungal colonization with asthma, control asthma status dan lung function.Results Forty five subjects complete all procedure in this study. Positive fungal cultures was found in 39 subjects 86.7 and negative fungal culture was found in 6 subjects 13.3 . More than one species was found to be grown in the culture of 20 subjects 44.5 and filamentous fungal grown in the culture of 21 subjects 46,8 . The most widely found fungi were Candida albicans, Micelia sterilla and Aspergillus fumigatus. There was a significant association between filamentous fungi with prolonged use of inhaled corticosteroids.Conclusion Most of the persistent asthma subjects have fungal colonization in the airways. The most widely found fungi were Candida albicans, Micelia sterilla and Aspergillus fumigatus. Duration use of inhalation corticosteroid related to fungal infection. Keywords fungal colonization, asthma, sputum induction
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Risma Isudawati
Abstrak :
Penyakit Tuberkulosis Paru atau sering disebut dengan penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi perhatian global. Indonesia menempati peringkat keempat di antara negara-negara TB tertinggi di dunia. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Penyakit TB paru ditularkan melalui airborne yaitu percikan droplet yang mengandung kuman mycobacterium tuberculosis. Masalah keperawatan yang umumnya sering terjadi pada pasien TB paru adalah penumpukan sputum sehingga menimbulkan sesak dan apabila tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Untuk mengurangi penumpukan sputum di jalan nafas dilakukan pemberian terapi Teknik Active Cycle Breathing (ACBT). Terapi ACBT adalah siklus gabungan dari 3 latihan teknik pernapasan, yaitu latihan kontrol pernafasan, pernapasan dalam dan huffing/ ekspirasi paksa yang dapat membantu memobilisasi sputum dengan mudah dan tidak membutuhkan biaya serta dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri. Hasil dari Aplikasi ACBT ini diketahui dapat mengurangi sesak napas, menstabilkan irama pernapasan, memberikan relaksasi, mengeluarkan dahak dan pelepasan dahak, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan di pasien TB paru. ACBT diharapkan dapat menjadi salah satu pemecahan masalah keperawatan khususnya untuk masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Madeleine Ramdhani Jasin
Abstrak :
Latar Belakang: Induksi sputum merupakan metode alternatif untuk mendapatkan spesimen dari saluran respiratori bawah yang bersifat semi-invasif. Induksi sputum belum menjadi pemeriksaan standar pada anak, padahal sputum merupakan spesimen yang baik untuk berbagai pemeriksaan penunjang, misalnya pulasan sitologi dan biakan bakteri. Keberhasilan induksi sputum dalam mendapatkan spesimen dari saluran respiratori bawah pada anak masih diragukan. Tujuan: Mengetahui keberhasilan induksi sputum dalam mendapatkan spesimen dari saluran respiratori bawah pada anak dengan infeksi saluran respiratori bawah, toleransi induksi sputum, dan pola biakan dari spesimen sputum yang didapatkan. Metode: Penelitian potong lintang deskriptif pada subjek anak berusia 1 bulan hingga 18 tahun dengan infeksi respiratori bawah yang dipilih secara konsekutif. Subjek menjalani induksi sputum. Sputum diperiksa jumlah sel makrofag alveolar, kadar protein surfaktan A (SP-A), serta biakan bakteri aerob, atau pulasan bakteri tahan asam dan biakan M. tuberculosis. Hasil: Empat puluh orang subjek berpartisipasi dalam penelitian ini, induksi sputum berhasil dilakukan pada seluruh subjek. Usia termuda 2 bulan dan tertua 16 tahun 7 bulan. Sebagian besar subjek (27 dari 40 orang) didiagnosis dengan tuberkulosis, diikuti pneumonia dan bronkiolitis. Median durasi induksi sputum 45 menit, dan sebagian besar volume 3 atau 4 mL. Efek samping berupa perdarahan hidung (40%) dan muntah (2,5%). Jumlah sel makrofag alveolar lebih dari 5 buah ditemukan pada 97,5% subjek. Sementara, SP-A diperiksa pada 30 spesimen dan SP-A dideteksi pada seluruh spesimen dengan median 264,528 pg/mL. Pulasan bakteri tahan asam negatif pada seluruh subjek yang diperiksa, sementara biakan M. tuberculosis positif pada 1 dari 27 (3%) subjek. Biakan bakteri aerob positif pada 5 dari 13 (38,5%) orang subjek. Simpulan: Induksi sputum memiliki keberhasilan yang baik untuk mendapatkan spesimen dari saluran respiratori bawah pada anak dan aman dilakukan. Spesimen sputum yang diperoleh secara induksi memiliki hasil positif biakan bakteri aerob yang cukup baik. ...... Background: Sputum induction is an alternative method to obtain specimen from lower respiratory tract. Although sputum is a good specimen for various examination such as cytology and microbiological culture, sputum induction is not a standard method in children. The efficacy of sputum induction to obtain specimen from lower respiratory tract in children is unclear. Objective: To identify the efficacy of sputum induction to obtain specimen from lower respiratory tract in children with lower respiratory tract infection. Also, to identify side effects of sputum induction and the result of microbiological culture. Design: A cross sectional study was performed in children from age 1 month old to 18 years old with lower respiratory tract infection, consecutively. Subject underwent sputum induction, and specimens were examined for number of alveolar macrophage cell, surfactant protein A (SP-A) concentration, also aerobic microbial culture, or acid-fast bacili smear and M. tuberculosis culture. Result: Forty subjects participated in this study, and sputum induction was succesfully performed in all subjects. Youngest subject was 2 months old, while the eldest was 16 years 7 months old. Most subjects (27 of 40) were diagnosed with tuberculosis, followed by pneumonia and bronchiolitis. Median duration of sputum induction was 45 minutes, and majority of volume was 3 or 4 mL. Side effects were nose bleeds (40%) and vomiting (3%). Macrophage alveolar more than 5 cells in one specimen was found in 97.5% subjects. Laboratory examination for SP-A was performed in 30 subjects? specimens, and SP-A was detected in all examined specimens with median concentration 264.528 pg/mL. Culture for M. tuberculosis was positive in 1 of 27 subjects (3%), while acid fast bacili smear was negative in all examined subjects. Aerobic microbial culture was positive in 5 of 13 subjects (38.5%), Conclusions: Sputum induction has good efficacy in obtaining lower respiratory tract specimen and it is safe to perform in children. Specimen from sputum induction yields good positive result for aerobic microbial cultures.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library