Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
I Gede Made Arnata
"Dalam pelaksanaan prosedur sterilisasi di RSUP Sanglah Denpasar masih ditemukan ada beberapa indikator sterilisasi yang belum sesuai target diantaranya janji hasil pelyanan sterilisasi untuk kamar operasi IRD masih di bawah 100 % dan kesalahan distribusi masih diatas 5 kejadian per bulan. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berubungan dengan kepatuhan petugas terhadap prosedur sterilisasi instrument bedah endo urologi di Instalasi Sterilisasi Sentral (ISS). Sample sebanyak 33 orang dari seluruh petugas yang bekerja di ISS. Hasil penelitian ini menemukan adanya hubungan antara faktor masa kerja, pengawasan, sarana dan pelatihan dengan kepatuhan petugas dalam pelaksanaan sterilisasi instrument bedah endo urologi. Kepatuhan yang paling rendah ditemukan pada prosedur penerimaan : memisahkan alat kotor, pencucian: melakukan penyikatan, validasi : uji fungsi alat, pengemasan : melakukan kebersihan tangan, sterilisasi : tidak menumpuk alat, penyimpanan : menempetkan alat, distribusi : desinfeksi troly, dan faktor yang paling dominan adalah sarana kerja. Disarankan untuk memberikan pelatihan berkala dan penambahan fasilitas pencucian.

In implementing sterilization procedure in Sanglah Hospital, Denpasar, some sterilizationindicators are still below the target such as the minimum required time less then 100% and distribution error above 5 events per month. The aim of this study was to identify factorsrelated to staff compliance in sterilization procedure of surgical instruments in endo-urology of the Central Sterilisation Installation (CSI). The sample of this study consisted of 33 CSI staff. Findings indicated a significant correlation between the length of service, supervision, resources and training with staff compliance in conducting sterilization for endo-urology surgery. The lowest compliance was found in the admission procedure: separating dirty equipment, washing: brushing, validation: testing tool function, packing: washing hand, sterilization: not accumulating equipment, storage: placing equipment, and distribution: trolley disinfection. In addition, the most dominant factor is resources. It is recommended to provide training for staff, increase facilities for washing and disinfection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Defrianto H.
"Mikroorganisme terdapat di tanah, debu, udara, air, makanan ataupun permukaan jaringan tubuh kita. Keberadaan mikroorganisme tersebut ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang merugikan manusia misalnya dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan dapat menimbulkan kerusakan akibat kontaminasi. Pengendalian mikroorganisme dapat dilakukan dengan sterilisasi. Proses sterilisasi dapat menggunakan gas ozon (O3) atau sinar ultraviolet C (UV-C). Tesis ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan chamber sterilisasi yang telah di desain dan membandingkan proses sterilisasi menggunakan gas ozon dan sinar UV-C. Pada penelitian sampel yang digunakan untuk sterilisasi adalah sepasang sepatu yang sehari-hari di gunakan di luar ruangan. Proses sterilisasi dilakukan di dalam chamber yang di sisi dalam ditempel dengan alumunium foil serta di beri dudukan sampel berupa jaring besi. Sterilisasi di lakukan dengan durasi selama 3, 5 dan 10 menit menggunakan gas ozon dan sinar UV-C secara terpisah. Sampel yang telah disterilisasi kemudian di hitung jumlah mikroorganisme menggunakan Adenosine Tri-Phosphate (ATP) meter. Pada penelitian ini telah berhasil melakukan sterilisasi sebesar 99% dan 97% menggunakan gas ozon dan sinar UV-C pada durasi 10 menit. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persentase penurunan jumlah mikroorganisme berbanding lurus dengan durasi sterilisasi dan secara signifikan terdapat perubahan antara sebelum sterilisasi dengan setelah sterilisasi yang di tunjukkan dalam uji statistic one way Anova menggunakan aplikasi GraphPad Prism 9.

Microorganisms are found in soil, dust, air, water, food or the surface of our body tissues. The existence of these microorganisms is beneficial for human life, but many are harmful to humans, for example, can cause various diseases or can even cause damage due to contamination. Microorganism kontrol can be done by sterilization. The sterilization process can use ozone (O3) gas or ultraviolet C (UV-C) light. This thesis aims to determine the effectiveness of the sterilization box that has been designed and compare the sterilization process using ozone gas and UV-C light. In this study, the sample used for sterilization was a pair of shoes that were used outdoors everyday. The sterilization process is occurred in a box which is attached with aluminium foil and given a wire mesh as sample holder. Sterilization is carried out for 3, 5 and 10 minutes using ozone gas and UV-C rays separately. The samples that have been sterilized are counted the number of microorganisms using an Adenosine Tri-Phosphate (ATP) meter. In this study, 99% and 97% of sterilization have been carried out using ozone gas and UV-C light for a duration of 10 minutes. This study can be concluded that the percentage reduction in the number of microorganisms is directly proportional to the duration of sterilization and significantly differences between before and after sterilization which is shown in the one way Anova statistical test using the GraphPad Prism 9 application."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Jusuf Hanafiah
Jakarta: Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), 1991
613.942 JUS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Oktaviani
"Kebutuhan akan alat-alat untuk sterilisasi belakangan ini sangat dibutuhkan dalam dunia kedokteran maupun industri farmasi. Sterilisasi alat kesehatan diperlukan untuk membunuh kuman-kuman atau bakteri yang mungkin tumbuh pada alat tersebut, sehingga setelah pemakaian alat tersebut tidak menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya bakteri atau kuman patogen yang dapat menimbulkan penyakit. Memang banyak alat-alat lain yang digunakan seperti dengan menggunakan radiasi dan lain sebagainya yang tentunya akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk proses yang sederhana proses sterilisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara yang kering dan cara yang basah. Dalam tugas ini akan dibuat sterilisasi dengan cara basah yaitu dengan menggunakan teknik seperti layaknya panci presto, yang dalam dunia industri farmasi atau kedokteran dikenal dengan nama AutoClave.dalm alat ini akan diatur suhu, tekanan, dan waktu yang semuanya akan diatur oleh mikrokontroller."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S29221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Daswiyah
"Dalam bentuk larutan vitamin C tidak stabil karena mudah teroksidasi. Adanya perubahan tersebut akan menyebabkan kerusakan pada sediaan obat dan perubahan jumlah vitamin C yang terkandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode sterilisasi terhadap stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi. Metode sterilisasi yang digunakan yaitu filtrasi dan pamanasan pada suhu 98 - 100°C selama 30 menit, otoklaf pada suhu 115 - 116°C selama 30 menit dan otoklaf pada suhu 120 - 121°C selama 15 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi lebih baik pada sediaan yang dibuat dengan metode sterilisasi secara filtrasi dengan kadar vitamin C sebesar 84,37 + 0,27% dibandingkan metode sterilisasi secara pemanasan suhu 98 - 100°C selama 30 menit sebesar 82,01 + 0,40% , dalam otoklaf suhu 115 - 116°C selama 30 menit sebesar 77,52 + 0,24 %, sedangkan dalam otoklaf suhu 120 - 121°C selama 15 menit sebesar 58,32 + 0,21%. Penggunaan antioksidan sodium metabisulfit dapat meningkatkan stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi sebesar 4,42 % dibandingkan tanpa penambahan antioksidan.

Vitamin C in aqueous solution are unstable, because the solutions of vitamin C are easily oxidized. The existence of such a change will cause decay to the drug dosage and change in the amount of vitamin C. The purpose of this research is to analyze the influence of sterilization methods on the stability of vitamin C in injection dosage forms. Sterilization method used are filtration and heating at temperature of 98 - 100°C for 30 minutes, autoclave at temperature of 115 - 116°C for 30 minutes and autoclave at a temperature of 120 - 121°C for 15 minutes.
The results of this research showed that the stability of vitamin C in injection dosage forms sterilized by filtration amount of 84,37 + 0,27% are better than in heating sterilization methods at temperature of 98 - 100°C for 30 minutes amount of 82,01 + 0,40%, in autoclave at temperature of 115 - 116°C for 30 minutes amount of 77,52 + 0,24 % , and autoclave at temperatures of 120 - 121°C for 15 minutes amount of 58,32 + 0,21%. The use of sodium metabisulphite as antioxidants can increase the stability of vitamin C in injection dosage as about 4,42% compared to without the addition of sodium metabisulphite.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33175
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Widyastuti
"ABSTRACT
Kultur in vitro gametofit lumut berdaun masih menghadapi hambatan dalam sterilisasi eksplan sampai sekarang. Kendala ini terkait dengan struktur sederhana lumut hati yang mudah rusak setelah terpapar desinfektan dan tingkat kontaminasi kultur yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode sterilisasi yang mampu menekan kontaminasi dengan viabilitas eksplan yang tinggi dalam kultur gametofit lumut hati Lopholejeunea sp. Penelitian ini menggunakan dua metode sterilisasi yang berbeda. Metode sterilisasi I terdiri dari kontrol dan 6 kombinasi pengobatan dengan konsentrasi Bayclin (0,5%, 0,75% dan 1%) dengan waktu pemaparan (60 detik dan 90 detik) disertai dengan penambahan 2,5 mg / ml tetrasiklin. Metode sterilisasi II terdiri dari kontrol dan 2 kombinasi perlakuan konsentrasi Bayclin sebesar 0,75% dengan waktu pemaparan (60 detik dan 90 detik) disertai dengan penambahan 35% alkohol, Dithane 1%, dan tetrasiklin 2,5 mg / ml. Setiap metode sterilisasi terdiri dari 10 sampel. Parameter kualitatif yang diamati, yaitu lokasi kontaminasi, jenis kontaminan, warna dari eksplan setelah sterilisasi dan hari terakhir pengamatan, juga pengamatan pertumbuhan eksplan secara makroskopis dan mikroskopis pada hari ke-30. Parameter kuantitatif adalah persentase kontaminasi, persentase jenis dan lokasi kontaminasi, dan kuantifikasi pertumbuhan eksplan berdasarkan persentase pertumbuhan dan jumlah cabang. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa metode sterilisasi I adalah metode yang lebih baik karena walaupun kontaminasi serendah 80%, tetapi eksplan masih dapat tumbuh pada hari ke-14 setelah tanam. Jenis kontaminasi yang paling umum ditemukan dalam kedua metode sterilisasi adalah bakteri dan jamur yang muncul dari internal. Eksplan gametofit dari Lopholejeunea sp. juga menunjukkan pertumbuhan bahkan dalam kondisi yang terkontaminasi, kecuali kontaminasi jamur tosca.

ABSTRACT
In vitro culture of leafy moss gametophyte still faces obstacles in explant sterilization until now. This constraint is related to the simple structure of liverworts that can be easily damaged after exposure to disinfectants and high levels of culture contamination. This study aims to determine the sterilization method that is able to reduce contamination with high explant viability in the gamutophyte culture of liverworm Lopholejeunea sp. This study uses two different sterilization methods. The sterilization method I consisted of control and 6 treatment combinations with Bayclin concentration (0.5%, 0.75% and 1%) with exposure time (60 seconds and 90 seconds) accompanied by the addition of 2.5 mg / ml tetracycline. The sterilization method II consisted of control and 2 treatment combinations of Bayclin concentration of 0.75% with exposure time (60 seconds and 90 seconds) accompanied by the addition of 35% alcohol, 1% Dithane, and tetracycline 2.5 mg / ml. Each sterilization method consists of 10 samples. Qualitative parameters were observed, namely the location of contamination, type of contaminant, the color of explants after sterilization and the last day of observation, also observations of explant growth macroscopically and microscopically on the 30th day. Quantitative parameters are the percentage of contamination, the percentage of species and locations of contamination, and the quantification of explant growth based on growth percentage and number of branches. The results obtained in this study are that the sterilization method I is a better method because even though contamination is as low as 80%, explants can still grow on the 14th day after planting. The most common types of contamination found in the two methods of sterilization are bacteria and fungi that arise from the internal. Gametophyte explants from Lopholejeunea sp. also shows growth even under contaminated conditions, except tosca mushroom contamination."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurhayati
"Proses sterilisasi secara basah dilakukan pada Autoclave dcngan kondisi Operasi yailu pada suhu 121 °C, tekanan 15 psig, dan lamanya stcrilisasi I5 menit. Sedangkan proses slerilisasi irradiasi sinar gamma dilakukan di PT Indogamma dengan dosis 1-3 kGray, 3-5 kGray, 5-7 kGray, 7-9 kGray.
Proses sterilisasi panas secara basah dilakukan 2 tahap percobaan yang berbeda yaitu sterilisasi pada produk akhir dan produk ruahan. Sedangkan pada percobaan sterilisasi irradiasi sinar gamma dilakukan hanya pada produk akhir.
Hasil percobaan sterilisasi tahu secara basah dan radiasi sinar gamma berdasarkan pcrtumbuhan bilangan cemaran mikroba dan perubahan Hsik tahu pada setiap umur simpan yang berbeda. Kandungan cemaran mikroba pada tahu yang telah disterilkan berkurang bahkan tidak mengandung cemaran sampai pada pengenceran I dan umur simpan tahu relatif lebih Iama dibandingkan dengan tahu yang lidak disterilisasikan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mouleidi Dwi Putri
"Kultur in vitro dapat menjadi solusi alternatif untuk memperbanyak Acrolejeunea fertilis. Studi kultur in vitro gametofit lumut daun sering mengalami kendala dalam proses sterilisasi. Hal ini disebabkan tingginya kontaminasi dan struktur gametofit lumut yang mudah rusak setelah terpapar disinfektan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan metode sterilisasi mana yang lebih baik dalam menekan kontaminasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode sterilisasi. Metode sterilisasi 1 terdiri dari kontrol dan 6 kombinasi perlakuan, yaitu konsentrasi Bayclin (1,00%, 1,25%, dan 1,50%) dan waktu pemaparan (60 detik dan 120 detik), disertai dengan penambahan Tetrasiklin 2,5 mg / 2,5 mg. ml. Metode sterilisasi 2 terdiri dari kontrol dan 2 perlakuan yaitu waktu pemaparan Bayclin sebesar 1,25% (60 detik dan 120 detik), disertai dengan penambahan alkohol 35%, Dithane 1%, dan Tetrasiklin 2,5 mg / ml. Setiap kelompok pada kedua metode sterilisasi terdiri dari 10 botol sampel yang masing-masing berisi 3 eksplan. Parameter kualitatif yang diamati adalah lokasi dan jenis kontaminasi, warna, dan pertumbuhan eksplan. Parameter kuantitatif meliputi persentase pencemaran, persentase jenis dan lokasi pencemaran, serta jumlah cabang yang tumbuh pada eksplan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sterilisasi metode 1 memiliki tingkat pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan sterilisasi metode 2 pada hari ke-7 setelah tanam (H7). Jenis pencemaran internal yang paling banyak ditemukan pada metode sterilisasi 1 adalah jamur, sedangkan metode sterilisasi 2 adalah bakteri. Penggunaan Bayclin dengan kisaran konsentrasi 1,00% - 1,50% pada metode sterilisasi 1 menyebabkan eksplan cenderung menguning. Warna eksplan cenderung coklat dengan penambahan alkohol 35% dengan waktu pajanan 30 detik pada metode sterilisasi 2. Pertumbuhan cabang pada beberapa eksplan pada kelompok perlakuan metode sterilisasi 1 sudah terjadi sejak H7, meskipun terjadi terkontaminasi dan mengalami pencoklatan. Sedangkan metode sterilisasi 2 belum menunjukkan adanya pertumbuhan cabang hingga H7 sehingga viabilitas eksplan diragukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode sterilisasi 2 lebih baik dalam menekan kontaminasi dibandingkan dengan metode sterilisasi 1. Namun demikian, viabilitas eksplan masih diragukan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

In vitro culture can be an alternative solution to multiply Acrolejeunea fertilis. In vitro culture studies of moss gametophyte often experience problems in the sterilization process. This is due to the high contamination and the structure of the moss gametophyte which is easily damaged after being exposed to disinfectants. The aim of this study was to determine which sterilization method is better at suppressing contamination. This research was conducted using two sterilization methods. Sterilization method 1 consists of control and 6 treatment combinations, namely Bayclin concentration (1.00%, 1.25%, and 1.50%) and exposure time (60 seconds and 120 seconds), accompanied by the addition of 2.5 mg Tetracycline / 2.5 mg. ml. Sterilization method 2 consisted of control and 2 treatments, namely the exposure time of 1.25% Bayclin (60 seconds and 120 seconds), accompanied by the addition of 35% alcohol, 1% Dithane, and 2.5 mg / ml of Tetracycline. Each group in both sterilization methods consisted of 10 sample bottles containing 3 explants each. The qualitative parameters observed were the location and type of contamination, color, and growth of the explants. The quantitative parameters include the percentage of pollution, the percentage of the type and location of pollution, and the number of branches that grow on the explants. The results showed that sterilization method 1 had a higher contamination level than sterilization method 2 on the 7th day after planting (H7). The type of internal contamination that was mostly found in sterilization method 1 was fungi, while sterilization method 2 was bacteria. The use of Bayclin with a concentration range of 1.00% - 1.50% in sterilization method 1 causes the explants to tend to turn yellow. The color of the explants tended to be brown with the addition of 35% alcohol with an exposure time of 30 seconds in the sterilization method 2. Branch growth on several explants in the sterilization method 1 treatment group had occurred since H7, although it was contaminated and experienced browning. Meanwhile, sterilization method 2 has not shown any branch growth up to H7 so that the viability of the explants is doubtful. So it can be concluded that sterilization method 2 is better at suppressing contamination than sterilization method 1. However, the viability of the explants is still in doubt so that further research is needed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Tri Ramadhan
"Sterilisasi wanita merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang yang mempunyai efektifitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan. Namun, penggunaan sterilisasi wanita di Jawa Timur masih sangat rendah dibandingkan rata-rata di dunia. Skripsi ini bertujuan untuk melihat faktor apa saja yang menjadi determinan penggunaan sterilisasi wanita serta besaran pengaruh tiap faktor tersebut. Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017 dengan populasi penelitiannya yaitu Wanita Usia Subur 15-49 tahun. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu penggunaan sterilisasi wanita, sedangkan variabel independen penelitian ini adalah umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, paritas, indeks kesejahteraan, dan daerah tempat tinggal. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel umur merupakan determinan terbesar terhadap penggunaan sterilisasi wanita di Jawa Timur (OR 9,13) diikuti oleh paritas (OR 5,75), pekerjaan (OR 2,38), indeks kesejahteraan (OR 2,23), dan tingkat pendidikan (OR 2,02). Sosialisasi dan edukasi untuk penggunaan sterilisasi sebagai alternatif metode kontrasepsi yang efektif dan ekonomis dalam jangka panjang perlu digencarkan terutama menyasar pada kalangan WUS berumur 35 tahun keatas dan mempunyai 3 anak atau lebih.

Female sterilization is one of the long-term contraceptive methods that have high effectiveness in preventing pregnancy. However, the use of female sterilization in East Java Province is still very low compared to the average in the world. This thesis aims to see what are the determinants of female sterilization use and the magnitude of the influence of each of these factors. This study uses data from the Indonesian Demographic and Health Survey in 2017 with a research population of women of childbearing age 15-49 years old. The dependent variable in this study is the use of female sterilization, while the independent variables of this study are age, occupation, level of education, parity, welfare index, and area of residence. The results of multivariate analysis showed that age was the biggest determinant of female sterilization use in East Java (OR 9.13) followed by parity (OR 5.75), employment (OR 2.38), welfare index (OR 2.23), and education level (OR 2.02). Socialization and education for the use of sterilization as an alternative to effective and economical methods of contraception in the long term needs to be intensified, especially targeting the women of childbearing age 35 years old and over and having 3 or more children."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>