Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gorog, S.
Amsterdam: Elsevier, 1983
572.579 GOR q
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Wahyu T.
"ABSTRAK
Hormon steroid mernpunyai, kegunaan yang luas, baik untuk pengobatan maupun sebagai obat kontrasepsi yang saat ini banyak digunakan. Untuk mendapatkan hormon steroid banyak dilakukan sintesa dari bahan baku alam, terutama dari tumbuh-tumbuhan. Saat ini sterol dan steroid dari alam mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan pembuatan hormon steroid. Tujuan percobaan ini untuk mendapatkan metode identifikasi dari beberapa senyawa steroid dan sterol bahan baku atau hasil antara secara kromatografi lapisan tipis dan dengan reaksi warna. Guna rnencapai tujuan mi, dilakukan beberapa cara - percobaan kromatografi lapisan tipis dan percobaan reaksi - warna untuk identifikasi kolesterol, stigmasterol, -sitos-. terol, ergosterol, tigogenmn, diosgenin, solasodin dan ADD. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa metode kromatografi lapisan tipis yang lebih balk adalah reversedphase kromatografi lapisan lipis dengan zat pengimpregnasi kerosen konsentrasi 12,5% dan eluen asam asetat glasial-air 9:1 atau asam asetat glasial - air 9,5 : 0,5. Hasil percobaan reaksi warna yang dianjurkan adalah kombinasi dan pereaksi-pereaksi INH, m-dinitrobenzen, paraformaldehid, seniurn (IV) sulfat, vanillin-asam sulfat pekat, vanillinasam fosfat, asam pikrat-asam perkiorat dan dragendorf."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Hanani
"ABSTRAK
Solasodin adalah suatu senyawa alkaloid steroid yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan beberapa hormone steroid yang banyak digunakan untuk kontrasepsi oral. Solanum acculeatissimum adalah salah satu tanaman jenis Solanum, telah diketahui mengandung solasodin, dan banyak tumbuh di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap kadar solasodin dalam kalus Solanum acculeatissimum yang tumbuh pada media Murashige-Skoog dengan penambahan kinetin, 2,4 diklorofenoksi-asamasetat, indolasamasetat dan bensilaminopurin.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar solasodin dalam media dengan penambahan campuran kinetin 1 ppm dengan 2,4 diklorofenoksi asamasetat 0,5 , 1,2 ppm adalah 1,45 % indolasamasetat 1 ppm dengan bensilaminopurin 0 , 1 , 10 ppm adalah 1,41 % dihitung terhadap berat kering. Jumlah ini tidak berbeda bermakna dengan kadar solasodin dalam biji tanaman asal jaringan, antara lain berberin, saponin ginseng, antrakinon, diosgenin (3). Kemungkinan lain, dengan metode kultur jaringan ini akan diperoleh senyawa baru yang sebelumnya tidak terdapat dalam tumbuhan induk atau metabolit sekunder yang diperoleh justru lebih kecil atau tidak ada sama sekali (3). Banyak faktor yang mempengaruhi produksi metabolit sekunder melalui kultur jaringan, antara lain cahaya, zat pengatur tumbuh, media suhu dan sebagainya (2).
Dalam penelitian ini hanya diteliti pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap produksi metabolit sekunder dalam kultur jaringan Solanum accu1eatissimum. Zat pengatur tumbuh baik macam ataupun jumlahnya juga berpengaruh pada kecepatan tumbuh kalus (3)."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nuki Bambang Nugroho
"Beberapa senyawa steroid yang aktif farmakologik mempunyai atom oksigen pada atom karbon posisi sebelas (C-11), misalnya : kortison, kortikosteron, prednison, dan prednisolon. Senyawa-senyawa tersebut dapat diproduksi melalui sintesis parsial (semisintesis) kortisol dari progesteron atau korteksolon. Kesulitan utama pada sintesis kortisol secara kimiawi adalah pemasukkan satu atom oksigen pada posisi C-11 dalam cincin steroid. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan mikroorganisme.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan tiga kultur kapang lokal yaitu dua jenis kapang (Rhizopus stolonlfer UICC 137 dan Aspergillus niger) untuk melakukan transformasi progesteron, serta Curvularia lunata untuk melakukan transformasi korteksolon.
Percobaan yang dilakukan terhadap R. stolonifer dan A. niger berdasarkan metode transformasi progesteron menjadi 11µ-hidroksiprogesteron, sedangkan terhadap C. lunata berdasarkan metode transforrnasi 11-deoksikortisol menjadi kortisol. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan 5 parameter percobaan yaitu ; (1) saat penambahan substrat (pada percobaan dengan C. lunata parameter ini adalah waktu germinasi), (2) waktu inkubasi, (3) pH medium, (4) konsentrasi substrat, dan (5) laju pengadukan. Percobaan dilakukan dengan sistem "batch", di dalam labu-labu Erlenmeyer 100 ml (kecuali percobaan biotransformasi kondisi optimum memakai labu 500 ml) dan diinkubasi dalam bak air penggojog pada suhu 30°C.
Biotransformasi optimum oleh Rhizopus stolonrfer berlangsung jika substrat (progesteron) ditambahkan setelah pertumbuhan kapang mencapai pertengahan fasa eksponensial (14 jam setelah inokulasi kapang ke dalam medium). Medium biotransformasi terdiri dari campuran glukosa, ekstrak khamir, beberapa garam mineral, dan unsur runut.
Medium dengan tingkat keasaman (pH) awal 5 memberikan transformasi optimum. Kondisi optimum lainnya adalah inkubasi selama 8 jam di dalam medium sambil digojog 100 gojogan/menit dan konsentrasi awal substrat g/liter. Rendemen produk biotransformasi oleh R. stolonifer adalah 49,88% transformasi.
Biotransformasi optimum oleh Aspergillus niger mempunyai kondisi optimum penambahan substrat pada saat pertumbuhan kapang mencapai fasa eksponensial (26 jam setelah inokulasi kapang ke dalam medium), konsentrasi awai substrat 0,6 g/l, penggunaan pH awal medium 6, dan inkubasi selama 20 jam sambil digojog 100 gojogan/menit. Produk biotransformasi oleh A. niger memiliki rendemen sebesar 46,03% transformasi.
Biotransformasi korteksolon oleh Curvularia lunata mempunyai rendemen produk terlalu kecil (19,31% transformasi). Kondisi optimumnya adalah proses germinasi spora selama 36 jam dan proses biotransformasi memakai substrat 1,5 g/l dalam medium dengan pH awal 6 sambil digojog 120 gojogan/menit selama 50 jam.

Several pharmacological active steroid compounds have an oxygen atom attached to the 11th carbon atom on steroid ring (C-11), such as : cortisone, corticosterone, prednisone, and prednisolone. These compounds could be produced through a cortisol partial synthesis from progesterone or cortexolone. If cortisol synthesized chemically, it is difficult to introduce an oxygen atom to C-1I in steroid ring but this process could be conducted by using microorganism.
The aim of this study is to determine the ability of Rhizopus stolonifer UICC 137 and Aspergillus niger to transform progesterone, and the ability of Culvularia lunata to transform cortexolone.
The experiments for Rhizopus stolonifer UICC 137 and Aspergillus niger based on progesterone transformation to 11µ-hydroxyprogesterone and for Culvularia lunata based on cortexolone transformation to cortisol. The biotransformations were varied with five experiment parameter, i.e. : (1) time interval of substrate addition (substrate addition at different growth phase), in C. lunata this parameter is germination time, (2) incubation time, (3) medium acidity (pH), (4) substrate concentration, and (5) stirring rate. Biotransformation process was carried out on batch system in 100 ml Erlenmeyer flasks (for optimum conditions of biotransformation, 500 ml Erlenmeyer flasks were used) then these flasks were incubated in a shaking waterbath with temperature maintained at 30°C.
The optimum biotransformation for R. stolonifer was reached when the substrate (progesterone) was added to the middle of the exponential growth phase (14 hours after spores inuculation). Biotransformation medium contained glucose, yeast extract, some mineral salts, and trace elements. The medium with pH 5 gave the optimum transformation. The Optimum transformation were also found after 8 hours incubation at 100 stroke/minute shaking with the initial substrate concentration of 1 gll, The result for R. stolonifer was 49.88% transformation.
The optimum biotransformation conditions for A. niger were found as follows : substrate addition to the initial of the exponential growth phase (26 hours after spores inoculation), initial substrate concentration of 0.6 g/l, medium with pH 6, and 100 stroke/minute shaking for 20 hours incubation. The result for A. niger was 46.03% transformation.
Cortexolone biotransformation by using Curvularia hrnata gave a very low product yield (19.31% transformation). The optimum conditions for cortexolone biotransformation were found as follows : spores germination for 36 hours, biotransformation process in a liquid medium with the initial pH 6, substrate concentration of 1,5 g/l, and 50 hours incubation time at 120 stroke /minute shaking."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Romauli S.
"ABSTRAK
Kebutuhan senyawa-senyawa steroid pada saat ini sangat meningkat, sehingga a1ternati f perolehannya harus di cari dengan biaya dan khasiat produk yang seefisien mungkin. Proses biokonversi merupakan pemecahan yang amat tepat mengingat proses reaksi yang cukup singkat, aman, dan basil produksi yang cukup tinggi.
Senyawa ADD dapat diisolasi dengan melakukan pemisahan dari media biokonversi dan senyawa kompleks 1ainnya, menggunakan kromatografi 1 apis tipis dengan 1empeng si1ika gel F 254 teba1 0,2 mm dan fasa gerak sikloheksan-eti1 asetat-ai r (80;20:O,1) 1 a 1u d i t a r i k dengan kloroform serta kristalisasi dengan eti1 asetat. Sampe1 ADD basil isolasi menunjukkan titik 1 ebur 132^^0, spek trum infra merah dan spektrum massa yang .menun jukkan struk tur karakteristik senyawa ADD, sedangkan tR dan Rf yang dipero1eh dari hasi1 KCKT dan KLT menunjukkan harga yang sama dengan ADD baku."
1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Ulamsari
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T40060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mururul Aisyi
"ABSTRAK
Hiperglikemia adalah efek samping yang umum kombinasi steroid dan L-asparaginase, terjadi paling sering selama kemoterapi fase induksi LLA. Sampai saat ini di Indonesia, belum didapatkan data mengenai kejadian hiperglikemia pada pasien anak dengan LLA pada fase induksi dan bagaimana peranan perbedaan kombinasi L-asparaginase dan jenis steroid yang digunakan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian hiperglikemia pada anak LLA fase induksi, perbedaan prednison dan deksametason dalam kombinasinya dengan L-asparaginase dalam menyebabkan hiperglikemia pada anak dengan LLA dan hubungan faktor-faktor lain dengan kejadian hiperglikemia pada fase induksi LLA.Penelitian ini merupakan studi prospektif analitik dengan desain pre-post test, dilakukan di RSCM, RS Kanker ldquo;Dharmais rdquo; dan RSPAD Gatot Soebroto. Pasien yang akan menjalani kemoterapi fase induksi LLA diperiksa kadar gula darah sewaktu pada minggu ke-3 pretest , minggu ke-4, minggu ke-5 dan minggu ke-6 protokol post test .Dari 57 pasien yang berasal dari 3 Rumah Sakit yang berbeda berhasil dikumpulkan, terbanyak berasal dari RSCM 57,9 disusul RS Kanker ldquo;Dharmais rdquo; 24,6 dan RSPAD Gatot Soebroto 17,5 . Rentang umur pasien berkisar antara 1,4 tahun sampai 15,8 tahun dengan rerata 6,7 tahun. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar gula darah sewaktu sebelum dan sesudah kombinasi steroid dan L-asparaginase. Tidak didapatkan hubungan antara umur, infiltrasi SSP, leukositosis, sindrom Down, status gizi, riwayat DM pada keluarga, infeksi dan stratifikasi LLA dengan kejadian hiperglikemia. Pemberian deksametason memiliki peluang 10,68 x didapatnya angka di atas rerata perubahan kadar gula darah sewaktu dibandingkan pemberian prednison.Kesimpulan: kejadian hiperglikemia pada penelitian ini adalah 5,2 . Walaupun tidak terdapat perbedaan antara prednison dan deksametason dalam kombinasinya dengan L-asparaginase dalam menyebabkan hiperglikemia, namun deksametason memiliki risiko angka di atas rerata perubahan kadar gula darah sewaktu dibandingkan prednison.

ABSTRACT
Hyperglycaemia is a common side effect of steroid and L asparaginase combinations, occurring most often during LLA induction phase. To date in Indonesia, it has not been obtained data on the incidence of hyperglycemia in children with LLA in the induction phase and how the role of combinations of L asparaginase and different type of steroid used.The purpose of this study is to determine the incidence of hyperglycemia in children LLA induction phase, knowing the difference between prednisone and dexamethasone in combination with L asparaginase in causing hyperglycemia in children with LLA and determine the relationship of other factors related to hyperglycaemia.This study is a prospective analytic study with pre post test design, conducted in RSCM, National Cancer Hospital Dharmais and RSPAD Gatot Soebroto. When undergoing chemotherapy induction phase LLA, blood sugar levels were checked at the 3rd pretest , 4th, 5th and 6th week of protocol post test .Of the 57 patients from three different hospitals that had been gathered, mostly came from RSCM 57.9 followed by the Cancer Hospital Dharmais 24.6 and RSPAD 17.5 . The patient age ranged from 1.4 years to 15.8 years with a mean of 6.7 years. There was no difference in mean blood sugar levels before and after combination of steroids and L asparaginase. There were no relationship between age, CNS infiltration, leukocytosis, Down syndrome, nutritional status, family history of diabetes, infections and LLA stratification with the incidence of hyperglycemia. Dexamethasone has a 10.68 x chance of obtaining a rate above the mean change in blood sugar levels compared to prednisone.Conclusion The incidence of hyperglycemia in this study is 5.26 . Despite no difference between prednisone and dexamethasone in combination with L asparaginase in causing hiperglycaemia, but dexamethasone has a risk to have value above the mean change in blood sugar levels when compared to prednisone."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eka Ginanjar
"ABSTRACT
This case study aim to evaluate the response of steroid treatment for autoimmune endocarditis. Valvular heart disease is relatively rising in both congenital and acquired cases, but the autoimmune endocarditis remains rare. In this case, a 34 year old woman with clinical manifestation resembling systemic lupus erythematosus (SLE) is diagnosed with Libman-sacks Endocarditis. After six months of steroid treatment, her clinical manifestations and heart structure improved."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
610 UI-IJIM 49: 2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>