Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selviana Octaviani
"Latar belakang pendidikan dan pengetahuan mengenai Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konversi sputum TB. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara level edukasi pasien dan tingkat pengetahuan tentang TB dengan konversi sputum pada dua bulan.Studi potong lintang ini di lakukan di Rumah Sakit Persahabatan dengan menganalisa latar pendidikan dan pengetahuan mengenai TB. Dari 106 pasien (63 laki-laki, 43 perempuan) dengan rentang umur 20-65 tahun dilakukan interview langsung dan pengisian kuesioner untuk mengetahui tingkat pendidikan dan pengetahuan akan TB. Uji sampel chi-square digunakan untuk menilai signifikansi statistik pada penelitian ini. Terdapat hubungan yang bermakna antara latar pendidikan dan pengetahuan mengenai TB (p<0.05); pendidikan dan sputum konversi (p<0.05). Tidak terdapat nilai statistic yang signifikan antara pengetahuan TB dan sputum konversi (p>0.05). Hasil penemuan studi ini menunjukan bahwa latar pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat pengetahuan TB dan sputum konversi yang lebih baik. Akan tetapi, tingkat pengetahuan TB yg lebih baik tidak menunjukan bahwa pasien memiliki konversi sputum yang positif pada dua bulan.

Educational backgrounds and level of knowledge are factors that might affect the sputum conversion of the Tuberculosis (TB) patients. This study focused to investigate the association between educational background and level of knowledge of the TB patient and the sputum conversion at two months. This cross-sectional study was done in Persahabatan hospital among 106 patients (63 male, 43 female) with the age ranging from 20-65 years old. The educational background and knowledge level of TB were assessed using a questionnaire and direct interview. A chi- square test was conducted to assess the association between knowledge level of TB and education level, education level and sputum conversion, and knowledge level of TB and sputum conversion. There were a statistically significance association between education level and knowledge about Tuberculosis (p<0.05); education level and sputum conversion (p<0.05); however, knowledge level of TB and sputum conversion were not statistically significant (p > 0.05). These findings suggest that the higher the education, the higher the patient's knowledge level of TB and sputum conversion rate. However, higher knowledge level of TB does not necessary mean that the patient will have a positive sputum conversion at two months."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astika Pramesti Tunggadewi
"Keterlambatan perkembangan adalah masalah umum pada anak-anak. Identifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi status perkembangan mempunyai peran penting untuk memberikan intervensi strategis untuk anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor eksternal yaitu status pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, pengasuh dan status perkembangan pada anak 4-6 tahun di PAUD, Cikini. Studi cross sectional dengan cara mengumpulkan kuesioner Parent’s Evaluation of Developmental Status (PEDS) kepada 108 orang tua dari anak-anak di PAUD digunakan sebagai data dasar penelitian serta data dari Medical Research Unit digunakan sebagai data pendukung untuk faktor eksternal. Hasil menunjukkan sebagian besar orang tua subjek secara berurutan memiliki pendidikan menengah, diikuti oleh pendidikan dasar dan pendidikan tinggi. Sebagian besar ibu tidak bekerja (75,9%), sementara sebagian besar ayah subjek bekerja (96,3%). Sebagian besar ibu bertindak sebagai pengasuh anak (71,3%). Uji Chi-square menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara status perkembangan dan masing-masing status pendidikan ibu (0,248), status pendidikan ayah (0.194), status pekerjaan ibu (0,795) dan pengasuhan (0.713). Uji Fisher Exact juga mengungkapkan hasil tidak signifikan dalam hubungan antara status perkembangan dan status pekerjaan ayah (0,260). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat hubungan bermakna secara statistika antara status perkembangan dan dan beberapa faktor eksternal dari anak.
......Developmental delay is a common problem in children. Identification of external factors affecting child’s developmental status has an important role to provide intervention for children who suffer from developmental delay. The purpose of this research is to know the relationship between external factors (parent’s educational status, parent’s occupational status, caregivers) and developmental in children 4-6 years OLD, Cikini. Cross sectional studies by means of collecting questionnaire Parent's Evaluation of Developmental Status (PEDS) to 108 parents of children in PAUD used as the primary data as well as data from Medical Research Unit used as supporting data to external factors. The results revealed most of the parents had intermediate education, followed by basic education and higher education consecutively. Most of the mothers are not working (75.9%), while most of the subject's father's work (96,3%). Most of the mothers act as caregiver (71.3%). The Chi-square test found that there was no statistically meaningful relationship between developmental status and respectively mother’s educational status (0,248), father’s educational status (0.194), mother's occupational status (0,795) and caregiver (0.713). The Fisher's Exact test also revealed insignificant result in the relationship between the status of the development and father’s occupational status (0,260). The conclusion from this study is that there is no statistically meaningful relationship between the developmental status and some external factors in children."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Kukuh Adishabri
"Latar belakang: Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai oleh gangguan lapang pandang visual dan perubahan tertentu pada cawan optik saraf. Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia mencapai 4,6 per 1000 penduduk. Glaukoma sudut terbuka merupakan tipe glaukoma tersering dimana terdapat sudut yang terbuka pada ruang anterior mata, perubahan ujung nervus optikus, dan hilangnya penglihatan perifer progresif. Glaukoma dapat berujung pada kebutaan apabila tidak ditatalaksana dengan baik. Terapi utama pada glaukoma adalah pengobatan farmakologis jangka panjang yang memerlukan kepatuhan pasien seumur hidup dan hanya bertujuan untuk mencegah disabilitas lebih lanjut.
Tujuan: Memberikan gambaran mengenai kepatuhan penggunaan obat pada pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana, serta hubungannya dengan status pendidikan formal pasien dan tingkat pengetahuan glaukoma pasien.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 96 subjek dengan teknik consecutive sampling. Subjek merupakan pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Kepatuhan penggunaan obat dan tingkat pengetahuan glaukoma diukur menggunakan kuesioner adaptasi Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) dan Glaucoma Treatment Compliance Assessment Tool (GTCAT).
Hasil: Mayoritas subjek memiliki status pendidikan formal tinggi (56.3%), pengetahuan berkaitan glaukoma sedang (51.0%), dan kepatuhan rendah (50.0%). Uji komparatif yang dilakukan pada status pendidikan formal dan tingkat pengetahuan glaukoma terhadap kepatuhan penggunaan obat memberikan nilai p sebesar 1.000 dan 0.501.
Simpulan: Status pendidikan formal dan tingkat pengetahuan glaukoma tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan kepatuhan penggunaan obat glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana.
......Introduction: Glaucoma is a disease characterized by visual field problems and certain changes in optic nerve plate. Based on Riskesdas 2007, the prevalence of glaucoma in Indonesia has reached 4.6 cases per 1000 populations. Open-angle glaucoma is the most common type of glaucoma which characterized by open angle in anterior chamber of eye, changes in optic nerve, and progressive loss of peripheral vision. Glaucoma can lead to blindness if there is no proper therapy given. The main treatment option is long-term pharmacological treatment that requires lifetime adherence and only intended to prevent further disabilities.
Objectives: Provide an overview of medication adherence level in open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana, as well as its relationship with formal education status and patient’s knowledge regarding glaucoma.
Methods: This study is a cross-sectional study conducted on 96 subjects with consecutive sampling technique. Subjects were open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana who met the inclusion criteria. Measurement of medication adherence level and patient’s knowledge level were carried out using questions adapted from Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) and Glaucoma Treatment Compliance Assessment Tool (GTCAT).
Results: Majority of subjects in this study had high formal education status (56.3%), moderate glaucoma-related knowledge (51.0%), and low adherence (50.0%). The p-value given from comparative test conducted on formal education status and glaucoma-related knowledge level towards medication adherence are 1.000 and 0.501, respectively.
Conclusions: Patient’s formal education status and glaucoma-related knowledge did not significantly affect (p>0.05) medication adherence in open-angle glaucoma patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library