Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryono
Abstrak :
Penglihatan binokular yang normal adalah faal penglihatan maksimal yang dicapai seseorang pada penglihatan dengan kedua mata dan bayangan yang diterima setajam-tajamnya dapat diolah oleh susunan syaraf pusat menjadi satu bayangan tunggal ( fusi ) dan berderajat tinggi.( stereoskopis ) (1,2,3). Penglihatan stereoskopis adalah derajat paling tinggi penglihatan binokular, yang merupakan kedalaman penglihatan atau lebih tepatnya persepsi kedalaman penglihatan binokular dimana dimungkinkan karena kedua mata melihat dari "vintage point" yang berbeda (4,5). Oleh karena terpisahnya kedua mata di dalam bidang horisontal, maka kedua bayangan retina yang terbentuk menjadi sedikit berbeda. Hal ini menyebabkan disparitas bayangan retina yang akan memberi data penting untuk persepsi kedalaman penglihatan binokular. Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, maka diperlukan persyaratan sebagai berikut : (1,2,3,5) fungsi tiap mata harus baik dimana bayangan benda jatuh tepat pada masing-masing bintik kuningnya. tidak terdapat aniseikonia. Fungsi dan kerja sama yang baik dari seluruh otot penggerak bola mata, dan susunan syaraf pusat mempunyai kemampuan untuk mensitesa kedua bayangan yang terbentuk tersebut menjadi bayangan tunggal. Bila terjadi sedikit saja penyimpangan di atas,akan terjadi penurunan kwalitas penglihatan binokular (2,5).Sebagai salah satu syarat utama untuk terjadinya penglihatan binokular , tajam penglihatan harus baik yaitu 1.00 ( 6/6 ) dengan atau tanpa koreksi. Apabila terjadi gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi, dimana bayangan jatuh tidak tepat di bintik kuning akan terjadi gangguan penglihatan binokular ( 7 ). Tajam penglihatan yang baik,yaitu 6/6 tanpa koreksi pada emetropia dan dengan koreksi pada ametropia. Kelainan refraksi dapat berupa miopia , hipermetropia dan astigmat. Miopia sendiri menurut derajatnya dibagi menjadi miopia ringan (1 - 3 D), sedang (3 - 6 D), berat (lebih dari 7 D).(7). Penderita yang ternyata mempunyai kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan kiri, dan setelah diberi kaca mata dengan ukuran yang tepat ternyata ia mengeluh kacamata tersebut tidak enak dipakai atau memberikan rasa pusing. Kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan kiri disebut anisometropia.(8,9,10,11) Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu: (12). 1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5D. 2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D. 3. anisometropia besar, beda refraksi'lebih besar dari 2,5D. Kelainan ini dapat terjadi dalam berbagai variasi antara lain satu mata emetropia sedangkan mata lainnya lagi ametropia atau keduanya ametropia. Kelainan ini sebagian' besar disebabkan oleh karena perbedaan perkembangan sumbu bola mata antara mata kanan dan kiri. Keluhan anisometropia akan lebih jelas lagi bila perbedaan tersebut lebih dari tiga dioptri,yang akan menyebabkan aniseikonia.(2,13). Penderita dengan anisometropia sedang akan menyebabkan gangguan stereoskopis ( 12 ). Duke Elder menuliskan bahwa perbedaan refraksi sebesar 0,25 Dioptri antara kedua mata akan menyebabkan perbedaan persepsi besar bayangan sebesar 0,5 % .Perbedaan besar bayangan yang masih dapat ditoleransi oleh manusia adalah sebesar 5 % (13). Penilaian penglihatan stereoskopis dapat dilakukan dengan TNO Random Dots Test yang nilainya pada orang normal sebesar 40 detik busur .Karena anisometropia kecil tidak mampengaruhi penglihatan stereoskopis sedangkan anisometropia sedang mempengaruhi penglihatan stereoskopis ( 12 ) , sehingga timbul pemikiran untuk meneliti perbandingan penglihatan stereoskopis antara anisometropia kecil dan anisometropia sedang?
1999
T58511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanaria Putri Sari Effrianto
Abstrak :
Pendahuluan: Berbagai pilihan produk braket dan kawat ortodonti tersedia di pasaran sehingga para ortodontis harus lebih cermat dalam melakukan seleksi terhadap produk braket dan kawat yang digunakan. Ukuran tinggi slot braket dan dan diameter kawat ortodonti yang tercantum pada label kemasan dapat berbeda dengan ukuran hasil pengukuran. Hal ini dapat mempengaruhi hasil pergerakan gigi yang terjadi selama perawatan ortodonti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ukuran tinggi slot braket dan diameter kawat sebenernya dari produk 3M/Unitek, Ormco, dan Dentaurum serta menganalisis perbedaannya dengan ukuran yang tertera pada kemasan. Metode: Sampel penelitian terdiri dari 30 braket gigi insisif atas slot 0.022 inci dan 45 kawat ukuran 0,019 x 0,025 inci yang terdiri dari merk 3M/Unitek, Ormco, dan Dentaurum. Pengukuran tinggi slot braket dan diameter kawat ortodonti dilakukan menggunakan Mikroskop Stereoskop Discovery V12 (Carl Zeiss Microimaging GmbH, Jerman) disertai perangkat komputer dan AxioCam. Hasil: Nilai rerata ukuran tinggi slot braket Ormco hasil pengukuran adalah 0,488 mm, 3M/Unitek adalah 0,491 mm, Dentaurum adalah 0,538 mm. Nilai rerata ukuran diameter kawat Ormco berupa tinggi kawat hasil pengukuran adalah 0,413 mm dan lebar kawat hasil pengukuran adalah 0,496 mm, nilai rerata ukuran diameter kawat 3M/Unitek berupa tinggi kawat hasil pengukuran adalah 0,413 mm dan lebar kawat hasil pengukuran adalah 0,500 mm, nilai rerata ukuran diameter kawat Dentaurum berupa tinggi kawat hasil pengukuran adalah 0,419 mm dan lebar kawat hasil pengukuran adalah 0,510 mm. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna rerata ukuran tinggi slot braket dan diameter berupa tinggi dan lebar kawat ortodonti produk 3M/Unitek, Ormco, dan Dentaurum pada hasil pengukuran dengan ukuran pada kemasan. ......Introduction: A wide selection of orthodontic brackets and wire products are available so orthodontists must be more careful in selecting the bracket and wire products used. The height of the bracket slot and the diameter of the orthodontic wire indicated on the packaging label may differ from the result of the real measurement. This can affect tooth movement that occurs during orthodontic treatment. The purpose of this study was to determine the size of the bracket slot height and wire diameter of the 3M/Unitek, Ormco, and Dentaurum products and to analyze the difference with the sizes listed on the packaging. Method: The research sample consisted of 30 incisor brackets which have 0.559 mm (0.022 inch) slot and 45 wires which have 0,48 x 0,64 mm (0.019 x 0.025 inch) diameter consisting of the 3M/Unitek, Ormco, and Dentaurum brands. The measurement of the bracket slot height and the diameter of the orthodontic wire was carried out using the Discovery V12 Stereoscopic Microscope (Carl Zeiss Microimaging GmbH, Germany) along with a computer and an AxioCam. Results: The mean value of the measured Ormco bracket slot height measurement is 0.488 mm, 3M/Unitek is 0.491 mm, Dentaurum is 0.538 mm. The average value of the Ormco wire diameter in measured wire height is 0.413 mm and the measured wire width is 0.496 mm, the mean value of 3M/Unitek wire diameter in measured wire height is 0.413 mm and the measured wire width is 0.500 mm, the mean value the diameter of the Dentaurum wire in measured wire height is 0.419 mm and the measured wire width is 0.510 mm. Conclusions: There is a significant difference in the mean diameter size in the form of height and width of the orthodontic wire of 3M/Unitek, Ormco, and Dentaurum products measured by the size on the packaging.
2019: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miller, Michael E.
Abstrak :
This book explores the principles, design, and image processing of multi-primary displays, and introduces the reader to the intricacies of the typical imaging pathways which influence display design and the perception of color within a display system. Early chapters introduce the concepts behind human perception, color science, and lighting, which are necessary to fully understand multi-primary displays. The reader is also introduced to digital capture and transmission systems to better understand the ecosystem in which multi-primary displays exist. Subsequent chapters introduce the reader to current display technologies, including LCD, OLED, and inorganic LED displays. The working principles, performance, and upcoming advances are discussed for each of these technologies to provide the reader with a clear understanding of the tradeoffs which are necessary when considering multi-primary displays. This discussion is followed by an in-depth discussion of the image processing technology necessary to implement multi-primary displays. The book concludes with chapters that clearly discuss the advantages and limitations of multi-primary displays for direct view, virtual reality, and augmented reality displays. The book provides a broad viewpoint across the entire display ecosystem, explaining the interactions among system components to provide a rationale for the further development of multi-primary displays. Whether the reader is interested in broadening their understanding of display systems or the development of multi-primary displays, the text provides and understandable and practical summary of important display system concepts.
Switzerland: Springer Nature, 2019
e20509674
eBooks  Universitas Indonesia Library